Kalau soal ini sih, jangankan gay, laki-laki heteroseksual saja selalu punya peluang untuk selingkuh. Bukan begitu? Pokoknya kalau sudah melihat manusia lain yang lebih menarik, laki-laki mudah untuk berselingkuh, walau hanya sebatas pemikiran saja. Saya bicara kenyataan. Yang merasa tidak seperti itu, boleh marah, tapi coba jujur sejujur-jujurnya ke diri sendiri ya. Wahai laki-laki.
Khusus untuk kasus gay atau biseksual, menurut pengalaman saya, pernikahan tidak selalu mencegah mereka untuk kembali berhubungan dengan laki-laki di kemudian hari. Ibaratnya begini, dulu minum kopi, susu, kopi, susu... lalu sekarang minum susu terus, mungkin suatu saat bisa rindu kopi juga. Saya sejauh ini belum rindu makan daging sapi sih, tapi kalau ada yang menawarkan daging sapi wagnyu kualitas nomor satu... hmm, nggak tahu juga ya.... Tuh kan? Bahkan saya sendiri bisa dilematis.
Saya pernah didekati laki-laki beristri dan pernah pula jadi selingkuhan laki-laki yang ditinggal hamil istrinya. Namun demikian, untuk laki-laki yang semacam ini saya selalu berada di pihak perempuan. "Heh, lu mikir ya, udah punya istri, masih aja gatel cari laki lain. Suami apaan kamu?!" demikian bentak saya, setelah saya tahu status sebenarnya dari laki-laki yang mengencani saya.
Fakta: jarang laki-laki gay mengaku sudah beristri ketika mengencani laki-laki lain. Kalau tidak mengaku lajang, pastinya duda. Biasanya ini ditujukan sebagai pemikat.
Saya tidak menakut-takuti Mbak Menik, saya berpikir positif semoga laki-laki yang hendak menikahi teman perempuannya itu benar bisa setia. Kalapun tidak, maka jangan kaget. Kita sudah menduga hal itu dapat terjadi. Saran saya buat temannya Mbak Menik, jagalah komunikasi di antara mereka. Sebagaimana mereka sudah berani jujur dan terbuka tentang orientasi seksual, maka sebaiknya mereka terus jujur mengenai perasaan dan nafsu. Jika si suami kepikiran untuk berselingkuh dengan laki-laki lain, saran saya sampaikan saja ke istrinya. Setidaknya, itu akan membuat si laki-laki sadar bahwa dia sudah menyakiti hati pasangannya. Dengan demikian, dia dapat mengusir niatan selingkuh ini demi cinta dan komitmen bersama. Akan tetapi, sekali si suami tidak jujur, maka perselingkuhan pasti subur. Sebagai penyeimbang, istri pun sebaiknya tidak pernah berbohong kepada suaminya. Adalah perasaan takut saling menyakiti yang dapat menyelamatkan pernikahan mereka.
Dan, sebagai seorang teman, saya dan Mbak Menur menyarankan Mbak Menik untuk siap menerima apa pun kondisi si teman perempuan ini kelak setelah menikah. Kalaupun ia berhasil, mari bersyukur. Jikalau dia gagal, maka janganlah dia di-sukur-sukur-in. Bener kan apa kata guwe? Kapok gak lu! Jangan. Jangan seperti itu. Tega amat. Kasihan temannya. Hibur dia.
Jadi seperti itulah kisahnya Mbak Menik. Saya hanya berpesan kepada teman-teman laki-laki gay atau biseksual yang akan menikah. Jangan pernah selingkuhi istri kalian. Kalau kalian tidak berani berkomitmen setia, maka janganlah menikah kalau itu hanya akan menyakiti pasangan kalian kelak. Kata maaf mungkin tidak cukup kalau kejadiannya terus berulang. Kalau tidak menikah maka berdosa. Ya... menikah, kemudian berselingkuh, lalu terus berbohong kepada istri, anak, dan dua keluarga besar mengenai orientasi seksual kita yang sebenarnya seumur hidup kita, itu juga berdosa. Mana yang lebih besar dosanya, silahkan dipertimbangkan sendiri-sendiri. Mana yang lebih membahagiakan diri kita sendiri, kita juga yang tahu. Buat saya, mustahil membahagiakan orang lain kalau kita sendiri tidak bahagia.
Reuni itu pun berakhir setelah lebih dari lima jam. Luar biasa, seharusnya bisa dibuat seminar setengah hari. Hehehehe... :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H