Tepat 76 tahun yang lalu para Founding Father negara ini membacakan teks proklamasi kemerdekaan. Penuh dengan gelora, semangat perjuangan yang berapi-api. Disambut dengan gegap gempita seluruh lapisan rakyat Indonesia dengan menyerukan “Merdeka!”, “Sekali Merdeka, Tetaplah Merdeka!” Panji-panji dikibarkan, tiada lain sang saka Merah Putih berkibar di seluruh pelosok negeri ini. Masih terekam jelas bagaimana Bung Karno dan Bung Hata memploklamirkan ke seluruh penjuru dunia, bahwa Indonesia telah merdeka. Merdeka atas perjuangan seluruh tumpah darah rakyat Indonesia. Bukan hadiah dari siapapun. Bukan sebuah hal yang cuma-cuma, namun sebuah perjuangan selama berabad-abad lamanya. Tentu bagaimana hausnya negeri ini akan sebuah kemerdekaan “Freedom”.
Setelah terploklamirkannya kemerdekaan Indonesia, nyatanya perjuangan belumlah berakhir. Masih ada saja hambatan yang datang menghadang. Mulai dari adanya tentara NICA yang kembali ingin merebut kemerdekaan Indonesia, sehingga harus terjadi pertumpahan darah kembali untuk mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Begitu pula terjadi berbagai pergejolakan antara tokoh-tokoh negeri ini, dimana terjadi silih bergantinya sistem pemerintahan, pemimpin pemerithaan, terjadinya pemberontakan, serta yang masih sangat membekas di dalam ingatan dan hati bangsa ini adalah peristiwa G30S. Banyak korban yang meliputi para Jendral yang dibawa ke Lubang Buaya hingga terjadi pembataian di berbagai wilayah di Indonesia.
Kemudian memasuki era pembangunan pada negeri ini, terjadi perubahan besar-besaran disegala sektor. Mulai adaya pembangunan yang berjangka yang kita sebut dengan Repelita, Rencana Pembangunan Lima Tahun. Pada awalnya terjadi pemulihan ekonomi, hingga akhirnya terjadi pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dan investasi yang semakin kuat, pertubuhan semakin kuat dengan didorong oleh oleh ekspor dan deregulasi. Namun pada era ini seakan rakyat tidak memiliki power. Kurang didengarnya suara-suara kecil sehingga sering terjadi aksi-aksi masyarakat, mahasiswa, serta-serta tokoh-tokoh bawah bersuara untuk mengkritisi berbagai hal ketika terjadi sebuah penyimpangan. Demokrasi seakan terbatasi, pemerintah memiliki power yang sangat besar. Terjadi pula praktik-praktik KKN, serta sistem finansial yang mulai kehilangan kontrol. Puncaknya ketika terjadi Krismon, atau Krisis Moneter.
Krismon menjadi sebuah titik terlemah bangsa ini setelah bangsa ini merdeka. Walau kata merdeka bukanlah akhir dari segalanya. Tapi nyatanya bangsa kemudian mampu lepas dari keterpurukan krisis ini. Mulai berbenah memasuki era baru, era demokrasi dimana rakyat memiliki power yang sangat besar untuk menentukan para wakilnya dalam parlemen, begitu pula pemimpin daerah serta orang nomor satu (Presiden) di negei ini. Namun hal ini juga bukanlah merdeka yang diharapkan. Semakin banyak pula hambatan, rintangan yang menghadang. Kita semua selalu berharap tentunya merdeka yang kita impikan merupakan sebuah akhir dimana dapat berdiri gagah perkasa di atas kemajuan, kenyamanan, serta kebahagiaan yang dipandang oleh negara dan bangsa lainnya di dunia.
Masih saja terjadi tindak-tindak pidana korupsi, peredaran narkoba, penanganan hokum yang masih kurang adil dan tepat sasaran sehingga menimbukan berbagai pergolakan di tengah masyarakat. Di samping itu, permasalahan kesehatan, pendidikan, industri di negeri ini masih tertinggal oleh bangsa lainnya. Pembangunan yang masih timpang, serta kurangnya pengoptimalan SDM untuk inovasi riset di segala bidang menjadi sebuah kelemahan tersendiri. Perlunya inovasi riset untuk memberdayagunakan, memuliakan berbagai sumber daya alam yang terkandung di tanah, air, udara bangsa Indonesia yang kaya ini. Negara yang kaya, indah, subur, di atas kertas semestinya makmur. Namun kita rasakan masih jauh dari kata tersebut. Walaupun memang terjadi perkembangan mengarah ke sana, nyatanya berjalan secara perlahan, dan masih sangat panjang.
Masih berjuang dengan beratnya pada masalah tersebut, kini kembali diserang oleh permasalahan kesehata global. Krisis kesehatan global yang menerjang seluruh dunia membuat negeri ini merakannya pula. Tidak dapat dihindari, tidak hanya pada dunia kesehatan semata, segala aspek kehidupan terdampak pula. Sebut saja sektor pendidikan, industri, pariwisata, ekonomi, dll. Hampir 1,5 tahun lamanya negeri ini belum mampu mengalahkan Pandemi COVID-19 yang mematikan ini. Sehingga membutuhan semangat dan tekad yang kuat dalam memerangi virus ini. Namun semangat dan tekad yang besar nyatanya masih jauh dari sebuah amunisi yang dapat memangkan pergulatan dengan virus ini. Diperlukan juga sebuah pemikiran yang matang, cerdas, dan planning yang terstruktur dalam berbagai bidang, lintas sektor. Yang paling penting sinergitas, persatuan, gotong royong secara bersama-saama serta disiplin dalam menanggulanginya.
Kebersaman dan disiplin merupakan kunci utama dalam mengahadapi Pandemi ini. Percuma jika hanya bergerak secara sporadis, hanya segelitir, atau sebagian dari kita yang peduli menhadapi masalah ini. Virus ini menginfeksi manusia secara berantai. Manusia satu menularkan ke manusia yang lainnya, melalui droplet cairan infeksi pada sistem pernafasan. Virus ini juga dapat menempel di berbagai tempat, jika tidak sengaja tersentuh akaa menempel pada tangan dan anggota tubuh lainnya, yang nantinya dapat terhirup melalui sistem pernapasan. Dengan demikian, setiap dari kita haruslan mengikuti protokol kesehatan, serta berbagai kebijakan di berbagai sektor. Namun kendalanya adalah kurang disiplin serta kurang pedulinya sebagaian masyarakat dalam mematuhi aturan.
Aturan yang tentunya menjadikan diri kita ke dalam era baru, era baru dimana masyarakat harus bersatu padu dan disiplin bersinergi melawan Pandemi COVID-19 ini. Sebagai bangsa yang hampir selalu dibelenggu oleh berbagai masalah secara silih berganti, sepatutnya kita sudah terbiasa, semakin kuat, dan tangguh menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Kebersamaan dan disiplin sesungguhnya ada dalam diri kita. Jadi kita cukup mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi Pandemi ini. Di era kenormalan baru (New Normal) ini kita harus dapat mengendalikan diri, dan bersatu padu peduli dengan penanganan permasalahan kesehatan global. Memang masalah kesehatan bukan satu-satunya masalah, namun memulihkan kesehatan tentu menjadi kunci utama untuk mengatasi masalah lainnya yang menjadi dampak.
Perlu sebuah rasional kecerdasan dalam menhadapi masalah ini. Secara cerdas memikirkan dan melakukan berbagai upaya bersama menghadapi masalah ini. Bukan malah acuh dan bahkan menambah permasalahan dengan melakukan provokasi, serta menyebarkan berita hoax yang menimbulkan permasalahan baru serta menambah peningkatan kasus harian COVID-19. Dengan upaya cerdas serta mengikuti protokol kesehatan tentu kita niscaya akan mampu mengatasi permasalahan kesehatan, dan kemudian diikuti oleh berangsur membaiknya masalah lainnya. Tidak mungkin masalah lain seperti ekonomi, pendidikan, industri, pariwisata, dll segera pulih jika kesehatan kita masih terancam. Kesehatan menjadi modal utama dalam beraktifitas memperoleh pendidikan dan finansial untuk hidup yang lebih baik. Mari bersatu padu, dengan melalukan protokol kesehatan dan aturan pemerintah untuk memulihkan keterpurukan ini. Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh. Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H