Mohon tunggu...
Yoga PS
Yoga PS Mohon Tunggu... Buruh - Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keheningan, Kedamaian, Keramaian

16 Juli 2011   05:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:38 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di mana dicari yah?" kejar Buyung.

"Dalam kerja." Jawab Ayah.

"Ya. Tetapi dimana?"

"Di bengkel, tentu. Engkau mesti bekerja. Sungai perlu jembatan. Tanur untuk melunakkan besi perlu didirikan. Terowongan mesti digali. Dam dibangun. Gedung ditegakkan. Sungai dialirkan.Tanah tandus disuburkan. Mesti, mesti, Buyung. Lihat tanganmu. Untuk apa tangan ini?"

Tangan Ayah yang kasar dan penuh oli menggenggam tangan Buyung. Tangan yang sebelumnya wangi dan penuh bunga kini harus kotor terkena noda. Tangan Ayah yang penuh kegelisahan. Sangat berbeda dengan tangan kakek yang lembut dan penuh kedamaian.


"Kerja" kata si Buyung.

Si Buyung tersadar, kehidupan tidak selamanya dikotomis. Tidak semuanya terpisah tegas antara baik-buruk, hitam-putih, gelap-terang. Terkadang semuanya menyatu menjadi kesatuan yang tak terpisahkan. Tak ada jiwa tanpa adanya tubuh. Tak ada kenikmatan kemenangan jika tak pernah merasakan peluh kekalahan. Tak ada kepuasan kesuksesan tanpa adanya tangga-tangga kegagalan.

Pencerahan tidak didapat dengan lari dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang diberi amanat oleh Tuhan untuk mengolah dunia dan isinya. Mereka yang tercerahkan adalah mereka yang menemukan kenyataan bahwa anugerah Tuhan ada dalam kerja-kerja sederhana di alam dunia. Mereka yang menjalankan profesi sebagai pengabdian ibadah untuk Tuhan. Melakukan tugasnya dengan jujur, professional, dan penuh integritas.

Usaha lari dari kenyataan dunia hanya menghasilkan keterasingan dan perasaan terkalahkan. Seperti cerita tentang Kiai Munali dalam dalam Geger Kiai: Catatan Mistis Sang Kembara karya Fahrudin Nasrulloh (Pustaka Pesantren: 2009).

Menjadi Kucing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun