Selain kagum pada diri sendiri, saya selalu kagum kepada perekrut “pengantin” bom bunuh diri dan aktivis gerakan radikal (tapi saya nggak kagum kepada Kagum Gumelar ketua komite normalisasi PSSI :P). Bukan karena mereka akan masuk surga (entah surga kw berapa), atau karena kemahiran mereka membuat bom dan menebar teror. Karena kalau berbicara membuat bom, pemerintah kita lebih jago menciptakan bom “3kg” dan membuat rakyatnya menderita.
Yang membuat saya ingin belajar kepada “teroris” adalah konsep kepemimpinan yang mereka tawarkan. Sebuah model leadership yang mampu mengubah orang biasa menjadi kader yang militant dan very committed, highly spirited serta fully motivated. Sorry, lagi belajar ngangkat TOEFL. Haha.
Head hunter (atau mungkin bagian Human Resource Department) teroris ini mengembangkan sebuah model kepemimpinan yang saya sebut kepemimpinan model “T”. sebuah konsep yang bisa kita tiru dan modifikasi untuk berbagai bidang kehidupan sehari-hari. Mulai dari memimpin perusahaan sampai diri kita sendiri.
Apa itu kepemimpinan model “T”?
T = Transcendental
Coba bayangkan, bagaimana mungkin seorang mau menjadi “calon pengantin” yang mati bunuh diri? Meninggalkan dunia yang indah dan lebay ini. Tanpa memungkiri fakta bahwa para pengantin rata-rata masih Ababil (ABG labil), kita harus mengakui kemampuan mereka dalam melakukan brain laundry (udah ga zaman lagi washing-washing).
Apa rahasianya? Saya menemukan secercah harapan penambal rasa penasaran setelah menonton video Daniel Pink tentang teori motivasi. Jadi menurut Pink, konsep motivasi yang hanya menawarkan insentif materi tidaklah cukup. Model reward-punishment, atau stick and carrot ini hanya cocok diterapkan bagi pekerjaan mekanis.
Untuk pekerjaan yang menuntut kreativitas dan knowledge based yang tinggi, seorang leader harus memberikan tiga hal:
- Otonomi. Kebebasan bagi stafnya untuk berkreasi.
- Mastery. Kemampuan seseorang untuk terus berkembang
- Transcendental purpose. Tujuan spiritual yang lebih tinggi. Demi Tuhan dan kemanusiaan.
Inilah kehebatan para perekrut pengantin, mereka mampu menciptakan makna transcendental spiritual sebagai motivasi utama. Para pengantin tidak ditawarkan insentif gaji sekian ribu dollar atau golden shakes hand yang menggiurkan.
Mereka menawarkan sebuah ultimate goal yang mampu mendorong manusia untuk mengorbankan hidupnya, memberikan nyawanya, meninggalkan semua yang dimilikinya. Sebuah tujuan yang tersembunyi didalam hati tapi selalu ada disetiap sanubari insan manusia: kerinduan makhluk kepada penciptanya.
Makna 3 Batu Bata
Saya tidak mengajak Anda untuk menjadi pengantin dan melakukan bom bunuh diri. Toh, kita semua pasti akan mati. Yang pasti, mulai saat ini, sebagai pemimpin pastikan kita selalu memberikan makna transcendental dalam setiap pekerjaan kita. Kita harus memberikan vitamin “T” untuk semua hal yang kita lakukan.
Apapun pekerjaan kita, apapun yang kita lakukan, yakinlah jika semua itu adalah usaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan memberikan pelayanan terbaik untuk manusia lainnya. Karena sebaik-baiknya manusia, adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Selain itu, pada hakikatnya manusia akan selalu berusaha bertanya tentang makna kehidupannya terhadap dunia disekitarnya.
Viktor Frankl, dalam Man’s Search for Meaning mengatakan bahwa pencarian manusia akan makna merupakan motivasi utama dalam hidup dan bukan merupakan pembenaran dari dorongan instingtif. Melakukan sesuatu tanpa makna berarti hampa, mendapatkan sesuatu tanpa makna berarti tidak nyata.
Makna ditemukan saat:
- Ketika kita menemukan diri kita sendiri.
- Ketika kita menentukan pilihan
- Ketika kita merasa istimewa
- Terbersit dalam tanggungjawab
- Makna lahir dalam situasi transendensi
Makna dalam hiduplah yang menjadi obor motivasi seniman besar, perusahaan kelas dunia, atlet terbaik, dan manusia-manusia yang mencatatkan nama mereka dalam lembaran sejarah. Makna transendensi yang lebih tinggi juga yang mendorong manusia untuk mengeluarkan seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki. Berusaha melakukan yang terbaik.
Setiap manusia memiliki makna hidup pribadi mereka masing-masing. Makna hidup saya berbeda dengan Anda. Dan tugas Anda sebagai seorang pemimpin adalah menciptakan nilai “T” (transcendental) guna membimbing bawahannya untuk melihat makna yang lebih luas.
Jika Anda menjadi mandor, lalu ada 3 tukang batu yang memasang batu bata dan kemudian bertanya, “Apa yang sedang kita kerjakan?”
Anda bisa menjawab:
“Kita sedang membangun tembok”
Atau:
“Kita sedang membangun rumah”
Tetapi, jika Anda seorang pemimpin dengan vitamin “T”, Anda akan menjawab:
“Kita sedang membangun peradaban!!!”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H