Mohon tunggu...
Yoga PS
Yoga PS Mohon Tunggu... Buruh - Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ka'bah Deket Rumah (2): Lakukan yang Bisa Dilakukan

13 April 2014   21:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya saya tidak menyangka. Bisa berangkat ke tanah suci, melihat ka’bah secara dekat. Siapa yang bisa mengira: Seekor Yoga makhluk hina yang tidak mengerti agama, bukan orang kaya, dan masih banyak dosa, bisa berdoa di depan baitullah. Berdiri di dalam kota suci. Tapi itulah kekuatan Tuhan. Jika ia berketetapan, tidak ada yang bisa melawan.

Cerita kepergian saya juga sebenarnya juga lucu. Dimulai dari doa. Dari keinginan. Harapan. Terus ada kesempatan yang tak sengaja. Tapi banyak orang bilang: itu panggilan. Karena ada orang mau, tapi tidak mampu. Dan ada orang yang mampu, tapi tidak mau. Tapi saya kita percaya: kita semua mampu. Asal kita mau.

Masih teringat saat itu sekitar tahun 2006. Selesai kuliah, saya sholat di musholla FEB (tumben sholat di musholla bro?). Setelah itu iseng-iseng membaca Koran dinding yang ada disana. Republika. Menulis berita tentang haji. Dan sedikit tentang ka’bah. Entah jin apa yang menyambar, tiba-tiba saya menangis. Benar-benar nangis. Ingin pergi kesana.

Terbayang keagungan dan kemegahan ka’bah. Rumah Tuhan. Pasti penuh kedamaian. Pasti menentramkan. Terlepas semua beban keduniawian. Saya juga penasaran, ada apa di dalam kubus batu yang menjadi kiblat sholat manusia sejagat itu? Saya membayangkan bisa memeluknya. Pasti akan sangat senang sekali. Lebih menyenangkan dari membayangkan memeluk Miyabi. Hihihi.

Saya juga sempat protes: kenapa tanah suci koq jauh sekali. Mahal lagi. Kenapa sih ga buka cabang aja? Pasti rame dan menguntungkan. Atau di ekspor untuk pemerataan tempat spiritual di muka bumi gitu, sehingga ga perlu harus ke arab sana. Apa saya bisa pergi kesana? Seorang mahasiswa bego dengan IPK pas-pasan dan duit cuma cukup makan Senin Kamis.

Tapi saya masih ingat qutipan dari film Great Debaters yang sering saya rapalkan berulang:

Kutahu yang Kumau. Eh itu kan slogan jadul minuman soda...

Apapun makanannya, minumnya... kemakan iklan lagi kan T_T.

“Do what you can do, so you can do what you wanna do”.

Lakukan apa yang bisa dilakukan.

Action

Hidup adalah sekumpulan rantaian aksi. Hanya terkadang manusia lupa diri, dan terlarut dalam banyak mimpi. Ingin pintar? Belajar! Ingin kaya? Usaha! Ingin langsing? Olahraga! Ingin lihat orang ganteng? Tatap wajah saya! Duaaarrrrrrrr.

Semua aksi pasti menghasilkan reaksi. Sederhana kan? Tapi memang Sang Pencipta memiliki logika yang berbeda. Jika kita ingin melakukan perjalanan dari point A ke point B, terkadang Tuhan memaksa kita “berputar” ke point C, D, E, F sampai Z, baru kembali ke point B.

Sampai saya lulus dan ngacung di Jakarta. Masih aja belum cukup tuh buku tabungan (buku tabungannya sih cukup, saldonya yang kering kaya padang pasir). Apa iya saya bisa kesana?

Saya memulai rencana umroh saya dengan berdoa, lalu membeli buku panduan haji dan umroh. Tak hanya itu, saya juga membacanya, dan sering mengucapkan lantunan talbiyah. Pikiran saya sederhana saja: kalau belum bisa kesana, setidaknya sudah berlatih untuk kesana.

Mungkin ini yang disebut Mestakung (meminjam Prof Yohanes Surya) atau law of attraction-nya Rhonda Byrne. Tapi menurut saya, apa yang saya lakukan disebut ikhtiar. Bukan magic. Bukan kekuatan supra natural. Bukan the power of mind.

Karena alam punya hukum yang tak pernah mati: siapa yang menabur, akan menuai. Yang memberi, akan menerima. Dan yang berusaha, akan menemukan jalannya. Dan jalan Tuhan itu ada banyak. Saya harus “kesasar ke Nepal”, sebelum mendapat jalan menuju Ka’bah. Insya Allah akan saya share di tulisan selanjutnya .

Seperti commercial ads inspiratif dari Thailand ini (baru di upload 3 April 2014 lalu sudah 7 juta views!). Yang memberi, pasti menerima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun