Mohon tunggu...
Yoga PS
Yoga PS Mohon Tunggu... Buruh - Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ka'bah Dekat Rumah (5): Imigrasi Paling Sakti

1 Juni 2014   21:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:50 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah mendapat visa, baru sadar: tinggal 2 hari dan saya belum nyiapin apa2!

Baju belum di packing, ihram belum nyari, duit riyal belum dapat, disana tinggal dimana juga ga tahu! Ini disebabkan saya sempat meng-cancel salah satu bookingan hotel di mekah. Karena based on info dari Om, hotel yang saya booking jauh dari masjidil haram. Memang waktu saya book harganya lumayan miring, bintang 4 dengan harga 500rb an/malam.

Dari Jeddah ke Madinah naik apa? Ga tau. Ntar nginep dimana? Ga tau. Emang bisa bahasa arab? Ga tau. Bisanya Cuma al-fatihah ama amin. Jadi boleh dibilang, saya bonbis aja. Bondo bismillah. Yang penting bukan bonbin. Kebon binatang.

Hari sabtu saya ambil visa sekalian ke money changer. Sengaja ga bawa duit banyak. Ya karena emang duit saya ga banyak hehehe. Yang penting cukup buat makan dan transportasi. Akomodasi? Pintu masjid masih menanti hihi. Pengalaman backpacking dan cita-cita menjadi james bon (jaga mesjid dan kebon) membuat saya bisa tidur dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja (dengan gaya apa aja?).

Urusan baju ihram saya dapat dari Om yang nolongin ngurus visa. Masih ada logo bank didalamnya. Buku panduan haji dapat sumbangan dari temen kantor (makasih Mbak Satyo!). Translator arab dapat dari mbah google setelah diberitahu temen (tq cuk Wana).

Ke terminal rawamangun dianter kakak. Ga pake tuh rombongan sekampung. Ga pake selametan. Ga ada sholawatan. Ga pake ngundang tetangga se-RT. Berangkat ya berangkat aja. Pokoknya saya Cuma bawa satu ransel backpack, dan satu ransel kecil wadah paspor.

Di terminal 3 saya ketemu rombongan dari tasik. Sekitar 20 orang. Umroh juga. Alhamdulilah ada temennya. Jadi rame. Mereka sengaja naik AirAsia untuk menekan biaya tiket. Satu orang cukup bayar 17 juta. Beda misalnya kalo naik full service carrier. Biaya umroh bisa membengkak.

Penerbangan saya ke Kuala Lumpur (KL) dulu. Sampai KL agak malam. Masih mendarat di KLCC. Sekarang AirAsia pindah ke klia2. Lebih baru dan megah katanya. Belum sempat kesana. Setelah menunggu sekitar 3 jam yang saya isi sambil tidur2 ayam dan cari makan, pesawat Airbus 330 yang membawa ke Jeddah akhirnya tiba.

Latihan Kesabaran

Di pesawat saya bersebelahan dengan ibu dari Malaysia. Dia kaget saat tahu kalo saya solo backpacker. Langsung deh dikasi wejangan tips and trick selama disana. Tak cukup disitu, eh saya malah dikasi duit! Katanya setelah saya cerita, dia jadi inget ama anaknya. Meski muka saya mungkin mirip ama supirnya hehehe.

Penerbangan berlangsung smooth. Setelah menempuh 8 jam penerbangan kami landing sekitar jam 7 pagi di terminal haji. Kalo negara lain kan biasanya lagsung cepat-cepat ke imigrasi. Saya coba berinisiatif turun. Baru nyampe bawah langsung disuruh balik ama petugas. Katanya belum waktunya.

“Go back! Go back!” kata yang jaga.

Akhirnya saya kembali keatas. Menunggu bareng jamaah umroh yang lain. Sambil menunggu ada yang membeli sim card, ada yang kekamar mandi, ada yang tiduran sampai tidur beneran. Berjam-jam kami harus menunggu. Sampai akhirnya ada pengumuman bahwa kami boleh turun. Penantian belum berakhir sodara2. Petugas imigrasi yang mirip Ridho Roma sudah menanti. Saya kaget. Koq bisa ya orang arab wajahnya ke-Ridho roma2-an?

Berdasarkan bayangan saya, antri imigrasi sangatlah sederhana. Seperti pengalaman negara lain yang pernah saya kunjungi. Kita mengantri, petugas imigrasi akan memerika paspor, melakukan scanning sidik jari, foto, lalu men-cap paspor disertai senyuman: “Welcome to Saudi Arabia..”.

Tapi realita tidak seindah real madrid. Kami harus ngantri lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii. Saya sampai mikir, Ini ngantri imigrasi apa antri mau di hisab sih? Lama banget. Saya ga bisa bayangin waktu musim haji. Pasti suasana kaya di padang ma’syar. Orang2 campur baur dari segala penjuru dunia. Apakah prosesnya selama ini?

Imigrasi Sakti

Setelah saya selidiki, proses lama ini terjadi karena sistem kerja petugas imigrasi itu sendiri. Prosesnya gini:

Pertama, dia akan cek tuh orang punya hape. Ada pesan whatssapp atau nggak. Kedua, Anda akan dilirik sebentar. Ketiga, balik lagi lihat hape, mungkin ada notifikasi facebook. Keempat, paspor Anda akan dilihat, diraba, dan diterawang. Untung bukan diputer, dijilat, dicelupin.

Kelima, terus ya balik lagi ke hp dia. Satu menit. Ada balasan whatsapp. Dia ketik2 bentar. Ada balesan lagi. 3 menit berlalu dan dia ketawa2. Balas lagi. Hening. Sudah 5 menit. Yang diajak whatsapp belum bales. Dia akhirnya noleh lagi ke komputer.

Baru mau input data, eh bangke ada balesan whatsapp lagi. Lupa ama komputer. Ga inget ama paspor. Kembali lagi ke step pertama. Begitu terus hingga dia mulai bosan dan agak sadar kalau ada manusia yang menempuh 8 jam penerbangan dan butuh satu stempel simpel. Tinggal ngecap doank apa susahnya ya akhi?.

Ritual ini berlangsung belasan hingga puluhan menit tergantung amal perbuatan Anda selama di dunia. Kalo mau ngantri saran saya bawa kaki palsu buat cadangan kalo pegel ya hehehe. Bagi saya pribadi, ini adalah imigrasi paling sakti yang pernah saya kunjungi. Petugas yang biasanya dipaksa ramah dan penuh senyum, disini dibebaskan berbuat sekehendak hati.

Setelah 5 jam menunggu, iya 5 jam! LIMA JAM! el-i-em-a je-a-em (landing sebelum jam 7, baru bisa keluar imigrasi pas dhuhur), akhirnya saya bisa merasakan sengatan matahari Saudi. Ternyata beda ya ama matahari di Indonesia. Di Saudi matahari-nya panas. Sedangkan matahari di Indonesia kan ber-AC dan sering ngasih diskon 70% kalau akhir tahun. Gara-gara kepanasan jadi nulis guyonan garing gini.

Nah, permasalahan hidup baru dimulai sodara-sodara. Bagaimana cara pergi ke Madinah?

Minggu depan insya Allah akan saya ceritakan bagaimana bisa saya dapat transportasi nyaman ke Madinah, 6 jam perjalanan, disertai wisata jalan-jalan, dengan harga: gratis!.

Karena selalu ada jalan dari Tuhan, bagi mereka yang ingin berkunjung ke rumah Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun