Tapi ada yang saya kagumi dari diktator tangan besi ini: semangat belajar yang tak pernah mati. Kemanapun Stalin pergi, dia akan membawa setumpuk buku. Bahkan dia mampu mengubah masa hukuman penjara di Batumi menjadi universitas kecil, dengan jadwal kuliah dan bacaan wajib untuk tahanan lain.
Ketika Stalin mendapat pengasingan ke Siberia dan kemudian pindah ke lingkaran Arktik kutub utara, hal yang dia inginkan tetaplah sama: buku dan pengetahuan baru.
“Temanku,” tulisnya kepada Zinoviev, “Salam hangatku kepadamu.. Aku menunggu buku-buku... Aku juga memintamu untuk mengirimiku beberapa jurnal bahasa Inggris (edisi lama ataupun baru tidak masalah – untuk bacaan saja karena tidak ada bacaan berbahasa Inggris di sini dan aku takut, tanpa berlatih, aku akan kehilangan semua keterampilan bahasa Inggris yang sudah kupelajari).
Kombinasi kecerdasan seorang pemikir dan kekejaman seorang perampok membuat Stalin mampu menyingkirkan musuh-musuhnya dan mendirikan Uni Soviet. Bahkan ketika sudah berusia 70 tahun dan menaklukkan Berlin, Stalin tetaplah seorang pembelajar.
“Lihat aku”, kata Stalin sekitar tahun 1950, “Aku tua dan aku masih belajar”.
Buku-buku perpustakaan Stalin semuanya dengan hati-hati diberi catatan dan coretan kecil. Tanda sering dibuka dan dibaca.
Karena itu izinkan saya meniru Stalin:
“Aku muda dan masih harus banyak belajar”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H