Diary Pemuda Bersayap Hitam (Bagian 10)
Demi apa aku menulis sebanyak ini. Iya, hanya demi kamu. Waktuku tak banyak. Hanya beberapa bulan mendampingimu. Yang mungkin akan kau lupakan atau untuk kau kenang.
Kian lama, aku melihat manusia semakin hancur. Banyak yang tidak belajar tentang hati. Mereka lebih banyak belajar tentang raga yang fana.
Otak boleh bertambah cepat. Tetapi kemampuan menggunakan hati bertambah pelan. Ya, kita tidak jangan memaksakan semuanya.
Yang lain, aku tak peduli. Hanya berharap kelas ini akan menjadi penerusku. Mungkin suatu saat nanti. Tidak sekarang. Aku saja, baru menyadari bahwa hati itu penting.
Terbukti, ketika raga mati. Yang tersisa adalah hati. Kita mengenal Nabi Muhammad yang hatinya sebaik-baiknya manusia. Kita tidak mengenal raganya. Karena tak mungkin kita mencontoh raganya, bukan?
Diary Yoga Prasetya untuk anak-anaknya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H