Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Tahun-Tahun yang Menyala (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Puasa Ikut NU, Lebaran Ikut MU?

2 April 2022   08:28 Diperbarui: 2 April 2022   08:37 2189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Puasa Ikut NU, Lebaran Ikut MU?

Barusan, saya membuka Instagram dan melihat postingan Habib Husein Hadar. Bagi yang belum tahu, beliau adalah seorang pendakwah yang banyak diminati oleh remaja. Uniknya, mayoritas remajanya ialah yang humoris.

Pada postingan "Cerita Pindah-Pindah Aliran dalam Islam" banyak sekali komentar remaja humoris. Salah satunya komentar @am._aris. komennya: puasa Ikut NU, lebaran ikut Muhammadiyah. Nanananana.

Hihihi. Mohon pembaca jangan emosi dulu, ya. Karena konteksnya adalah humor, mohon bersabar. "Ojo kereng-kereng" alias jangan menakutkan.

Sebagai seorang guru, saya juga sering menemukan murid humoris yang seperti itu. Orang-orang seperti mereka harusnya dirangkul, bukan dimarahin. Itu merupakan salah satu metode dalam mendidik.

Kembali ke komentar di postingan Habib, memang faktanya ada lho di masyarakat yang seperti itu. Saya menyebutnya oknum. Oknum tersebut, mengambil enaknya saja dan mencampurkan sesuatu yang kurang tepat.

Kita harus konsisten dalam hidup. Kalau memilih metode penentuan awal dan akhir ramadan yang digunakan NU, maka ya harus sampai selesai. Begitu juga dengan bila kita memilih metode yang digunakan MU. MU itu Muhammadiyah ya. Bukan Manchester United apalagi Madura United. Hehehe.

Selain masalah pencampuran tersebut, ditemukan juga oknum yang fanatik. Misalnya, opini metode yang benar itu NU, yang MU salah. Nah, ini juga polemik nyata di masyarakat. Padahal, masih tahap berbeda organisasi, bagaimana bila sampai ke ranah beda agama? Jadi, tambah luas masalahnya.

Jadi, apapun organisasi pilihan kita, ikuti saja petunjuknya secara kaffah (menyeluruh). Terima yang enak dan gak enaknya. Itulah konsekuensi yang harus dijalankan. Selain itu, kita juga perlu belajar toleransi.

Beda organisasi adalah sunnatullah. Jadikan perbedaan sebagai rahmat, bukan awal konflik. Semoga ramadan tahun ini membawa berkah bagi kita. Salam hangat dan sehat selalu.

Artikel Yoga Prasetya, Malang, 2 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun