Puasa Ikut NU, Lebaran Ikut MU?
Barusan, saya membuka Instagram dan melihat postingan Habib Husein Hadar. Bagi yang belum tahu, beliau adalah seorang pendakwah yang banyak diminati oleh remaja. Uniknya, mayoritas remajanya ialah yang humoris.
Pada postingan "Cerita Pindah-Pindah Aliran dalam Islam" banyak sekali komentar remaja humoris. Salah satunya komentar @am._aris. komennya: puasa Ikut NU, lebaran ikut Muhammadiyah. Nanananana.
Hihihi. Mohon pembaca jangan emosi dulu, ya. Karena konteksnya adalah humor, mohon bersabar. "Ojo kereng-kereng" alias jangan menakutkan.
Sebagai seorang guru, saya juga sering menemukan murid humoris yang seperti itu. Orang-orang seperti mereka harusnya dirangkul, bukan dimarahin. Itu merupakan salah satu metode dalam mendidik.
Kembali ke komentar di postingan Habib, memang faktanya ada lho di masyarakat yang seperti itu. Saya menyebutnya oknum. Oknum tersebut, mengambil enaknya saja dan mencampurkan sesuatu yang kurang tepat.
Kita harus konsisten dalam hidup. Kalau memilih metode penentuan awal dan akhir ramadan yang digunakan NU, maka ya harus sampai selesai. Begitu juga dengan bila kita memilih metode yang digunakan MU. MU itu Muhammadiyah ya. Bukan Manchester United apalagi Madura United. Hehehe.
Selain masalah pencampuran tersebut, ditemukan juga oknum yang fanatik. Misalnya, opini metode yang benar itu NU, yang MU salah. Nah, ini juga polemik nyata di masyarakat. Padahal, masih tahap berbeda organisasi, bagaimana bila sampai ke ranah beda agama? Jadi, tambah luas masalahnya.
Jadi, apapun organisasi pilihan kita, ikuti saja petunjuknya secara kaffah (menyeluruh). Terima yang enak dan gak enaknya. Itulah konsekuensi yang harus dijalankan. Selain itu, kita juga perlu belajar toleransi.
Beda organisasi adalah sunnatullah. Jadikan perbedaan sebagai rahmat, bukan awal konflik. Semoga ramadan tahun ini membawa berkah bagi kita. Salam hangat dan sehat selalu.
Artikel Yoga Prasetya, Malang, 2 April 2022