Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Tahun-Tahun yang Menyala (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Awal Pencarian Sepuluh Anak Indigo

21 Desember 2020   19:30 Diperbarui: 21 Desember 2020   19:37 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#Episode ke-7 Novel KGSG

Ular raksasa yang tadi juga dilihat oleh anak didiknya dengan gagah bergerak melingkar mendekati Pras. Lampu di ruangan itu serasa meredup. Dan suara layaknya guntur menggelegar secara mendadak.

"Hai manusia yang dijaga seorang peri. Siapa namamu?" Ucap sang naga dengan suara berat.

"Panggil saja Pras," ujarnya dengan jantung berdetak kencang.

Melalui penerawangannya, Naga itu membaca garis tangan Pras. Ia lahir satu tahun sebelum Gunung Merapi meletus. Ketika itu, Sang Naga baru saja naik takhta menjadi penjaga hutan dekat Gunung Merapi. Dan dua puluh delapan tahun kemudian, ia memilih menjadi pengganti Sosok Sakera yang mengorbankan jiwanya untuk Pak Marjono, seorang kepala sekolah.

Kata Pak Mar, Pras termasuk orang pilihan. Ia bukan seorang indigo tetapi mendapatkan tugas sebagai perantara membangun generasi emas Indonesia di tahun 2045. Namun, kemampuannya masih lemah untuk menghadapi tantangan gaib yang ada. Makanya, Yang Maha Kuasa menurunkan seorang peri bernama Ayu untuk membimbingnya.

Dalam perjalanannya sebagai orang pilihan, Pras menjalani ujian dari kuntilanak merah. Ia kemudian bertemu dengan jin qorin leluhur Pak Marjono yang bergelar Sakera. Tak lama setelah itu, datanglah segerombolan genderuwo bersama dengan raga Pak David yang telah dikendalikan. Pada akhirnya, Pras sampai di titik pertemuan dengan sosok naga legendaris dari Gunung Merapi.

"Anak muda, jangan takut padaku. Aku yang akan menjaga sekolah ini dari ancaman luar," ujar Naga bersisik emas.

Naga itu lalu memberikan tugas kepada Pras untuk mencari sepuluh anak indigo di sekolah ini. Mereka harus mendapatkan pembinaan dari Sang Naga dan kepala sekolah. Di masa depan, mereka bukan hanya berhadapan dengan manusia tetapi juga makhluk gaib.

"Bagaimana caranya aku mengenali bahwa mereka adalah indigo?" tanya Pras.

"Kau akan belajar dari pengalaman Pak Pras. Tenang saja, Ayu akan selalu mendampingimu," timpal Sang kepala sekolah.

Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 dan mereka melanjutkan pembicaraan itu di keesokan harinya.
Sementara itu, Sang Naga menghilang bersama sepinya ruang kepala sekolah.

***

Sekolah tempat Pras mengabdi bernama SMPN 1. Letaknya di Kota yang banyak ditumbuhi bunga-bunga indah. Dari semua sekolah yang ada di kota ini, bahkan di negara ini, hanya SMPN 1 yang memiliki gerbang antar dimensi.

Sejarahnya, tempat ini merupakan petilasan dari raja-raja besar di zamannya. Kemudian berubah menjadi benteng di zaman kolonial. Hingga pemerintah orde baru menjadikannya sebagai pabrik. Barulah di era reformasi, sekolah ini berdiri dan mengalami peningkatan pesat di bawah kepemimpinan Pak Marjono.

Pukul 06.40 Bel berbunyi. Para siswa kelas 9 menuju ke masjid sekolah untuk melaksanakan salat duha. Sementara itu, siswa kelas 7 dan 8 mengaji bersama wali kelas masing-masing. Pras yang bukan wali kelas berkeliling mulai lantai satu hingga tiga untuk mengecek kondisi kelas.

Ia tak sendirian karena ditemani Ayu, sang peri. Sejak kedatangan Naga, Pras sudah tak pernah melihat sosok kuntilanak ataupun genderuwo. Ia hanya melihat sosok "anak kecil" yang keberadaannya tak mengusik para manusia. Pun terkadang ada "hewan gaib" beterbangan atau hanya singgah sejenak di ranting pohon sekolah.

Pras berhenti di kelas 8J yang kebetulan sedang tidak ada wali kelas. Ia masuk dan memandang bangku paling belakang. Ya, anak itu terlihat sedang menatap Ayu.

"Anak-anak, sambil menunggu wali kelas kalian datang, silakan baca surat Al-Baqarah dan baca secara bersama-sama," kata Pras pada anak-anak tahfiz ini.

"Pak Pras, boleh saya izin ke kamar kecil?" tanya anak itu sembari mendekat pada Pras.

"Pak, saya bisa melihat perempuan di samping Bapak," ucapnya lirih.

Penulis: Yoga Prasetya/Bilik Apresiasi

"Tulisan ini merupakan episode ketujuh novel KSKG dan artikel ke-17 Yoga Prasetya tentang fiksi horor di Kompasiana."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun