Sebelum masuk tim KIR, Dania adalah jagoan saya di bidang menulis kreatif dan teater (khususnya deklamasi puisi). Ketika ada tawaran gabung tim KIR, ia memilih untuk menjadi ilmuwan ketimbang sastrawan. Tak perlu disesalkan karena usaha kerasnya bisa membuat saya semakin yakin bahwa pilihannya adalah tepat. Dan, bersyukurlah saya juga punya pengganti yang sepadan dengannya. Mungkin akan saya tulis di artikel berikutnya.
4. Ain Nur
Tahun lalu menjadi pertemuan yang mengakrabkan antara saya dan Ain. Selama tiga hari di SMA Kharisma Bangsa Tangerang, kami intensif berkomunikasi. Pembawaannya yang kalem kadang mengecoh, ternyata cara kerjanya sangat terampil dan cekatan. Sangat cocok untuk karakter seorang saintis masa depan.
5. Nahda Nur
Dua tahun lalu di ajang ISPO (Indonesian Science Project Olympiad) kami bertemu. Satu hal yang saya pelajari dari Nahda adalah ia termasuk anak yang patuh pada pembinanya. Mungkin ini terkesan kurang diperhatikan. Namun, percayalah bahwa kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual tetapi juga sikap rendah hati kepada gurunya.
Demikianlah, kisah saya bersama Lima Srikandi yang prestasinya lebih baik dari saya, gurunya. Mari kita berdoa semoga kelak mereka bisa berbakti pada bangsa Indonesia. Tidak ada kejayaan negara yang instan. Hari ini kita memupuk tunas bangsa dengan perlahan.
Salam perjuangan.
Yoga Prasetya "Pejuang Pendidikan".
Tulisan ke-107
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H