Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Tahun-Tahun yang Menyala (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalaman Mengajar Anak PAUD hingga Mahasiswa, Manakah yang Paling Berkesan?

21 November 2020   18:02 Diperbarui: 21 November 2020   19:05 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, tempat mengajarnya di kampus tetapi yang diajar adalah anak SMA. Benar-benar pengalaman yang unik. Kesan saya saat mengajar anak SMA adalah dag dig dug. Ternyata, di antara siswi yang saya ajar, ada yang suka sama saya. Namun, saya mencoba untuk tetap profesional.

Selain itu, materi pelajarannya juga mulai berat. Saya harus mempersiapkan bahan ajar sebelum masuk kelas. Berbeda dengan ketika mengajar anak SD atau SMP.

Lulus S1, Alhamdulillah masih ada rezeki untuk kuliah lagi. Waktu itu, biaya kuliah S1 saya paling murah karena diterima melalui jalur seleksi tulis nasional (SNMPTN 2010). Akhirnya, bisa menabung untuk lanjut kuliah.

Universitas Negeri Malang menjadi tujuan utama karena dosen saya di Jember banyak yang lulusan UM. Saat masuk semester 3, saya merasakan menjadi dosen selama satu semester. Dr. Yuni Pratiwi menyebut pekerjaan saya sebagai dosen magang.

Karena fokus tesis saya tentang cerpen, maka saya dipilih menjadi dosen magang Apresiasi Prosa Fiksi. Saat itu dosen pamong saya adalah almarhumah Dr. Hamidah. Kesan saya menjadi dosen ialah merasa terpandang, pintar, dan keren.

Entahlah, itu memang sebuah kejujuran yang saya rasakan. Namun, saya mencoba mengubah paradigma dosen yang jaga jarak dengan mahasiswa. Soalnya, ketika saya menjadi mahasiswa, rasanya para dosen punya gap yang cukup besar dibandingkan guru.

Mungkin, agar dosen tetap terlihat wibawa di hadapan mahasiswa. Pada akhirnya, pengalaman saya mengajar di kampus membuat cita-cita untuk menjadi dosen semakin tinggi. Saya berkali-kali melamar pekerjaan jadi dosen tetapi belum rezeki. Akhirnya, kini menjadi guru dan melahap berkah dari madrasah.

Itulah pengalaman mengajar anak PAUD hingga mahasiswa. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya. Menurut sobat kompasianer, manakah yang paling berkesan?

Tulisan ke-101 Yoga Prasetya.

Malang, 21 November 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun