Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Tahun-Tahun yang Menyala (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Harus Pindah Warga Negara untuk Hidup Lebih Baik

11 Oktober 2020   07:42 Diperbarui: 11 Oktober 2020   08:07 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak didik saya di USA (dokpri yang dimuat laman kemenag)

Pindah warga negara untuk hidup lebih baik adalah sebuah pilihan. Begitu juga dengan tetap menjadi WNI (Warga Negara Indonesia). Menurut saya, tidak ada yang salah karena semua bergantung pada situasi dan kondisi masing-masing individu.

Pada kesempatan kali ini, saya akan berbagi cerita edukatif tentang anak didik saya yang mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional dalam ajang World Scholars Cup 2019 di Filipina dan puncaknya di Amerika. Mereka tidak "ujug-ujug" datang ke negara lain lalu juara. Ada proses panjang yang harus mereka lalui. Berikut kisah lengkapnya. 

1. Berlatih Keras dan Cerdas di Tengah Padatnya Pembelajaran Sekolah 

Ikut lomba dan tetap rajin belajar (dokpri)
Ikut lomba dan tetap rajin belajar (dokpri)

Terkadang, mengikuti lomba menjadi alasan beberapa anak didik untuk "bolos" pelajaran saya. Namun, mereka tidak. Faktanya, mereka menyempatkan ikut belajar bahasa Indonesia bersama saya di kelas. Meski tidak setiap pertemuan mereka bisa ikut pelajaran, karena adanya pembinaan khusus untuk lomba. 

Saya sampaikan kepada mereka untuk melakukan manajemen waktu. Berlatihlah keras saat pembinaan dan belajar cerdas dalam pembelajaran. Waktu longgar dibuat untuk mengikuti pelajaran wajib di kelas. Itulah trik sukses ikut lomba dan tanpa melupakan pelajaran wajib seperti matematika, IPA, dan bahasa Indonesia.

2. Menahan Nafsu di Bulan Ramadan dan Juara Tingkat Nasional

Anak didik saya meraih juara nasional (dokpri yang dimuat laman kemenag)
Anak didik saya meraih juara nasional (dokpri yang dimuat laman kemenag)

Pembinaan lomba selama berbulan-bulan memang sedikit membuat mereka "jenuh". Apalagi, lomba tingkat nasional bertepatan dengan bulan Ramadan. Mereka harus menahan lapar, dahaga, dan emosi saat mengikuti lomba. 

Dalam lomba tingkat nasional yang bertempat di SMA Ciputra Surabaya, 15 anak didik saya berhasil mendominasi perolehan medali hampir di tiap cabang lomba. 

Lomba tersebut adalah team debate, collaborative writing, scholars chalenge (tes 120 soal bahasa Inggris), dan scholars bowl (kuis bahasa Inggris). Dengan total 64 medali, mereka berhak mewakili Indonesia di tingkat Asia tepatnya di Manila, Filipina.

3. Ketatnya Kompetisi Tingkat Asia

Perjalanan anak didik di tingkat Asia (dokpri yang dimuat laman kemenag)
Perjalanan anak didik di tingkat Asia (dokpri yang dimuat laman kemenag)

Ini adalah kali pertama mereka ke Filipina dan merasakan atmosfer yang jauh berbeda dengan tingkat nasional. 

Anak didik saya yang ikut kompetisi di Filipina adalah Tim 1 (Aline Anismara, Maftuhatussyifa, Nasya Nisrina Zahira), Tim 2 (Rayyani Yahya, Ahmad Naufal Maheswara Puspito, Abhista Dwi Putra Ramadany), Tim 3 (M. Rizky Damary, Achmad Rahiil Fauzi, Figo Ramadhan Firmansyah), Tim 4 (Ananda Amalya Hasya, Kayana Ayunda Diyanti, Azzahra Rahayu Eka Putri) dan Tim 5 (Nashwa Amilla Rahmadhany, Khalisa Aliya Ammara, dan Sevina Putri Salsabila).

Mereka akan bersaing dengan 1500 siswa dari 31 negara yang mengikuti kompetisi World Scholar's Cup (WSC) 2019 Global Round Asia. 

Alhamdulillah, mereka membawa pulang 21 medali emas dan 41 medali perak. Namun, sedihnya tidak semuanya bisa melanjutkan ke babak final di Amerika karena poin yang belum terpenuhi.

Untuk bisa lolos ke Tournament of Champion di Amerika, sebuah tim harus memiliki nilai merata di bidang writing, debate, scholars chalenge, dan scholars bowl. Adapun poin minimal secara keseluruhan adalah 25.000.

4. Menuju Puncak dan Pengalaman tak Terlupakan

Sang juara kembali disambut perwakilan Kementerian Agama (dokpri yang dimuat laman kemenag)
Sang juara kembali disambut perwakilan Kementerian Agama (dokpri yang dimuat laman kemenag)
Lomba yang diikuti anak didik saya akhirnya sudah sampai pada puncaknya. World Scholars Cup: Tournament of Champion (ToC) ini ibarat Piala Dunia dalam sepak bola yang hanya diikuti oleh pemain dari negara terbaik di setiap benuanya.

Pada tahun 2019, kompetisi ToC berlangsung selama empat hari, 8-11 November 2019. Kegiatan tahunan di Yale University, New Heaven, Connecticut, USA ini diikuti 333 tim dengan 999 peserta dari lebih 60 negara.

Dah dig dug. Itulah yang mereka sampaikan kepada saya saat mengikuti lomba tersebut. Seperti sebuah mimpi bisa berkesempatan ke Amerika, ucap Aline, salah satu anak didik saya. Saya sampaikan bahwa kalian sudah sangat luar biasa sampai di titik ini. 

Alhamdulillah, perjuangan mereka dari MTsN 1 Kota Malang, nasional, Asia, hingga Amerika menjadi sebuah pengalaman yang tidak akan bisa mereka lupakan. Tak tanggung-tanggung, mereka mengharumkan nama Indonesia dengan menyumbang 21 medali, 4 Gold dan 17 Silver. 

Dari kisah perjalanan anak didik saya, ada hikmah yang bisa kita petik. Kita tidak harus pindah menjadi warga negara lain untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. 

Memang harus diakui bahwa sistem pendidikan dan perekonomian Indonesia belum sekuat negara lain. Namun, hal tersebut bukan alasan bagi kita untuk pindah dan menyerah berjuang demi kemajuan bangsa Indonesia. 

Penulis: Yoga Prasetya, S.Pd., M.Pd. (seorang guru yang mendirikan Komunitas Sastra Madrasah untuk mewadahinya bakat menulis dan teater anak)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun