Saat pembelajaran puisi melalui zoom, salah satu anak didik saya bertanya, "Pak, bagaimana jika pemahaman kita tentang puisi berbeda-beda?"
Jawaban saya saat itu, "Beberapa puisi memang ada yang memiliki tafsir berbeda-beda tiap orang. Namun, dalam pembelajaran di tingkat SMP, saya akan cari puisi yang mudah kalian pahami."
Baca juga: Menggugat Puisi "Hujan Bulan Juni"
Memahami sebuah puisi itu seperti memahami kehidupan. Banyak faktor yang memengaruhi pemahaman tersebut. Misalnya, adanya pandemi Covid 19 bisa disikapi berbeda-beda oleh setiap orang. Bagi si A, pandemi adalah cara Tuhan menguji iman manusia. Bagi si B pandemi adalah konspirasi. Bagi si C pandemi adalah keberuntungan. Maskernya bisa laris manis.
Nah, ternyata ada empat faktor yang menyebabkan pemahaman seseorang terhadap puisi berbeda-beda. Apalagi puisi yang dikategorikan "sastra tingkat tinggi" seperti karya Sutardji Calzhoum Bachri. Berikut empat faktor tersebut.
Baca juga: Kritik Sastra Puisi "Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu"
Pertama, tingkat pemahaman seseorang terhadap setiap kata yang ada dalam puisi. Semakin banyak kata yang mudah dipahami, semakin mudah pula dalam memaknai puisinya.
Kedua, tingkat pengenalan atau pergaulan seseorang dengan puisi. Seseorang yang sering membaca atau bahkan menulis puisi akan mudah mengenali isi yang terkandung dalam sebuah puisi.
Ketiga, pengalaman pribadi. Seorang yang pernah merasakan cinta akan mudah memahami puisi berjudul "Aku ingin" karya Sapardi Djoko Damono daripada seorang anak SD atau SMP.
Keempat, penguasaan teori sastra. Orang yang paham majas, konotasi, simbol, dan pengimajian lebih mudah memahami sebuah puisi daripada orang yang belum paham.Â
Untuk menguji pemahaman kita tentang puisi, silakan baca puisi saya yang bertopik "ruu cipta kerja disahkan" berikut ini. Selamat membaca
---
Suaraku Tak Mau Bungkam!
untuk ayah ideologisku, Wiji Thukul
Upahku terkekang dalam generalisasi
Laba perusahaan meroket tinggi
Pengusaha dan penguasa tertawa hihihi
Kebahagiaanku menjadi sebatas ilusi
Adakah cara yang bisa kuperbuat selain berserah diri?
Lembar lembir lembur lember Lembor
Seperti mantra oh hidup manusia
Jika ingin kaya ya lembur di hari raya
Namun, utang datang mengambil secara paksa
ternyata pion tetaplah pion, raja tetaplah jaya
Sang buruh bekerja tanpa batas lelah
Si otoriter semakin haus akan darah
Bila proyek selesai ia buang yang lemah
Bila mangkrak, bahagia semakin jauh
Pilih kontrak seumur hidup atau PHK?
Aku hanya mewakili buruh yang senasib
Bukan buruh negeri yang terjamin aman
Waktu istirahatku terpotong kebijakan
Tak ada jaminan tak ada kesejahteraan
Aku harus siap sedia menerima imbauan
Inilah akhir dari kritik bentuk kata
Sah! Mereka permudah perekrutan TKA
Yok asing aseng datang tertawa hahaha
Apabila esok kau tak melihat rupa sahaya
Berarti Yoga Prasetya tinggallah nama
Malang, 6 Oktober 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI