Pasal 129 ayat (1) PP No. 55/2012. Setelah dilakukan uji tipe maka Sertifikat Uji Tipe akan diberikan oleh instansi Kementrian Perhubungan.
Beberapa modifikasi kendaraan bermotor yang dapat dilakukan adalah:
Modifikasi dimensi yang meliputi pemanjangan atau pemendekan sasis landasan (chassis) tanpa mengubah jarak sumbu roda (wheelbase) dan konstruksi kendaraan bermotor tersebut. Contoh dari modifikasi dimensi antara lain pemasangan bumper tambahan pada bagian depan atau belakang kendaraan, yang mampu menjadi alat bantu derek dan trailer.
Modifikasi pada bagian dapur pacu (mesin) dengan mengganti mesin dengan merek dan tipe yang sama dari kendaraan aslinya. Artinya penggantian merek dan tipe mesin (engine swap) dari merek lain tidak diperkenankan apabila merek tidak sama dengan spesifikasi bawaan kendaraan bermotor tersebut.
Modifikasi daya angkut  dengan mengubah sumbu bagian belakang tanpa mengubah jarak sumbu roda (wheelbase). Material yang ditambahkan harus sama sengan sumbu aslinya dan harus dilakukan perhitungan sesuai dengan daya dukung jalan yang dialui. Ini disebabkan karena dengan adanya penambahan sumbu memungkinkan penambahan daya angkut kendaraan. Bila sampai kemampuan angkut kendaraan tersebut melebihi daya dukung jalan maka modifikasi tersebut tidakdiperkenankan. Hal ini sering kita jumpai pada truk dengan kemampuan gandeng.
Pembelian onderdil atau aksesoris variasi untuk modifikasi tidak memerlukan izin selama tidak mengubah tipe, bentuk, ukuran, serta hal lain yang diatur di PP No. 55/2012. Bila sampai terjadi perubahan pada bagian-bagian tersebut, maka kendaraan tersebut wajib melalui proses uji tipe terlebih dahulu sebelum dinyatakan layak jalan. Contoh modifikasi yang tidak memerlukan izin adalah pemasangan stiker dan penggantian kaca film.
Nah lalu bagaimana bila sampai kendaraan dimodifikasi tanpa izin dan tidak memenuhi PP No. 55/2012? Pasal 277 UU No.22/2009Â menyatakan bahwa pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta Rupiah).
Pasal 50 ayat (2) UU No. 22/2009. Menyatakan bahwa tiap modifikasi kendaraan bermotor tidak boleh membahayakan keamanan dan keselamatan berlalu lintas, serta menggangu arus lalu lintas dan merusak daya dukung jalan. Contoh pelanggaran yang sering kita jumpai antara lain penggantian atau bahkan pencopotan lampu depan maupun belakang yang lebih terang dan dapat menyilaukan pengendara lain dari arah yang sama maupun berlainan. Hal ini amat berbahaya dan dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Menarik kesimpulan dan menjawab pertanyaan diatas, artinya apakah modifikasi kendaraan bermotor diperbolehkan? Jawabannya ya. Selama modifikasi tidak berkenaan dengan persyaratan di  PP No. 55/2012 maka tidak diperlukan izin. Namun apabila sampai berkenaan, maka perlu dilakukan uji ulang dan pengecekan kelayakan jalan kendaraan tersebut melalui uji tipe dan registrasi serta sertifikasi uji tipe.
Terasa berat mungkin, wong kendaraan kan punya kita, kok dimodifikasi tahapannya banyak banget? Ini berkaitan dengan etika kita sebagai sesama pengguna jalan yang menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, maka diperlukan peraturan agar tidak sembarangan dalam memodifikasi kendaraan.Â
Kita sendiri sudah tahu banyak korban jiwa melayang akibat modifikasi ilegal yang tidak memenuhi standar banyak menimbulkan kecelakaan di jalan setiap harinya. Pada hakikatnya, modifikasi juga merupakan sebuah kebebasan kita mengekspresikan diri dan juga merupakan Hak Asasi Manusia. Tetapi bila sampai kebebasan tersebut malah menimbulkan masalah di kemudian hari, maka perlu adanya aturan untuk menertibkan kebebasan tersebut untuk menjaga keselamatan diri sendiri serta orang lain.