Mohon tunggu...
Yoga Prakarsa
Yoga Prakarsa Mohon Tunggu... -

Sekedar pembaca cerita

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kronologi Gugatan Pailit Telkomsel

23 September 2012   15:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:51 2597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Telkomsel dituntut pailit oleh Prima Jaya (baca: Toni Djaya Laksana) yang berniat memeras?

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Mungkinkah Telkosel Pailit?"][/caption]

Raksasa telekomunikasi di Indonesia, Telkomsel, dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri Jakarta pusat atas tututan yang diajukan oleh PT Prima Jaya Informatika. Tuntutan tersebut didasari karena Telkomsel dinilai tidak dapat membayar utang yang sudah jatuh tempo kepada Prima Jaya, yang bergerak di bidang IT.

Pemutusan kontrak secara sepihak dengan Prima Jaya yang dilakukan Telkomsel pada bulan Juni 2012 menjadi awal dari persoalan ini. Kontrak tersebut berisi perjanjian kerjasama antara PT Telkomsel dan PT Prima Jaya Informatika, selaku perusahaan penyedia dan pendistribusi Kartu Prima Voucher Isi Ulang dan Kartu Perdana Prabayar yang berlabel Kartu Prima. Kerjasama tersebut seharusnya berlangsung selama dua tahun. Pada tanggal 1 Juni 2011, perjanjian kerjasama ini disepakati oleh kedua belah pihak yang tercantum dalam dua perjanjian Kerjasama oleh Telkomsel: PKS.591/LG.05/SL–01/VI/2011 dan oleh Prima Jaya: 031/PKS/PJI – TD/VI/2011.

[caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="Telkomsel dituntut pailit oleh Prima Jaya (baca: Toni Djaya Laksana) yang berniat memeras?"][/caption]

Prima Jaya memiliki kewajiban dari kontrak yang disepakati untuk menjual voucher yang disediakan oleh Telkomsel setiap tahunnya. Sedangkan Telkomsel memiliki kewajiban berdasarkan kontrak yang disepakati untuk menyediakan, setiap tahunnya, voucher isi ulang bertema khusus olah raga yang berjumlah 120 juta lembar. Voucher yang bergambar atlit-atlit olah raga nasional tersebut terdiri dari voucher isi ulang senilai Rp 25.000 dan Rp 50.000.  Selain itu Telkomsel juga berkewajiban, setiap tahunnya, untuk menyediakan Kartu Perdana bertema olah raga yang berjumlah 10 juta yang juga akan dijual oleh Prima Jaya.

Semula kesepakatan dijalin antara Telkomsel dan Yayasan Olahraga Indonesia yang memiliki hak untuk menjual produk Telkomsel. Didasari kesepakatan antara Telkomsel dan Yayasan Olahraga Indonesia, Prima Jaya, memesan voucher isi ulang senilai Rp 5,2 miliar. Selain kesepakatan tersebut, Prima Jaya memiliki kewajiban untuk menjual sebanyak 120 juta voucher isi ulang dan juga 10 juta voucher perdana senilai Rp 5,2 miliar. Berdasarkan komitmen Prima Jaya terhadap Yayasan Olahraga nasional, dibuat kesepakatan perjanjian kerjasama antara Telkomsel dan Prima Jaya yang berlaku selama dua tahun. Tujuan kerja sama tersebut untuk membuka jalan bagi Yayasan Olahraga Indonesia mendapatkan sumber untuk meningkatkan kesejahteraan bagi atlit-atlit nasional. Berdasarkan tujuan ini, Kartu Prima itu hanya dijual pada suatu Komunitas Prima.

Salah satu poin yang tercantum dalam perjanjian itu adalah soal target penjualan voucher. Perjanjian kerja sama yang berlangsung sejak 11 Juni 2011 sampai dengan 1 Juni 2013 itu mengharuskan Prima Jaya menjual sebanyak 120 juta voucher isi ulang dan 10 juta kartu perdana bergambar atlet national Indonesia setiap tahunnya. Namun nyatanya Prima Jaya hanya mampu menjual produk Telkomsel sebanyak 524.000 voucher isi ulang dan kartu perdana.

Di sisi lain, dalam perjanjian kerja sama tersebut, Prima Jaya juga menyanggupi untuk membentuk Komunitas Prima sebanyak 10 juta anggota. Tapi target tersebut tidak tercapai sampai bulan Juni 2012. Selain itu, masalah yang paling krusial adalah ketika pada tanggal 9 Mei 2012, PT Prima Jaya Informatika melakukan pemesanan produk yang disetujui oleh Telkomsel. Akan tetapi tidak ada pembayaran, yang seharusnya diberikan oleh Prima Jaya kepada Telkomsel terkait pemesanan tersebut. Bahkan pada tanggal 20-21 Juni 2012, Prima Jaya kembali melakukan pemesanan produk kepada Telkomsel, padahal belum ada pembayaran dari pemesanan sebelumnya. Menyikapi hal ini Telkomsel menolak pemesanan yang kedua tersebut karena dinilai jelas merugikan pihak Telkomsel. Akan tetapi, secara keseluruhan Telkomsel belum memutuskan perjanjian kerjasama tersebut.

Seperti yang disampaikan oleh pihak Telkomsel kepada media, penolakan yang dilakukan pihak Telkomsel terhadap pemesanan kedua yang dilakukan oleh Prima Jaya, bermaksud agar Prima Jaya menjelaskan sebab dari tidak tercapainya target penjualan dan tidak adanya pembayaran dari pemesanan pertama kepada pihak Telkomsel. Keputusan yang diambil Telkomsel disebabkan terdapat pergantian direksi Telkomsel, dan direksi Telkomsel yang baru ingin mengevaluasi kontrak perjanjian kerjasama antara Telkomsel dan Prima Jaya.

Telkomsel berharap terdapat perbaikan yang diusahakan oleh Prima Jaya dari kegagalan dalam pemenuhan target penjualan produk pada pemesanan pertama. Telkomsel sudah berupaya mengundang, bernegosiasi, dan mencari solusi agar permasalahan pencapaian target penjualan terpecahkan, karena melihat kontrak sudah berjalan setahun dan tinggal setahun lagi. Akan tetapi, disaat Telkomsel melakukan usaha untuk mediasi, secara mendadak Prima Jaya mengajukan tuntutan pailit kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Prima Jaya mengajukan permohonan kepada Pengadialan Niaga Jakarta untuk mempailitkan Telkomsel karena dinilai tidak dapat membayar utang yang sudah jatuh tempo. Untuk mendukung permohonannya, Prima Jaya mengajak PT Extend Media Indonesia mengajukan permohonan yang sama. Hal ini disebabkan karena untuk mempailitkan suatu perusahaan, dibutuhkan dua perusahaan penuntut. Permohonan Prima Jaya pun disetujui oleh pengadilan karena didukung oleh permohonan yang diajukan oleh Extend Media. Telkomsel diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena tidak membayar dua utang yang jatuh tempo dan juga dituntut oleh Prima Jaya untuk menanggung kerugian sebesar Rp 5,3 miliar.

Atas putusan tersebut, Telkomsel akan mengajukan kasasi untuk membawa persoalan ini ke tingkat Mahkamah Agung (MA). Telkomsel merasa dirugikan dengan putusan pailit yang dijatuhkan oleh pengadilan. Selain itu Telkomsel juga dirugikan oleh tuntutan penanggungan kerugian senilai Rp 5,3 miliar yang dituntut oleh Prima Jaya. Kontraknya sendiri hanya bernilai  Rp 5,2 miliar berupa voucher, dan yang tidak memenuhi komitmen dan target penjualan yang terdapat dalam kontrak sendiri adalah pihak Prima Jaya. Telkomsel pun Dalam hal ini menunjukan indikasi adanya tindakan penuntutan yang memanfaatkan celah hukum yang dilakukan oleh PT Prima Jaya Informatika kepada Telkomsel.

Akankah Telkomsel dipailitkan oleh MA? Atau mungkinkah Telkomsel dimenangkan dalam persidangan oleh MA? Bagaimana mungkin Telkomsel, yang merupakan raksasa telekomunikasi di Indonesia yang memiliki pendapatan Rp 12 triliun pada tahun 2012, tidak bisa membayar jika memang Telkomsel memiliki utang yang hanya sebesar Rp 5,2 miliar atau Rp 5,3 miliar? Siapakah pihak yang bertanggungjawab atas pemanfaatan celah hukum yang dapat merugikan pihak Telkomsel?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun