Prakata
Penerbitan ini tentunya berangkat dari kondisi sosial Masyarakat yang selalu memonopoli moralitas untuk mendapatkan kekuasaan. Saya tahu bahwa kekuatan moralitas selalu di jadikan dalil utama demi mencapai kekuasan untuk memuaskan nafsu demi kepentingan individu maupun kelompok yang di anggap suci, tetapi di balik itu, kita tidak sadar bahwa kehidupan yang serumit ini selalu di perani oleh orang-orang demagog.Â
Apakah sebatas itu kegunaan moralitas yang selalu di cerna manusia untuk menata kehidupan sehingga banyak individu skeptis dengan fenomena semacam ini. Â
Tentunya pendekatan penulisan ini tidak secara berurutan dan sistematis, akan tetapi saya berusaha dengan sebaik mungkin untuk kita jadikan bahan refleksi dalam menata langkah kehidupan yang sedimikan rumit. Para pembaca yang Budiman.Â
Penulisan ini berangkat dari fenomena erah modern yang di dominasi teknologi sehingga manusia memandang kehidupan yang dulunya moralitas selalu menjadi premis utama kemudian di gantikan dengan jiwa kapitalistik. Tentu dengan hal tersebut kita harus lebih jelih untuk mengahadapi transisi ini, jangan sampai kita terjebak di erah Post Truth.
Moralitas Politik
Politik adalah sekumpulan sendi-sendi untuk menentukan suatu kebijakan sekaligus memeliara keadilan. Secara teori politik adalah jalan menujuh kebahagiaan dalam suatu negara menurut mazhab utilitarianisme.Â
Dengan kata lain pilitik secara epistimologi adalah cabang untuk menata kehidupan yang mengutamakan kebaikan, akan tetapi sering kali politik mengadopsi konsep moralitas di jadikan dalil utama untuk mempertahan legitimasi kekuasan yang secara absolut.Â
Apakah ini sudah di anggap biasa dalam bernegara untuk menentukan arah Masyarakat yang berkeadilan. Tentu dengan bukti empiris konsep moralitas politik justru mengalami kemerosotan sekaligus memberikan kita virus dalam memeliara pikiran secara rasional karna dibatalkan dengan kepatuhan terhadap kekuasan yang di dominasi orang-orang damagog.
Saya sadar moralitas yang selama ini kita adopsi sejak di alam nomena menuju alam fenomena sudah sedemikan rupa di desain oleh dogmatis yang tidak memberikan ruangan kebebasan berpikir secara kritis sehingga dalam praktek kehidupan orang-orang terjebak dengan fanatik untuk mempertahankan keyakinan. Saya melihat kondisi seperti itu membuktikan bahwa kita belum dewasa dalam mengelolah pikiran untuk mewujudkan kebijaksanaan dalam tindakan.