Mohon tunggu...
Yoga B Brady
Yoga B Brady Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi menggambar sejak kecil namun harus gugur karena tidak akan dilanjutkan sebagai profesi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Siswa dalam Bayang-bayang Trauma: Post-Traumatic Disorder

3 November 2023   22:23 Diperbarui: 3 November 2023   22:37 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Post Traumatic Stress Disorder atau sering disingkat PTSD menurut American of Psychology Association (APA) merupakan suatu pengalam seseorang yang pernah mengalami peristiwa traumatic yang dapat menyebabkan gangguan pada integritas diri individu sehingga individu tersebut ketakutan, ketidakberdayaan dan trauma sendiri (Astuti, 2018). 

National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan PTSD sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul karena individu telah mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan baik fisik maupun jiwa. Peristiwa trauma dapat berupa kekerasan berupa serangan fisik maupun non fisik, bencana alam yang menimpa individu, kecelakaan, hingga perang (Nevid, 2005).

PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder adalah kondisi yang muncul setelah individu mengalami sebuah pengalaman yang luar biasa menakutkan, mencekam, mengerikan hingga mengancam      jiwa individu yang mengalaminya. Ada beberapa peristiwa yang dapat memicu PTSD diantaranya ada bencana alam, sexual abuse, kecelakaan maut bahkan perang. Tak hanya penyakit biasa yang memiliki gejala, PTSD juga memiliki gejala-gejala umum diantaranya pengulangan pengalaman trauma; ditunjukan dengan selalu teringat dengan peristiwa masa lalu menyedihkan, penderita akan merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali (flashback) dan mimpi buruk tentang kejadian-kejadian di masa lalu akan menghantui dan membuatnya merasa sedih (nightmare). 

Gejala berikutnya penderita PTSD biasanya akan selalu menghindari untuk berpikir tentang trauma yang dialami individu tersebut atau stimulus yang mengingatkan pada kejadian menyedihkan yang telah terjadi. Dan yang terkahir ada ketegangan yang meningkat, ditunjukkan dengan kesulitan tidur, mudah marah atau tidak dapat mengendalikan marah, merasa waspada dengan berlebih, respon kejut yang berlebihan, dan sulit berkonsentrasi (Nawangsih, 2014).

Kriteria diagnostik untuk gangguan stress pascatrauma (PTSD) berdasarkan Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders III-Revised (DSM III-R),     dapat memperlihatkan kondisi traumatik seseorang diantaranya Peristiwa traumatik itu secara permanen dapat dialami melalui cara mengingat kembali peristiwa yang telah dialami secara berulang dan mengganggu. Hal tersebut akan mengganggu dan mimpi yang berulang tentang peristiwa akan membebani pikiran, perasaan penderita. Berikutnya ada pengelakan terhadap rangsangan yang terkait dengan trauma yang bereaksi terhadap situasi umum. Gejala yang selanjutnya ada tingginya tingkat kesiagaan yang menetap, dapat berupa sulit tidur, sulit berkonsentrasi, dan mudah marah.

Dampak untuk dari gangguan PTSD terhadap kehidupan sosial diantaranya panic attack, depresi, merasa dikhianati dan tidak percaya akan mengganggu kehidupan sosial dari individu yang mengalami gangguan PTSD. Perempuan  biasanya dua kali lebih mungkin untuk mengembangkan PTSD dalam hidup mereka, dalam artian gangguan ini pada perempuan dapat lebih kronis (Breslau, 2004). Kepribadian individu dapat menjadi faktor terjadinya PTSD, pribadi yang dimaksud yaitu pesimisme dan introvert, menyalahkan diri sendiri dan penyangkalan. 

Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang menunjukan bahwa emosional negaif yang tinggi merupakan faktor utama dalam membangun PTSD (Miller, 2003). PTSD erat kaitannya dengan patologi keluarga dan kurangnya dukungan dari masyarakat, korban yang mengalami stress akut akan sangat membutuhkan dukungan dari orang sekitar dan hubungan yang sehat (Sagatun, 2015). Diperkuat dengan pernyataan bahwa PTSD memiliki 2 faktor pemicu yaitu reaksi lingkungan dan faktor kerentanan individu.

PTSD dapat dihilangkan dengan cara Konseling traumatik. Konseling adalah praktik yang dijalankan sesuai dengan seperangkat aturan atau pedoman yang disusun oleh lembaga konseling profesional dan sesuai dengan kode etik serta norma-norma, pandangan, perasaan, pengalaman, dan kemampuan klien dalam menentukan nasibnya sendiri (Geldard, 2004). Konseling traumatik adalah upaya konselor dalam membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin (Sutirna, 2013).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun