Mohon tunggu...
Yoga Wiandi Akbar
Yoga Wiandi Akbar Mohon Tunggu... Konsultan - Berusaha bermanfaat

Analis Hukum dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengelola Ekpektasi Publik dan Tantangan Kelembagaan Kabinet Merah Putih

30 Oktober 2024   17:00 Diperbarui: 30 Oktober 2024   17:00 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029 telah ditetapkan pada 21 Oktober 2024 menetapkan 48 Kementerian dan menimbulkan berbagai respon yang cukup beragam dari berbagai kalangan. Menarik untuk dicermati yakni, banyaknya jumlah Kementerian yang ditetapkan oleh Presiden memang dibuka ruangnya melalui UU No. 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 15 UU No. 61 Tahun 2024 mengatur bahwa, jumlah keseluruhan Kementerian yang dibentuk pada intinya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden. Hal ini berbeda dengan Pasal 15 UU No. 39 Tahun 2008 yang membatasi bahwa jumlah Kementerian dibatasi paling banyak 34 Kementerian saja. Penambahan jumlah Kementerian ini tentunya dari segi birokrasi pasti menimbulkan beban birokrasi.

Kebijakan menambah jumlah Kementerian memang dibuka aksesnya oleh undang-undang dan pada akhirnya merupakan Hak Prerogratif Presiden untuk menetapkan Kementerian apa saja yang menurutnya dibutuhkan, namun demikian kebijakan tersebut tentunya perlu dikaji dan di analisis bagaimana dampaknya kedepan. Apa yang memang menjadi kebutuhan tentu kembali ke penilaian Presiden maupun kepentingan politik yang mempengaruhinya. Konsekuensi dari kapitalisasi koalisi besar yang diusung oleh rezim saat ini tidak dapat dipungkiri berpengaruh pada kebijakan jumlah penambahan Kementerian yang cukup signifikan. Ditambah lagi dengan jumlah 56 wakil Menteri yang cukup banyak tentunya makin menambah dinamika tersendiri dari birokrasi. Narasi percepatan untuk segera berlari kencang melaksanakan kebijakan dalam Asta Cita kemudian tantangannya bukan dari luar, tapi tantangan terbesar justru dari birokrasi yang akan menjalankan mesin dan roda pemerintahan itu sendiri. Suka atau tidak suka publik akan menilai bagaimana kemudian Kabinet Merah Putih ini bekerja dalam mengeksekusi program yang dijanjikan dalam Asta Cita.

BPS mencatat penduduk Indonesia pertengahan 2024 mencapai 281,6 juta jiwa. Jumlah ini merupakan 100% dari seluruh penduduk yang mengharapkan bahwa janji politik yang telah disampaikan dapat terwujud, dan tidak hanya bagi 58% dari pemilih, namun 42% penduduk lainnya juga ingin melihat dan merasakan dampak kesejahteraan apa yang akan mereka rasakan selama 5 tahun mendatang. Dengan target dalam Perpres 139 bahwa Penataan organisasi kementerian dan lembaga tersebut  diselesaikan paling lambat 31 Desember 2024 maka pembenahan dan penataan organisasi baru merupakan tantang terbesar yang paling signifikan. Fokus pada penataan organisasi dapat dipastikan akan bekutat pada pemenuhan kelengkapan baik itu SDM pegawai, struktur organisasi, penyusunan perencanaan maupun  alokasi anggaran dan reorganisasi kelembagaan bahkan hingga kelengkapan sarana kantor, gedung, kendaraan, lahan, dan sebagainya. Sebagai ilustrasi dengan adanya Kementerian baru tentu dibutuhkan eselonisasi baru baik eselon I dan II, serta kebutuhan manajemen kesekretariatan (sekretaris Kementerian atau sekretaris jenderal) baru beserta biro-biro pendukungnya yang dulunya dalam satu kementerian lalu menjadi dipisah ataupun ada pembentukan kementerian baru. Hal ini kemudian tentu membutuhkan struktur dan penyediaan SDM baru untuk memenuhinya serta dampak anggaran yang perlu dialokasikan.

Besarnya kabinet Merah Putih tidak lain merupakan pilihan langkah politik yang diambil dalam menjalankan roda pemerintahan. Variabel yang mempengaruhi dapat dilihat dengan jelas apa saja faktor yang mepengaruhinya. Mulai dari dukungan dari penguasa, partai politik yang tergabung dalam koalisi, dukungan dari kalangan elit pengusaha, dukungan dari kalangan kelompok, profesional, dukungan dari penggiat media sosial maupun penguasaan media yang sangat berpengaruh besar bagi pemenangan Presiden dan Wakil Presiden saat ini.  

Salah satu pesan Presiden saat sidang kabinet pertama beberapa hari lalu penting untuk menjadi catatan pemandu dan ukuran. Bahwa kabinet yang bersih dan bebas korupsi bukan hanya pesan dan arahan dari Presiden, namun juga harapan dan cita-cita yang telah rakyat amanahkan dalam UUD 1945 dan undang-undang serta dicontohkan oleh para pendiri bangsa ini. Ujian dan tantangan dengan besarnya organisasi Kementerian saat ini mudah-mudahan dapat diatasi dan dibuktikan dengan mematahkan pepatah, bahwa organisasi yang minim struktur tapi kaya akan fungsi lebih efektif dalam mencapai tujuan dari suatu organisasi. Kondisi faktual nyatanya memang mengakomodir berbagai kepentingan politik pendukung serta tercermin dengan kondisi kelembagaan Kementerian Negara Kabinet Merah Putih. Beragam latar belakang baik kalangan politisi, kalangan TNI/Polri dan profesional juga memang dirasakan cukup berimbang atau dapat dikatakan proporsional. Kompleksitas problem bangsa dan tantangan menghadapi bonus demografi Indonesia serta Visi Indonesia Emas 2045 mudah-mudahan tidak terhambat dan berkutat pada masalah penataan kelembagaan baik internal lembaga maupun antar lembaga.

Klaim zaken kabinet yang disampaikan Presiden dalam memilih para Menteri dan Wakil Menteri tersebut selanjutnya perlu dibuktikan dengan kinerja yang maksimal dan jangan sampai menjadi blunder dan antiklimaks. Disinilah ujian bagi kemampuan dan kompetensi dalam mengeksekusi dan memberikan leadership yang maksimal bagi bawahannya agar men-deliver berbagai program dalam Asta Cita 5 tahun kedepan.

Problem kelembagaan paling mendasar yang tidak dapat dipungkiri dari beberapa pemerintahan lalu, tidak lain dan tidak bukan adalah masalah komunikasi dan koordinasi antar lembaga baik pusat dan daerah. Jika dalam waktu yang tidak terlalu lama hal ini dapat diatasi maka pilihan awal bahwa Kabinet Merah Putih yang cukup besar ini demi menjaga stabilitas politik maka hal ini tentu akan dapat teratasi pada tahun-tahun mendatang.  Kemudian selanjutnya setelah dari internal dapat diatasi maka tantangan berikutnya yakni dari pemerintah daerah dan masyarakat, karena dengan adanya Kementerian baru maupun pemisahan dari Kementerian asalnya, akan ada tantangan melakukan komunikasi yang baik sehingga tidak menimbulkan kebingungan birokrasi dengan pemda dan kendala pelayanan publik.

Penilaian kinerja dan evaluasi dari Presiden kepada para Menteri menjadi wajib dilakukan, namun demikian penilaian tersebut perlu diukur kinerjanya berdasarkan sasaran dan arahan kebijakan yang disepakati. Kunci berikutnya adalah bagaimana sistem dan mekanisme penilaian ini dilakukan. Presiden memang dalam tanda kutip tidak perlu melakukan penilaian secara detail, tapi bagaimana pada tataran makro dan fokus pada target tertentunya dapat menilai masing-masing menterinya akan cukup memudahkan dalam melakukan penilaian tersebut. Selain itu dapat dilakukan pula assessment dari publik bagi tiap-tiap Kementerian juga akan membantu dalam menilai kinerja dari aspek komunikasi dan pencapaian sasaran program yang khususnya target-target besar, contoh program penyelenggaraan makan gratis bagi anak sekolah.

Pro dan kontra dalam suatu kebijakan memang akan selalu ada dan tidak akan luput dari sorotan berbagai kalangan. Konsekuensi menjalankan roda pemerintahan dan kelembagaan pasti akan dinilai oleh masyarakat dari keberhasilan program dan komunikasi serta sikap para pejabat negaranya. Kapitalisasi politik dalam roda pemerintahan jangan sampai disalahgunakan dan diselewengkan dihadapan rakyat, pembelajaran orde baru hingga era reformasi dan tiap-tiap rezim pemerintahan merupakan lesson learn yang perlu menjadi perhatian dan sebagai tanda dinamika perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berdemokrasi. Beban birokrasi dan kelembagaan sekali lagi, bukanlah problem ringan dan sangat mendasar dalam menjalankan aspek strategis dan operasional pemerintahan Prabowo-Gibran. Karena sekali lagi, agile organization dan organisasi yang adaptif merupakan syarat menghadapi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yakni, situasi atau kondisi lingkungan yang tengah mengalami gejolak atau volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, serta ambiguitas dimasa saat ini dan masa depan. Bagaimana tantangan tersebut dapat dijawab oleh Kabinet Merah Putih ini, menarik untuk dicermati dan ditunggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun