Konstitusi ini dijuluki sebagai Konstitusi Republik Kelima, dan menggantikan konstitusi Republik Keempat. Charles de Gaulle adalah tokoh utama dalam memperkenalkan konstitusi baru, sementara isi konstitusi ditulis oleh Michel Debré. Sejak tanggal pengesahannya, konstitusi ini telah diamendemen sebanyak 18 kali, dan yang terbaru pada tahun 2008 (dilansir dari Wikipedia).
Sumber Konstitusi Prancis diperoleh dari Dewan Konstitusi Prancis (conseil-constitutionnel). Di dalam Konstitusi tersebut dinyatakan bahwa:
ARTICLE 1.: France shall be an indivisible, secular, democratic and social Republic. It shall ensure the equality of all citizens before the law, without distinction of origin, race or religion. It shall respect all beliefs. It shall be organised on a decentralised basis. Statutes shall promote equal access by women and men to elective offices and posts as well as to position of professional and social responsibility
(PASAL 1: Prancis merupakan Republik yang tak terpisahkan, sekuler, demokratis dan sosial. memastikan persamaan semua warga negara di depan hukum, tanpa membedakan asal-usul, ras atau agama. Menghormati semua kepercayaan. Ini harus diorganisir atas dasar desentralisasi. Anggaran dasar harus mempromosikan akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki ke jabatan dan jabatan pilihan serta posisi tanggung jawab profesional dan sosial (terjemahan bebas penulis)).
Kebebasan berekspresi dan sekularisme merupakan nilai dari Konstitusi Prancis, namun demikian menghormati semua kepercayaan, dan persamaan didepan hukum merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pasal 1 Konstitusi Prancis tersebut (tekstualnya), tendensi mengenai terorisme ke agama tertentu seharusnya tidak disematkan oleh Presiden Macron jika memang mendasarkan pada dasar bahwa Prancis adalah negara Sekuler, seharusnya kecaman pada kekerasan tersebut tidak kemudian tendensi karena Islam minoritas yang radikal. Alih-alih mengeluarkan statement tersebut, mungkin sebaiknya mengatakan bahwa radikalisme dan terorisme bukan merupakan landasan nilai dari agama manapun. Kebijakan pencegahan terorisme Prancis juga perlu ditinjau terhadap pemikiran kebebasan berekspresi, bagaimana kemudian Prancis juga mendorong bahwa penghormatan terhadap keyakinan atau kepercayaan agama juga menjadi nilai tertinggi yang sejajar dengan kebebasan berekspresi dan bukan adanya hubungan superioritas bahwa kebebasan berekspresi menjadi yang tertinggi membawahi kebebasan penghormatan kehidupan beragama masing-masing warga negaranya tanpa memandang agama apapun atau kepercayaan.
Penegasan kembali “laïcité” (sekularisme Prancis) sebagai jaminan kebebasan hati nurani (untuk percaya atau tidak percaya pada Tuhan) dan kebebasan beragama mengenai maksud dari Presiden Macron yang disampaikan oleh Olivier Chambard, Duta Besar Prancis untuk Indonesia memang merupakan penegasan yang penting, namun kemudian narasi tersebut pada akhirnya sudah terlanjur berkembang memanas diberbagai kalangan. Adanya aksi pemboikotan produk Prancis hingga menimbulkan keluarnya pernyataan resmi dari berbagai pimpinan negara-negara di dunia sudah dapat dikatakan lebih dari cukup bahwa ada sesuatu yang kurang tepat dari statement Presiden Prancis tersebut. Mengatakan bahwa adanya bias narasi terhadap pernyataan Presiden Macron tidak hanya sekedar dengan klarifikasi saja menurut pandangan penulis, maka kemudian reaksi bijak apakah yang seharusnya dapat dilakukan secara bijak oleh Presiden Macron yang dianggap mencederai umat muslim diseluruh dunia?
Dikutip dari Duta Besar Prancis (31 Oktober 2020 dilaman https://id.ambafrance.org/Apa-yang-dimaksud-oleh-Presiden-Macron-sebenarnya) majalah Charlie Hebdo yang telah menerbitkan kartun selama 50 tahun, bersifat provokatif terhadap semua kekuatan dan institusi, pemerintah, politik, agama dan lain-lain, tanpa mendorong kekerasan atau kebencian. Majalah ini menerbitkan karikatur tentang berbagai keyakinan, serta tiga agama monoteistik, tidak hanya tentang Islam. Beberapa karikatur, antara lain, menargetkan Paus dan agama Katolik. Charlie Hebdo telah berkali-kali dituntut ke pengadilan. Beberapa kali Charlie Hebdo divonis bersalah oleh pengadilan karena menargetkan individu atau kelompok masyarakat, tapi bukan karena mengolok-olok agama. Melihat langkah-langkah hukum yang dilakukan Prancis memang perlu diapresiasi, namun kemudian sikap politik dari pimpinan Prancis tersebut yang menjadi penting untuk disampaikan kepada publik di dunia khususnya umat Islam pada kasus ini.
Konstitusi Prancis:
ARTICLE 5.: The President of the Republic shall ensure due respect for the Constitution. He shall ensure, by his arbitration, the proper functioning of the public authorities and the continuity of the State. He shall be the guarantor of national independence, territorial integrity and due respect for Treaties.
(PASAL 5: Presiden Republik harus memastikan penghormatan terhadap Konstitusi. Dia harus memastikan, melalui arbitrase, berfungsinya otoritas publik dan kelangsungan Negara. Dia akan menjadi penjamin kemerdekaan nasional, keutuhan wilayah dan haknya menghormati Perjanjian (terjemahan bebas penulis))