Mohon tunggu...
Yoga PutraPerdana
Yoga PutraPerdana Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Penyebab orang tidak mau berfikir adalah merasa bahwa dirinya sudah benar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menengahi Pertentangan antara Ilmu Pengetahuan dan Agama

21 Desember 2021   23:13 Diperbarui: 22 Desember 2021   00:14 1434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilansir dari buku Ensiklopedia Sosiologi Perubahan Sosial (2018) karya Joan Hesti dan kawan-kawan, modernisasi adalah sebuah bentuk transformasi dari keadaan masyarakat yang masih tradisional menuju peradaban maju. Sedangkan hasilnya adalah masyarakat yang berada pada suatu zaman yang modern, atau bisa disebut era modern. Munculnya peradaban modern tidak terlepas dengan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan berperan dalam suatu peradaban. Ilmu pengetahuan menjadi faktor utama pemicu adanya peradaban modern. Melalui ilmu pengetahuan, manusia mengembangkan berbagai bentuk teknologi. Selain itu, manusia juga mengembangkan dari ilmu yang satu menjadi bercabang. Ilmu Pengetahuan merupakan implementasi dari suatu pengetahuan yang didasarkan pada rasio dengan kaidah yang ada.

Tetapi kita sering mendapati adanya wacana ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan ajaran agama. Bagaimana kita menyikapi masalah tersebut? Seperti yang kita ketahui bahwa hampir semua ilmu pengetahuan ternyata masuk akal dan dapat diuji coba kebenarannya. Apakah kita harus mengabaikan keyakinan kita kepada kebenaran agama? Kita jelas tidak mungkin membuang kepercayaan kita apapun yang terjadi.

Agama adalah fitrah manusia. Manusia mempunyai dua bagian, yaitu jasmani dan rohani. Bagian jasmani selalu membutuhkan sesuatu yang sifatnya jasmani juga, seperti makan, tidur, berpakaian, dan lain sebagainya. Sedangkan sisi rohani adalah kebutuhan manusia pada aspek kejiwaannya. Fitrah ini muncul ketika manusia menyadari bahwa dirinya itu lemah, dirinya itu terbatas. Ketika menyadari akan keterbatasan dirinya, pasti akan timbul kesadaran bahwa diluar dirinya yang terbatas pasti ada yang tidak terikat dengan batas atau tidak terbatas.

Yang tidak terbatas itulah yang oleh orang-orang beragama disebut sebagai Tuhan. Perenungan manusia tentang hakikat hidup yang sejati, apa tujuan kita hidup? Semua pertanyaan itu menimbulkan kegelisahan pada hati manusia. Karena kegelisahan dan kecemasan itu, maka manusia larinya ke agama yang mempunyai efek menenangkan. Maka dari itu dari zaman dahulu agama sudah ribuan kali dicoba untuk dihilangkan, tapi sampai detik ini agama masih eksis bahkan sampai mengakar.

Sedangkan ilmu pengetahuan juga termasuk dalam fitrah manusia secara jasmani. Ilmu pengetahuan muncul dengan beberapa cara. Yang pertama adalah melalui indra, yang dimana diperoleh dari pengalaman-pengalaman manusia. Yang kedua adalah melalui jalan berfikir, dimana dengan menyodorkan beberapa hal saja manusia dapat menyimpulkan sesuatu walaupun itu belum dialami, seperti yang dilakukan oleh para ahli filsafat.

Lalu bagaimana dengan pertentangan antara ajaran agama dengan wacana ilmu pengetahuan. Seperti halnya teori evolusi manusia dari kera yang dikemukakan oleh Charles Darwin, banyak masyarakat yang percaya bahwa teori itu benar, padahal di dalam kitab sudah dijelaskan bahwa nenek moyang manusia adalah Nabi Adam AS. Tetapi bagi Darwin, manusia tidak muncul begitu saja tanpa melalui sebuah proses yang panjang.

Sebelum itu saya mau menjelaskan terlebih dahulu. Agama adalah suatu lembaga yang mengatur kehidupan manusia, baik rohani maupun jasmani. Kesadaran manusia akan dirinya yang terbatas menjadikan sebuah keyakinan bahwa ada sesuatu tak terbatas di luar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itulah yang oleh manusia disebut sebagai Tuhan. Keyakinan ini membawa manusia pada keinginan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu menerima bahwa segala sesuatu yang menimpa dirinya berasal dari Tuhan; dan menaati segenap ketetapan, aturan, dan hukum yang diyakini berasal dari Tuhan.

Di kalimat terakhir kita menemukan suatu masalah, yaitu keyakinan bahwa aturan dan ketetapan itu berasal dari Tuhan. Sedangkan manusia tidak ada yang dapat berkomunikasi dengan Tuhan, kecuali para Nabi yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu Tuhan. Dari penyampaian para Nabi lalu sampai ke zaman kita saat ini, apakah tidak mengalami suatu perubahan makna? Di dalam pelajaran bahasa pun kita menemukan yang namanya reduksi makna, dimana maksud dari perkataan 'pembicara' tidak sepenuhnya dipahami oleh 'pendengar'.

Dari perkataan Nabi hingga para sahabat, lalu ke tabi'in, apakah tidak terjadi suatu reduksi makna? Di dalam ilmu logika juga terdapat istilah kesesatan berfikir atau Logical Fallacy. Kesesatan berfikir terjadi ketika manusia mulai berfikir. Jadi pada zaman dahulu kesesatan berfikir sudah mewarnai peradaban manusia. Di dalam pelajaran ilmu kalam, kita disuguhi berbagai konsep aqidah aliran lain yang berbeda-beda. Di dalam fiqh kita juga disuguhi madzab 4 imam yang berbeda-beda. Lalu bagaimana kita meyakini bahwa seluruh aturan dan ketetapan agama yang kita jalankan saat ini secara pasti berasal dari Tuhan dan sesuai dengan apa yang maksudkan Nabi?

Umat Islam di Indonesia mengikuti madzab Imam Syafi'i, tapi pada kasus tertentu ternyata mengikuti madzab yang lain. Seperti sistem jual beli yang selama ini kita lakukan ternyata bukan madzab Imam Syafi'I, tetapi Imam Hanafi. Dalam madzab Imam Syafi'I mengharuskan barang didapat ketika sudah melakukan pembayaran secara tunai, dan telah melakukan Ijab Qabul. Jika tidak melalui proses itu maka hukum jual beli tidak sah.

Semua aturan yang kita jalani berlandaskan tafsiran Al-Qur'an para ulama'. Para ulama' yang menafsirkan Al-Qur'an biasanya disebut sebagai Mujtahid. Mujtahid adalah mereka yang melakukan sebuah Ijtihad. Ijtihad jika di dalam bahasa Indonesia disebut usaha. Maka dari itu tafsiran-tafsiran tersebut juga masih dalam bentuk usaha untuk menjelaskan arti agama, dan bukan hasil akhir. Jika tafsiran tersebut yang dijadikan sebagai hasil akhir untuk menjelaskan agama ternyata dibantah oleh pembuktian sains, maka seakan-akan kebenaran agama juga ikut runtuh. Padahal bukan agama yang yang runtuh, tetapi pemahaman tentang agama.

Di dalam beragama memang harus berpegang teguh kepada tafsiran, dan kita tidak boleh melangkahinya. Tafsiran juga bisa kita anggap sebagai doktrin kita dalam beragama. Tetapi jika suatu doktrin itu dijadikan sebagai dasar pemikiran, maka akan berkembang menjadi sebuah doktrin yang sulit untuk diruntuhkan. Sebuah kepercayaan itu juga harus disertai dengan pemikiran yang dilandasi oleh keilmuan. Ilmu yang melandasi berfikirnya seseorang inilah yang disebut filsafat.

Filsafat adalah pandangan tentang dunia. Filsafat mengkaji sesuatu tidak dengan satu sudut pandang saja, tetapi filsafat juga suatu kegiatan berfikir dengan memandang beberapa sudut pandang dan sistematis sehingga memunculkan suatu kebijaksanaan hidup. Berfikir filsafat sangat khas dengan caranya yang menyikapi segala persoalan hidup dengan kritis, bijak, dan radikal. Radikal yang maksud di sini adalah berfikir sampai keakar-akarnya dan menembus segala realitas yang diciptakan oleh masyarakat.

Filsafat mencoba untuk mengkaji hakikat segala sesuatu. Dengan mengkaji hakikat segala sesuatu tersebut maka akan mendapatkan makna yang mendalam, yang membedakan antara sesuatu itu dengan sesuatu yang lain. Misalnya kita mengkaji Islam, maka kita mencoba untuk mengkaji ulang hakikat agama Islam yang sebenarnya, yang membedakan antara Islam dengan agama yang lainnya.

Oleh karena itu ketika ada suatu pertentangan antara wacana ilmu pengetahuan dan ajaran agama, maka filsafat mencoba untuk merenungkan hal tersebut. Karena kita pun tidak sepenuhnya menganggap bahwa kehidupan ini memang sudah benar seperti ini, terkadang muncul kecurigaan bahwa ada yang salah dalam kehidupan ini. Kita mencoba untuk melihat kehidupan dengan pandangan yang luas dan bukan dengan satu sudut pandang saja.

Seperti pada pertentangan teori Charles Darwin yang sebelumnya. Jika memang nenek moyang manusia adalah kera, apakah kera yang dimaksud adalah kera seperti yang kita temui pada zaman sekarang? Kalau manusia adalah evolusi dari kera, kenapa masih banyak kera-kera yang saat ini tidak berevolusi juga? Maka dari itu jika cerita zaman dahulu kita maknai seperti zaman sekarang, maka itu sudah berupa kesalahan fatal. Kebenaran agama seakan-akan telah runtuh.

Berfikir secara menyeluruh itulah yang digunakan untuk menengahi antara gejolak agama dan ilmu pengetahuan. Kita sebagai umat beragama harus meyakini terlebih dahulu kebenaran yang ada pada agama. Jika ada pertentangan pasti ada kesalahan antara keduanya yang dimana kesalahan itu berasal dari manusia, bukan agama itu sendiri. Jadi pertentangannya masih antara manusia dengan manusia. Itulah salah satu bentuk penengahan antara pertentangan agama dan ilmu pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun