Mohon tunggu...
Yoga PutraPerdana
Yoga PutraPerdana Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Penyebab orang tidak mau berfikir adalah merasa bahwa dirinya sudah benar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manusia: Antara Kehendak dan Takdir dalam Beberapa Pemikiran Aliran Ilmu Kalam

18 Desember 2021   07:30 Diperbarui: 18 Desember 2021   07:58 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: OPTIMISME 2021 - Rumah Zakat

Jadi, menurut pandangan saya. Aliran yang lebih benar secara teologi adalah aliran Jabariyah. Hanya saja mereka salah dalam menyikapi takdir. Bagaimana cara menyikapi takdir? Jika ayat sebelumnya menjelaskan bahwa semua sudah tertulis di Lauh Mahfuzh, apakah usaha kita dapat merubahnya? Apakah doa kita dapat merayu Tuhan untuk merubah takdir kita? Pasti itu pertanyaan yang kadang terbesit di dalam hati kita. Nah, sebelum saya menjawab, saya mau tanya balik, apakah anda sudah tahu takdir anda kedepannya itu bagaimana? Jika anda tidak tahu, bagaimana anda dapat menyalahkan takdir jika anda tidak tahu baik buruknya takdir anda. Jika seumpama anda tahu, lalu anda berusaha untuk merubahnya, maka usaha anda untuk merubahnya juga termasuk takdir.

Dengan begitu, pada hakikatnya istilah melawan takdir itu tidak ada. Karena perbuatan melawan takdir juga termasuk dalam ketentuan Tuhan. Jika ada orang mengetahui bahwa orang tersebut akan celaka lalu menolongnya, maka hal itu bukanlah perbuatan mencampuri urusan takdir, justru itu adalah perbuatan kemanusiaan. “Allah SWT Merahasiakan masa depan untuk menguji kita berprasangka baik, berusaha yang terbaik, dan selalu mendoakan yang terbaik.” Begitu kata Habib Hassan.

Lalu apa artinya ayat yang dipakai oleh aliran Qadariyah? Seperti ini, pengertian takdir adalah sesuatu yang telah terjadi. Jika sesuatu itu belum terjadi maka belum bisa dinamakan takdir. Jika sudah terjadi maka sudah tidak bisa diungkit-ungkit lagi, itulah takdir. Sedangkan kita sebagai manusia pasti selalu mempermasalahkan yang namanya takdir, kita pasti merasa khawatir jika ternyata takdir kita tidak baik. Maka ayat-ayat Al-Qur’an tentang takdir, menjelaskannya dalam dua aspek, yaitu aspek ketuhanan dan aspek kemanusiaan. Adapun ayat yang dipakai oleh aliran Qadariyah, merupakan aspek kemanusiaan yang memberikan motivasi sekaligus peringatan kepada manusia.

Untuk manusia yang pesimis terhadap takdir, Tuhan Memberi kabar bahwa Dia tidak akan menghendaki keburukan kepada suatu kaum, kecuali jika mereka sendiri yang membuat ulah. Sedangkan untuk orang yang terlalu percaya diri terhadap takdirnya, hingga muncullah rasa Ujub di dalam hatinya. Maka Tuhan Memberi peringatan, bahwa jika Dia Menghendaki sebuah keburukan, maka tidak akan ada yang dapat menyangkal-Nya. Maka dari itu kita harus sadar diri bahwa kita masih berpotensi tertimpa nasib yang buruk, sehingga kita tidak boleh berbangga diri.

Seperti yang difirmankan Tuhan dalam Al-Qur’an:

ٱلَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلْإِثْمِ وَٱلْفَوَٰحِشَ إِلَّا ٱللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَٰسِعُ ٱلْمَغْفِرَةِ ۚ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَإِذْ أَنتُمْ أَجِنَّةٌ فِى بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ ۖ فَلَا تُزَكُّوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰ

Artinya:

"(Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka jangan-lah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa."(Q.S An-Najm: 32)

Ayat di atas menjelaskan, bahwa ketika kita sudah melakukan beberapa ketaatan, jangan sampai berbangga diri apalagi sampai merasa ahli surga. Oleh karena itu kita harus senantiasa menjaga hati kita dari rasa berbangga diri yang terlalu berlebihan tanpa mengembalikannya kepada Sang Pencipta.

Kita juga tidak boleh menganggap ketika kita ditimpa keburukan, berarti nasib kita tidak baik, semua manusia mempunyai nasib yang baik. Orang yang nasibnya tidak baik bukan berarti Tuhan marah. Tuhan Maha Halus lagi Maha Tersembunyi. Semua yang menjadi perbuatan-Nya tidak bisa kita tebak, andaikan tinta seluas lautan digunakan untuk menulis makna ayat-Nya, maka akan habis sebelum selesai menuliskannya, walaupun didatangkan sebanyak itu pula, sebagaimana tertulis dalam Q.S Al-Kahfi ayat 109. Bahkan para ahli filsafat menyangkal anggapan positif tentang perbuatan Tuhan, penafsiran tentang perbuatan Tuhan hanya akan membawa manusia kembali ke zaman mitologi.

Maka dari itu, kita harus yakin bahwa Tuhan tidak main-main ketika menciptakan manusia. Semuanya memiliki tujuan yang baik. Bukankah Tuhan Maha Pengasih, bahkan seluruh penciptaan alam merupakan bentuk dari kasih sayang Tuhan. Kita sebagai manusia hendaknya berusaha layaknya seorang manusia, dan bukannya mempermasalahkan takdir yang bukan maqam kita. Manusia dibekali akal, dengan akal itu manusia bisa merasakan aspek kemanusiaan dan juga aspek ketuhanan. Dengan akal itu manusia bisa membedakan mana yang membawa kebaikan dan mana yang membawa keburukan. Dengan akal itu pula yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya. Karena itu, dikatakan dalam epistemologi filsafat (الانسان حيوان ناطق) “Manusia adalah binatang yang berfikir” atau dengan istilah lain yang lebih populer dikenal Homo sapiens “makhluk yang berfikir. Berpikir itulah yang menjadi ciri khas manusia dan karena berfikirlah dia menjadi manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun