Kata kunci: Manusia, takdir, kehendak
Manusia adalah makhluk Tuhan yang sempurna. Di antara tujuan manusia diciptakan adalah sebagai khalifah di bumi. Banyak di setiap ilmu - terutama filsafat - terus memperbincangkan makhluk yang satu ini. Salah satu topik perbincangan yang pernah saya dengar adalah, "Humanisme sebagai dalang atau wayang di dalam kehidupan." Hal ini tentu membahas yang namanya takdir. Apakah manusia hidup terikat dengan takdir? Atau manusia bisa berkehendak bebas menentukan takdirnya? Permasalahan ini yang akan kita diskusikan bersama.
Allah SWT, Berfirman:
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S An-Nisa’: 79)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Tuhan sudah mengatur semua kehidupan manusia dan hanya Tuhan-lah yang Mempunyai segala perbuatan yang ada di muka bumi. Ayat ini dijadikan dalil naqli oleh kaum Jabbariyah, salah satu aliran ilmu kalam yang meyakini bahwa Tuhan sebagai Penggerak Mutlak kehidupan sekaligus Pemilik segala perbuatan. Aliran ini menganggap bahwa manusia tidak memiliki daya apa-apa untuk menetukan nasibnya. Bahkan sampai mati pun, manusia sudah ditentukan apakah ia masuk surga atau neraka.
Hal ini menimbulkan dampak negatif, yaitu manusia tidak mempunyai rasa bersemangat untuk berubah. Mereka hanya bisa pasrah pada keadaan. Alhasil, mereka akhirnya menyalahkan Tuhan. Sehingga menjelang berjalannya waktu, terdapat aliran lain yang menyangkal aliran ini, yaitu aliran Qadariyah. Aliran Qadariyah juga memiliki argument yang dibarengi dengan dalil sebagai berikut:
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٌ مِّنۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِۦ يَحْفَظُونَهُۥ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوْمٍ سُوٓءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥ ۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S Ar-Ra’d: 11)
Jika manusia berbuat dosa maka akan disiksa di neraka padahal itu adalah berbuatan Tuhan, maka Tuhan tidak adil terhadap manusia. Apa artinya penciptaan manusia jika hanya untuk disiksa. Maka aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia bebas menentukan sendiri nasibnya, sedangkan Tuhan hanya melihat saja. Apa yang akan terjadi besok di akhirat, semuanya ditentukan sendiri oleh manusia. Paham ini juga memiliki kelemahan, yaitu manusia akan merasa bahwa kebaikan yang selama ini ia lakukan murni dari dirinya tanpa mengembalikannya kepada Sang Pencipta.
Aliran ini memiliki kesamaan dengan aliran filsafat ketuhanan, Deisme. Aliran filsafat ini mengatakan bahwa Tuhan hanya hadir saat proses penciptaan saja, selebihnya Tuhan tidak ikut campur. Mereka menganggap Tuhan layaknya tukang pembuat jam yang membuat jam lalu membiarkan jam itu berputar sendiri. Aliran ini pun dibantah oleh aliran lain, yaitu Teisme. Aliran ini menganggap bahwa Tuhan tidak hanya hadir pada proses penciptaan, tetapi juga hadir menyertai segala kehidupan manusia. Bagi teisme, Tuhan bukanlah tukang pembuat jam. Tetapi Tuhan bagaikan tukang kebun yang selalu merawatnya setiap hari.