Tidak terdapat relief di candi Jago yang mengisahkan bahwa raja Jawa jaman dahulu itu mengendarai banteng, yang ada malah ukiran gomuka berbentuk kerbau dalam kisah kunjarakarna yang berisi tentang siksa neraka. Sekali lagi, yang terpahat di area candi Jago adalah kisah dari tradisi agama Hindu dan Buddha. Kisah yang terdapat dalam relief candi biasanya tidak memuat peristiwa sejarah, seringnya adalah kisah-kisah yang memuat nilai-nilai dalam tradisi agama Hindu dan Buddha.
Tentang kisah punakawan, memang terdapat ukiran yang mengisahkan perjalanan Arjuna bersama dua orang jelata sebagai pengiringnya, mungkin inilah yang dimaksud bahwa kemunculan sosok punakawan tertua yang pernah ditemukan. Kalau kunjarakarna tadi berkisah tentang aktifitas di neraka, maka kisah Arjuna ini berkisah tentang kehidupan surga hingga kisah Arjuna wiwaha. Tentang sosok semar dan putra-putranya baru muncul dalam kidung Sudamala, kisah Sadewa yang meruwat Batari Uma, dan kisah tersebut tidak terdapat di candi Jago ini.
Beragam kisah tersimpan dalam candi Jago, candi ini juga sempat direnovasi dijaman Majapahit. Saya juga pernah melihat penduduk jaman VOC berfoto dengan membawa sepeda ontelnya keatas candi. Betapa bangunan bersejarah ini telah melawati serangkaian sejarah hingga saat ini. Berawal dari penghormatan terhadap seorang raja yang berhasil mengakhiri episode dendam berdarah-darah hingga mengawali gagasan penyatuan nusantara. Sayapun juga sempat menyumbang kisah cinta yang kandas ditengah jalan.
Seingat saya, kenalan saya dari Kediri itu saya ajak duduk-duduk di tingkat ke tiga candi Jago setelah saya jemput dari Stasiun Kota Baru Malang. Kalau tidak salah hanya berselang tiga hari setelah gegap perayaan malam pergantian tahun. Belum sempat saya bercerita kepada kenalan saya tersebut, saya mendengar dibelakang kami membicarakan kutukan Empu Bharada, tokoh yang berhasil mengalahkan Calon Arang.
Dalam Nagarakertagama, Mpu Bharada bertugas menetapkan batas dari pembelahan kerajaan Medang Kahuripan. Kerajaan Medang terbagi menjadi dua: Kediri dan Jenggala, batas tersebut diyakini adalah sungai Brantas. Isi kutukan tersebut adalah siapapun yang berani melanggar batas tersebut, maka hidupnya akan diliputi kesialan. Kutukan yang pada akhirnya banyak memunculkan tafsiran di masyarakat, salah satunya adalah larangan menikah antara penduduk yang terpisah oleh aliran sungai Brantas, ya termasuk Malang dan Kediri. Tapi masyarakat sebenarnya juga meyakini bahwa kutukan tersebut sudah tawar oleh upaya Wisnuwardhana dalam menyatukan wilayah tersebut.
Selanjutnya, kami beranjak menuju Candi Kidal, saya cukup menyesali hal ini, pada waktu itu saya tidak menyadari terdapat spot nongkrong epic di daerah Gubuk Klakah, tapi ya sudahlah. Belum sampai Candi Kidal, perjalanan kami dihadang pertunjukkan kuda lumping yang cukup 'chaos', bahkan seorang pemain yang tubuhnya berlumuran lumpur tiba-tiba melompat menghadang tepat didepan motor beat karbu saya. Karena kenalan saya ini ketakutan maka saya batalkan perjalanan menuju candi Kidal, toh juga sudah terlalu sore. Sebagai gantinya saya ajak dia makan nasi goreng di seputaran Jalan Sukarno-Hatta Malang. Dan itulah pertemuan terakhir kami.
Tadinya...
Aku mau kisahkan sebuah candi
sebab aku hanyalah lelaki
yang tidak punya kemampuan
membangun seribu candi