Kalaupun harus bermacet-macetan disitu, rasanya enggak akan bikin gerah, tapi sayangnya aku enggak bisa berhenti dulu untuk menikmati objek yang sangat menarik tersebut karena perjalanan ke Surabaya masih panjang.
Siang tadi, aku dan anakku sengaja berwisata kesana, Menikmati bermacam lukisan yang merupakan karya mural pilihan dalam Ngalam Mural Festival bertema "Historical Journey of Malang Culture " yang diselenggarakan pada September 2017 lalu. Wisata murah tapi yang dinikmati sesuatu yang mewah
Mulanya aku khawatir takut disana nggak bisa parkir, aku berniat menikmati lukisan itu bukan sambil lalu dan hanya dari dalam mobil. Oleh karenanya untuk mengantisipasi apa yang aku khawatirkan, aku bahkan sudah berencana untuk minta didrop saja, lalu aku akan berjalan kaki, setelah puas menikmati sejumlah lukisan di dinding, baru nanti minta dijemput.Â
Untungnya kekhawatiran itu tidak terjadi, ternyata ada area diantara pilar dengan pilar yang cukup untuk parkir mobil. Ketika aku datang ada beberapa mobil yang sudah lebih dulu parkir disitu.Â
Terus terang, aku enggak tahu apakah memang diperbolehkan parkir disana, tapi berhubung tidak terlihat adanya rambu tanda dilarang parkir, makanya aku ikut-ikutan parkir disitu. (ini mungkin perlu dipikirkan, karena bisa jadi tempat ini pun akan ngehits seperti Kampung warna-warni Jodipan sehingga perlu tempat parkir khusus).
Berjalan di bagian bahwa jembatan layang Arjosari seperti berjalan di ruang pameran lukisan, dari satu pilar menuju pilar berikutnya perlu waktu yang lama. Setiap pilar layak untuk dinikmati berlama-lama.Â
Kolong jembatan layang ini memang benar-benar enak dipandang, bagian ini menjadi cantik karena sapuan cat aneka warna. Tulang-tulang badan jalan yang berjumlah lima dicat dengan warna yang berbeda. Bahunya sewarna, biru.Â
Kalau mata diarahkan memandang jauh ke akhir jalan layang, warna warni itu memberi kesan rapi. Pilar-pilarnya menjadi media yang digunakan oleh para seniman mural untuk mengekspresikan kreasi lukisannya dengan tema khas Malangan, batik dan topeng.Â
Sebenarnya aku berniat untuk menyusuri kolong jembatan layang itu dari ujung ke ujung, tapi karena kami kesananya pas matahari tengah terik, enggak mampulah aku berjalan cukup jauh begitu, akibatnya aku cuma bisa menikmati sebagian saja. Lain kali kalau ke Malang, ke tempat ini perlu diulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H