Sebulan setelah janji diucapkan, aku kembali untuk menuntaskan apa yang pernah kusampaikan kepada keluarga nelayan, bahwa aku akan kembali untuk mengadakan pengobatan cuma-cuma bagi mereka. Segala persiapan agar acara ini bisa terselenggara, berjalan dengan mendapat begitu banyak kemudahan, Alhamdulillah. Mereka yang berada dalam lingkaran pertemanan segera saja mengajukan diri untuk ikut berpartisipasi membantu. Dokter, apoteker, asisten farmasi, dan teman-teman penyuluh perikanan yang memang sudah sering berada disana dengan sukarela siap menjadi tim kerja. Tim kerja terdiri dari 5 orang dokter, tiga orang dari RS Budhi Jaya dimana aku bekerja sebagai konsultan disana, mereka adalah dr Okty, dr Ayu dan dr Lina, seorang dokter lagi adalah dr Abdul Hanan yang sehari-hari bekerja sebagai direktur RS Indosehat, Subang.
Yang mengurusi obat-obatan ada Nelly (apoteker) dan Yori (asisten apoteker) dan untuk urusan administrasi, pendaftaran, pemanggilan pasien, dan yang mengatur alur kerja (tentu saja setelah diberi pengarahan lebih dulu) adalah teman-teman penyuluh dari dinas perikanan Kabupaten Bekasi yang terdiri dari Nony, Dama, Rika, Tasya serta Ala.
Kemudahan berikutnya datang menyusul, dr Okty Prahalanitya, direktur RSIA Budhi Jaya menyatakan bahwa rumah sakit Budhi Jaya siap membantu untuk pengadaan obat-obatan yang kami perlukan, termasuk juga dari dirinya pribadi. Selain itu kebutuhan obat yang belum tersedia aku beli dengan bantuan teman-teman yang juga ingin sekali membantu tetapi terkendala waktu sehingga tidak bisa ikut terjun ke lapangan. Masalah obat-obatan pun selesai. Modal dasar untuk mengadakan pengobatan cuma-cuma telah tersedia.
Berikutnya adalah urusan transportasi yang akan membawa tim menuju lokasi. Tiga kendaraan disiapkan, satu dari dr Okty, satu dari aku dan satu lagi menggunakan mobil adikku yang tadinya berencana juga ikut kesana. Masalah angkutanpun terselesaikan. Begitu juga dengan urusan komsumsi untuk sarapan pagi dan makan siang semuanya telah diatur dalam rencana yang Alhamdulillah semua terlaksana dengan aman-aman saja.
Pada hari H, titik pertemuanpun ditentukan. Sebagian tim berangkat dari Jakarta, dan sebagian anggota tim lainnya dari Bekasi, Kami bertemu di Bekasi Timur dan dari sana kami berangkat beriring-iringan menuju tempat dimana sudah menunggu para keluarga nelayan. Koordinator lapangan di lokasi ada pak Niman, Pak Nasim dan ketua RT 001 dan RT 002 Kampung Bungin Desa Pantai Bakti.
Para anggota tim kerja sudah diberitahu bahwa perjalanan ke tempat yang masih masuk wilayah Kabupaten Bekasi memerlukan waktu paling cepat tiga jam dan jalan yang akan kami lalui nantinya tidak semuanya beraspal mulus, sebagian jalan kondisinya mungkin akan menyebabkan kita “ajrut-ajrutan” sehingga supir harus pandai-pandai memilih jalan. Namun demikian tidak satupun anggota yang resah dan bertanya, kami menikmati perjalanan layaknya pergi tamasya, memandang hamparan sawah hijau dan sawah yang kekeringan, melihat orang melakukan aktivitas mandi, cuci di kali yang airnya jauh dari kata bening (apalagi bersih) dan banyak sampah serta eceng gondok, melihat keriaan anak-anak berenang di kali seperti keceriaan anak-anak yang bermain air di kolam renang dan itu membuat sebagian anggota merasa prihatin (aku dan teman-teman penyuluh sudah prihatin duluan pada kunjungan sebelum-sebelumnya). Komentar yang keluar dari mulut mereka sama persis dengan komentar spontanku dulu:
“Kok di daerah yang dekat dengan ibu kota masih ada yang seperti ini yaaaa?”
“Dimanakah mereka yang punya kewajiban dan wewenang untuk mengatasi masalah ini?
Singkat cerita kami tiba di lokasi, kendaraan diparkirkan di seberang Desa Pantai Bakti, tempat parkir itu masuk dalam Desa Tanjung Pakis Kabupaten Karawang. Selanjutnya kami meneruskan perjalanan dengan berperahu, meskipun sungai kecil yang memisahkan kedua desa tersebut sudah dihubungkan dengan jembatan kayu dan bisa dilalui motor dan kita bisa berjalan kaki kesana, tapi jaraknya lumayan jauh rasanya kalau harus ditempuh dibawah teriknya sengatan matahari, apalagi harus membawa boks obat-obatan dan perlengkapan.
Tidak bermaksud untuk menggugat mereka yang mempunyai kewajiban ini, tetapi aku agak kecewa juga ketika tahu bahwa tidak seorang petugas kesehatan pun baik dari puskesmas kecamatan ataupun dari dinas kesehatan yang datang ke lokasi ini, padahal aku sudah menyampaikan proposal dan minta bantuan agar ada dari mereka yang ikut pada acara yang kami selenggarakan supaya mereka dapat melihat apa yang kami lihat, agar mereka mengetahui dengan mata kepalanya sendiri bahwa masyarakat di desa Pantai Bakti memerlukan mereka.
Semalam sebelumnya staf dari dinkes kabupaten menghubungiku bahwa aku bisa mengambil bantuan obat-obatan di Puskesmas Kecamatan Muara Gembong karena tidak ada petugas yang bisa mengantarkan. Kalau aku yang diminta mengambil kesana pasti butuh waktu tambahan, selain itu lokasi Desa Pantai Mekar saja aku belum tahu dimana? Jadi aku jawab saja:
“Terimakasih pak, tapi saya gak bisa. Obat-obatan yang kami perlukan sudah kami punya, tujuan saya memberitahu kegiatan itu sebenarnya lebih kepada mengajak petugas kesehatan untuk ikut partisipasi dan berkunjung pula ke Pantai Bakti”.
Maka niat baik dan uluran tangan dari Dinas Kesehatan Kabupaten, dalam hal ini Puskesmas Muara Gembong terpaksa dengan berat hati kami “abaikan sementara”, lain waktu mungkin kita berjodoh dan bisa bekerjasama.
Beberapa kasus agaknya terpaksa saya laporkan ke dinas kesehatan setempat untuk mendapatkan perhatian lebih lanjut, seorang warga kami duga menderita Morbus Hansen (kusta), jari-jari tangannya “hilang semua”, begitu juga dengan jari-jari kakinya. Saya minta izin untuk mengambil gambar dan mengatakan akan memuat gambar dirinya dalam tulisan yang akan saya buat. Alhamdulillah bapak ini tidak keberatan.
Pasien: “saya gak mampu bu, gak punya uang untuk berobat”
Saya: “kalau nanti ada petugas yang mengurus dan bapak harus mendapatkan perawatan, mau gak pak?”
Pasien :“mau saja bu….”
Maka saya berjanji (pada diri sendiri lebih tepatnya) bahwa saya akan menyampaikan masalah ini kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi atau bahkan Bupatinya yang juga seorang dokter.
Masalah lain yang perlu menjadi catatan untuk ditindak lanjuti adalah kasus balita berumur 17 bulan yang berat badannya cuma sekitar 7 kg. Balita ini perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut yang tentu saja tidak bisa kami lakukan disana.
Akhirnya, selesai juga kegiatan ini dan lagi-lagi dari Pantai Bakti, aku membawa janji yang harus ditindaklanjuti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H