Mohon tunggu...
yuyun arbaiyah
yuyun arbaiyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Yoen

Saya Yuyun, pekerja media tepatnya penyiar radio berita di Salah Satu Station radio Shasta di Indonesia. Slain sharan, says juga menjadi producer nya Dan juga turun liputan. Multitasking adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Natuna Milik Siapa

19 September 2021   15:56 Diperbarui: 19 September 2021   16:01 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Natuna milik siapa

Konflik terkait wilayah Teritorial Natuna kembali menjadi sorotan, pasca ramai diperbincangkan di sosial media bahkan menjadi trending topik di twitter pada hari Sabtu 18 September 2021. Kapal penjaga China terlihat berada di wilayah laut Natuna Utara, bahkan sekitar 5000 kapal dari China berada di sana. Banyak yang langsung  menafsirkan bahwa keberadaan China selama 3 hari di laut Natuna tersebut telah melanggar wilayah teritori Indonesia.

Hal ini ditampik oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia yang juga Rektor Universitas Jend Ahmad Yani, Prof Hikmahanto Juwana, S.H,LL.M,Ph.D dalam wawancara di Radio Elshinta minggu 19 September 2021. Sejatinya kapal China berada di laut lepas  dikawasan yang disebut Zona Ekonomi Eksklusif,bukan berada di zona wilayah teritorial Indonesia. Yang artinya China tidak menyalahi aturan jika berlayar disana senyampang tidak mengambil sumberdaya alam nya, yang merupakan hak milik Indonesia. China akan terus agresif berada disana untuk menyatakan keakuannya yang merasa memilik hak berada disana, demikian pula keberadaan Bakamla yang kemudian diterjunkan untuk menjaga keamanan para nelayan RI yang melaut disana. 

Keberadaan Tni yang kemudian turut diterjunkan until memantau di Natuna yang sejatinya   sudah melebihi batas teritori yang diperbolehkan yaitu lebih dari 200 Mil dari  bibir pantai padahal seharusnya tidal boleh lebih dari 12 Mil, namun menurut undang-undang internal TNI ada pengecualian demi menjaga keamanan para nelayan RI yang melaut disana. Untuk itu, Hikmahanto menyarakankan agar Indonesia memperkuat  keberadaan Bakamla sebagai penjaga keamanan para nelayan disana, mengingat kasus seperti ini tak akan berhenti hanya sampai disini.

Hikmahanto menambahkan, jangan sampai hal ini menjadikan salah persepsi bagi masyarakat Indonesia untuk menghujat China karena peristiwa ini. Mengingat China tidak menyalahi Hukum Internasional tentang batasan wilayah teritori. Mari semakin bijak sebelum menyampaikan persepsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun