Courage is not the absence of fear, but rather the assessment that something else is more important than fear.Â
- Franklin D. Roosevelt
Quotes yang ditulis oleh Presiden Amerika Serikat ke-32 di atas mengartikan bahwa suatu keberanian bukan berarti tidak adanya rasa takut, namun mengetahui bahwa ada hal yang lebih penting untuk dilakukan daripada rasa takut itu sendiri.
Sifat keberanian tersebut menurut saya berhasil ditunjukan oleh seorang Bupati di Solok, Sumatera Barat yang bernama Epyardi Asda.Dilansir dari regional.kompas.com, belum lama ini, tepatnya di bulan Juni tahun 2021, Bupati Solok Epyardi Asda mengamuk saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Puskesmas Tanjung Bingkung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Peristiwa yang dapat disaksikan di Youtube ini memperlihatkan Bupati Solok dalam sidaknya, mendapati bahwa ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Puskesmas itu sudah berhenti beroperasi dan berhenti menerima pasien pada pukul 17:00 WIB, padahal seharusnya IGD beroperasi selama 24 jam setiap hari.
Sidak tersebut dilakukan beliau sebab adanya laporan dari seorang warga yang menyatakan bahwa Puskesmas Tanjung Bingkung menolak memberikan pelayanan kepada warga yang mengalami kecelakaan dengan alasan "sudah di luar jam kerja".
Bagaimana tidak mengamuk, ketika Epyardi menegur para pimpinan dan karyawan di Puskesmas tersebut, mereka justru malah menunjukan surat pernyataan tidak mau bekerja di luar jam dinas kepada beliau.
Hal ini langsung membuat Epyardi meradang dan langsung memarahi mereka semua. Beliau dengan tegas berkata bahwa di mana-mana di dunia itu IGD beroperasi selama 24 jam untuk kepentingan rakyat dan tidak menerima alasan apapun.
Sambil merobek dan membuang surat pernyataan menolak kerja yang telah dimaterai dan ditandatangani tersebut, beliau berkata "Lalu kalau ada warga yang kesakitan, datang jam 6 sore, kalian biarin terkapar mati aja gitu?!" "Kan sudah saya perintahkan dengan jelas di arahan kemarin, mengapa kamu tidak laksanakan, malah bikin surat apa ini?!" lanjutnya dengan nada mengamuk.
Epyardi pun menuding para pegawai hanya bekerja untuk uang dan kalau tidak ada uang tidak mau bekerja. Padahal mereka digaji oleh negara yang uangnya berasal dari rakyat. "Kalian itu abdi masyarakat! kalau mau cari uang ya jadi pedagang atau pengusaha, jangan jadi pegawai!." tutur nya kepada para pegawai.
Sebagai efek jera, Kepala dan Tata Usaha Puskesmas Tanjung Bingkung langsung di non-aktifkan, sementara pegawai yang lain dibina dan diberi pengertian.
Beliau bukan marah dan mengamuk tanpa sebab, ia berkata bahwa kemarahan dan ketegasannya adalah sebagai bentuk pengabdian nya kepada masyakarat, dan bahwa ia siap untuk memberikan yang terbaik dan tidak akan membiarkan rakyatnya dikecewakan lagi oleh pelayanan Solok yang buruk, sebab berdasarkan survey yang diketauhi, kota Solok merupakan salah satu kota yang terburuk dalam pelayanan nya kepada masyarakat. Bapak Bupati ini tentu ingin memajukan kotanya.
Richard L. Daft dalam bukunya yang berjudul The Leadership Experience mendefinisikan keberanian sebagai kekuatan mental dan moral untuk dapat bertahan, menjalani, dan melawan ketakutan, bahaya, atau kesulitan.
Keberanian bukan berarti tidak adanya keraguan, kebingungan, atau ketakutan, tetapi keberanian adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu kebaikan yang lebih besar daripada ketakutan itu. Seperti yang dicontoh oleh Bapak Bupati Solok ini bukan?
Saya pribadi salut dengan beliau yang menegakkan kebenaran demi kebaikan masyarakat dan kota-nya walaupun ia mungkin menghadapi risiko dan masalah, seperti risiko untuk tidak disukai orang lain, risiko untuk dianggap tempramental, risiko untuk dianggap berlebihan, risiko untuk dipecat dan sebagainya. Damun beliau tetap melakukan yang benar karena ada hal yang lebih penting daripada risiko atau ketakutan itu, yaitu masyarakat dan kota-nya.Â
Dan pada akhirnya, justru banyak masyarakat dan pemimpin-pemimpin lain yang merasa salut dan kagum atas kepemimpinan yang dilakukan oleh Bapak Epyardi Asda ini.
Perlu diingat bahwa seorang pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang berani take action, bukan hanya sekedar jago bicara dan berpikir saja, itulah mengapa ada banyak orang di luar sana yang tidak mampu menjadi pemimpin sejati karena orang-orang tersebut hanya mampu memikirkan ide-ide yang bagus, atau membahas rencana-rencana yang luar biasa dan mungkin bermanfaat bagi kepentingan orang banyak, tapi pada praktik nya mereka tidak dapat melakukan aksi yang memerlukan keberanian itu.
Setiap keberanian pasti disertai dengan risiko. Namun itu semua tergantung pada kita sendiri, apakah kita mau mengambil risiko tersebut dan melakukan yang benar?
Pikirkan lah hal-hal berikut:
- Untuk tertawa - berarti mengambil risiko untuk tampil bodoh.
- Untuk menjadi tegas - berarti mengambil risiko tidak disukai orang.
- Untuk menjangkau - berarti mengambil risiko keterlibatan.
- Untuk mengungkapkan perasaan - berarti mengambil risiko mengekspos diri Anda yang sebenarnya.
- Untuk memberi ide dan impian Anda di depan orang banyak - berarti mengambil risiko penolakan.
- Untuk mencintai - berarti mengambil risiko ditolak.
- Untuk hidup - berarti mengambil risiko mati.
- Untuk berharap - berarti mengambil risiko putus asa.
- Untuk mencoba - berarti mengambil risiko kegagalan.
Tetapi risiko memang harus diambil, sebab bahaya terbesar dalam hidup adalah tidak mengambil risiko. Mereka yang tidak mengambil risiko tidak melakukan apa-apa dan tidak memiliki apa-apa. Mereka mungkin terbebas karena menghindar dari penderitaan dan kesedihan, tetapi mereka tidak dapat belajar, merasakan, berubah, tumbuh, atau mencintai. Hanya yang mengambil risiko-lah yang bebas.
Fear is a reaction, but courage is a decision
-Winston Churchill
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI