Mohon tunggu...
Yoel Sidabutar
Yoel Sidabutar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Psikologi terhadap Kehidupan yang Baik

22 Juni 2022   16:05 Diperbarui: 22 Juni 2022   16:09 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu hal yang membuat hidup menjadi lebih baik adalah kebahagiaan. Seseorang yang memiliki kebahagiaan jauh lebih mungkin untuk melihat hidup dengan baik daripada seseorang yang kebahagiaannya telah hilang. Oleh karena itu mempelajari kebahagiaan adalah salah satu jalur utama untuk belajar tentang kehidupan yang baik. Beberapa orang tidak hanya mencari kesenangan serta kebahagiaan tetapi juga kebermaknaan,sebagai contoh adalah mendapatkan rasa hormat dari rekan-rekan seseorang, atau mungkin membayangkan rasa hormat dari anak cucu.

Psikologi sendiri melalui Psikologi positif, memandang kebahagiaan atau happiness sebagai suatu cara hidup yang dapat membuat individu memenuhi segala potensinya dan mampu bergerak kearah kehidupan manusia yang baik. Oleh karena itu kebahagiaan tidak hanya bergantung pada kenikmatan (pleasure), kekayaan (wealth) dan kepercayaan agama (religious beliefs) saja. (Franklin, 2010). Setiap orang memiliki definisi kata "baik" yang berbeda-beda. Makna hidup yang baik juga bergantung pada banyak faktor seperti di mana kita tinggal, bagaimana kita hidup, apa pengalaman masa kecil kita, dan kekuatan karakter apa yang kita hargai dalam diri kita sendiri dan orang lain.

  • Teori Maslow

Abraham Maslow (1943) dalam bukunya yang berjudul 'A Theory of Human Motivation' mencetuskan sebuah teori yakni Teori Hierarki Kebutuhan yang lebih akrab disebut dengan Teori Maslow. Teori Hierarki Kebutuhan yang dicetuskan oleh Abraham Maslow ini merangsang adanya pengaruh yang sangat besar pada kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, Maslow memodelkan kebutuhan manusia yang berbeda diibaratkan sebagai piramida di mana setiap tingkat dibangun dari bawah hingga di atas, mulai dari kebutuhan fisiologis seperti makanan dan air hingga "aktualisasi diri" pada bagian puncak (Maslow, A. H. 1943).

Teori yang dikemukakan oleh Maslow diatas dapat bermakna bahwa ketika kita bergerak melalui dan naik piramida kebutuhan untuk mencapai aktualisasi diri, ide kita tentang "kehidupan yang baik" berubah, misalnya seorang yang masih berada di tingkatan terbawah dalam kesehariannya masih sulit dalam memenuhi kebutuhan fisiologisnya maka hanya dengan terpenuhinya kebutuhan fisiologis sudah menjadi kehidupan yang baik, berbeda dengan orang yang kebutuhan fisiologisnya sudah terpenuhi dengan baik atau sudah di tingkat diatasnya yakni keamanan dimana dia Bahagia jika punya kestabilan finansial dan lain-lain . Faktor lain yang mendukung adalah nilai yang dianggap sebagai kehidupan yang baik. Nilai-nilai seperti kekuatan, keamanan, tradisi, atau kebajikan adalah kumpulan prinsip yang memandu pemilihan atau evaluasi tindakan, peristiwa, dan orang-orang dan apa yang kita "anggap benar dan diinginkan dalam hidup" (Bilsky, W., & Schwartz, S. H. 2008).

2. Teori Pleasant Life, Good Life, Meaningful Life

Menurut objective list theory, kebahagiaan dapat tercapai jika individu mampu untuk memenuhi segala hal tujuan yang diinginkan misalnyapemenuhan kebutuhan materi, kebebasan, kesehatan, Pendidikan pengetahuan, pertemanan. (Abarca, 2021). Dalam authentic theory, kebahagiaan terkait dengan tiga hal yaitu good life, pleasant life, dan meaningfull life. Pleasant life terkait dengan hedonism, good life terkait dengan pemenuhan keinginan individu dan meaningful life yang terkait dengan objective list.

Seligman mendefinisikan hidup yang bahagia menjadi tiga level yaitu :

The Pleasant Life

Yaitu level kebahagiaan dimana seseorang memiliki dan mendapatkan kestabilan emosi positif untuk mencapai kebahagiaan, Pleasant life yaitu kehidupan dimana seseorang melakukan hal-hal yang dianggap bisa membuat Bahagia seperti makan-makanan favorit, belanja, olahraga, main game, dan lain-lain, biasa didapatkan oleh orang-orang dengan kemampuan menangah keatas. Namun keadaan seperti ini terkadang hanya bersifat sekilas, sehingga orang menginginkan level kebahagiaan yang lebih tinggi

Good Life

Yaitu level kebahagiaan yang tidak berkaitan dengan memaksimalkan kesenangan, tetapi kehidupan yang diwarnai dengan keberhasilan menggunakan semua kekuatan yang dimiliki untuk mencapai keadaan dimana ada komitmen dan flow.Flow digambarkan sebagai keadaan seseorang menggabungkan diri dengan aktifitasnya dan menikmatinya. Pada level Good life ini seseorang berfokus pada memperkuat diri akan aspek yang diinginkan dan mengaplikasikannya terhadap semua aspek kehidupan.

Meaningful Life

Yaitu level kebahagiaan dimana seseorang memakai kekuatan yang dimilikinya untuk melakukan pelayanan dan berkontribusi dalam mencapai sesuatu yang lebih baik terhadap dunia yang lebih baik. Dalam hal ini menggunakan kekuatan dan kebajikan kita untuk melayani sesuatu yang lebih besar dari kita berkaitan dengan sesuatu di luar diri individu atau berkaitan dengan komitmen individu terhadap entitas di luar diri.

3. Teori Perma

Seligman (2013) mengatakan bahwa kesejahteraan pada Psikologi Positif dikenal sebagai PERMA atau yang sering disebut dengan flourishing yang mencakup mengenai positive emotion, engagement, relationship, meaningfullness dan accomplishment dengan konsep yang dikembangkan oleh Martin Seligman (Effendy et al., 2016).

Definisi flourishing menurut Michalec (2009) yaitu keadaan sehat mental yang positif untuk berkembang menjadi lebih baik dalam upaya bebas dari gangguan mental dan memiliki fungsi emosional yang positif secara individu dan sosial (dalam Hefferon & Boniwell, 2011). Flourishing ini berkaitan dengan individu yang secara bersamaan memiliki tingkat sosial, emosional, dan kesejahteraan psikologis (Lopez et al., 2019).

Berdirinya Psikologi Positif pada tahun 2000 disampaikan oleh Seligman yang saat itu menjabat sebagai ketua APA dan menyampaikan gagasan mengenai Auntetic Happiness meliputi 3 dimensi (positive emotion ,engagement, dan meaning). Tetapi ada perbaikan pada tahun 2006 menjadi 5

pilar yaitu

1. Positive Emotion, bagian dari emosi positif seperti kedamaian, rasa syukur, kepuasan, kesenangan, inspirasi, harapan, keingintahuan, kekaguman dan cinta

2. Engagement, Ketika kita benar-benar terlibat dalam situasi, tugas, atau proyek, kita mengalami keadaan flow: waktu sepertinya berhenti, kita kehilangan rasa diri kita, dan kita berkonsentrasi secara intens pada saat ini.

3. Relationship, hubungan yang mendukung satu sama lain dikarenakan manusia adalah "makhluk sosial," dan hubungan baik sangat penting untuk kesejahteraan. Hubungan sosial yang kuat terkait

dengan kesehatan fisik dan mental yang baik dan juga mencegah terhadap stresor. Relationship terdiri mulai dari keluarga, teman, dan lainnya;

4. Meaning, menjadikan kehidupan lebih bermakna dengan memberikan kontribusi selain untuk diri sendiri agar bisa membawa dampak yang luas, melayani sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Ini menempatkan hidup dalam perspektif. Bahwa kita termasuk dalam sesuatu yang lebih besar.;

5. Accomplisment/Achievement, memiliki tujuan-tujuan yang dapat diperoleh sesuai dengan keinginannya, Menguasai keterampilan, mencapai tujuan penting untuk kesejahteraan. Bekerja menuju sebuah tujuan bermanfaat bagi diri sendiri. (Effendy et al., 2016).

Flourishing bisa berkembang dengan baik ketika ada integrasi dari pilar- pilar diatas. Misalnya: individu mampu memberikan respon terhadap tekanan dan tantangan yang muncul; mencapai tujuan dalam hidupnya sesuai dengan minat dan bakatnya; optimis dengan masa depan; hubungan positif dengan orang lain; dapat mengendalikan emosi; dan lainnya (Nurhayati & Helmi, 2013; Nurul et al., 2021; Zulfa & Prastuti, 2020). Perkembangan flourishing yang baik dapat membuat kesehatan fisik, mental, dan finansial yang lebih sejahtera karena segala aspek mulai dari emosi, hubungan, pemaknaan lainnya dapat saling terintegrasi (Effendy et al., 2016). Flourishing merupakan tingkatan tertinggi dari kesejahteraan (Zulfa & Prastuti, 2020) yang Ketika lima pilar diatas dapat dicapai, maka individu tersebut akan merasa sejahtera (Effendy et al., 2016).

REFERENSI

Bilsky, W., & Schwartz, S. H. (2008). Measuring motivations: Integrating content and method. Personality and Individual Differences, 44(8), 1738-1751.

Effendy, N., Pada, S., Mhc-sf, K., & Diener, E. (2016). Konsep Flourishing dalam Psikologi Positif : Subjective Well-being atau berbeda ? Psychology Forum UMM, 326--333.

Franklin, S. S. (2010). The psychology of happiness: A good human life. Cambridge University Press.

Hefferon, K., & Boniwell, I. (2011). Positive Psychology Theory, Research and Applications. Berkshire: McGraw-Hill.

Lopez, S. J., Pedrotti, J. T., & Snyder, C. R. (2019). Positive Psychology The Scientific and Practical Exploration of Human Strength Fourth Edition. California: SAGE Publications.

Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370--396. https://doi.org/10.1037/h0054346

Nurhayati, S. R., & Helmi, A. F. (2013). Marital Flourishing : Kualitas Perkawinan dalam Teori Eudaimonik. Buletin Psikologi, 21(2), 68--79.

Zulfa, N. aziqah, & Prastuti, E. (2020). 'Welas Asih Diri' dan 'Bertumbuh': Hubungan Self- Compassion dan Flourishing pada Mahasiswa. Mediapsi, 6(1), 71--78.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun