Dalam teori Bourdieu, habitus mencakup pola perilaku, nilai-nilai, dan cara pandang dunia yang dipelajari dan diinternalisasi individu dari pengalaman hidup mereka dalam struktur sosial yang lebih besar. Begitu juga dalam konteks pajak, habitus dapat mempengaruhi cara individu atau perusahaan memandang kewajiban pajak mereka, serta bagaimana mereka berinteraksi dengan struktur perpajakan yang ada.
Misalnya, seorang pengusaha atau individu dengan habitus yang terbentuk dalam kelas sosial tertentu (misalnya kelas menengah atas atau kelas bisnis) mungkin lebih cenderung untuk memanfaatkan struktur pajak internasional untuk mengurangi beban pajak mereka, termasuk dengan membentuk atau mengendalikan CFC di negara yang memiliki tarif pajak rendah atau tidak ada pajak. Hal ini mungkin dianggap sebagai strategi "normal" atau "rasional" dalam lingkungan sosial mereka, tergantung pada bagaimana habitus mereka membentuk pemahaman tentang kewajiban pajak dan penghindaran pajak.
Habitus juga berhubungan dengan normalisasi atau penerimaan terhadap praktik-praktik tertentu dalam masyarakat, termasuk penghindaran pajak. Dalam masyarakat yang memiliki habitus yang menganggap penghindaran pajak sebagai hal yang sah atau bahkan wajar, strategi seperti mendirikan CFC untuk mengalihkan laba ke negara dengan tarif pajak rendah mungkin diterima secara sosial. Individu atau perusahaan yang tumbuh dalam lingkungan ini tidak hanya melihat penghindaran pajak sebagai praktik yang sah secara hukum, tetapi juga sebagai tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam habitus mereka. Sebaliknya, dalam lingkungan sosial atau budaya yang lebih menekankan kewajiban pajak dan rasa tanggung jawab sosial, tindakan seperti menggunakan CFC untuk menghindari pajak bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak etis atau merugikan masyarakat secara umum. Hal ini bisa dipengaruhi oleh habitus yang menilai pentingnya kontribusi pajak terhadap kesejahteraan sosial dan negara.
Dalam teori Bourdieu, habitus mencakup pola perilaku, nilai-nilai, dan cara pandang dunia yang dipelajari dan diinternalisasi individu dari pengalaman hidup mereka dalam struktur sosial yang lebih besar. Begitu juga dalam konteks pajak, habitus dapat mempengaruhi cara individu atau perusahaan memandang kewajiban pajak mereka, serta bagaimana mereka berinteraksi dengan struktur perpajakan yang ada.
Misalnya, seorang pengusaha atau individu dengan habitus yang terbentuk dalam kelas sosial tertentu (misalnya kelas menengah atas atau kelas bisnis) mungkin lebih cenderung untuk memanfaatkan struktur pajak internasional untuk mengurangi beban pajak mereka, termasuk dengan membentuk atau mengendalikan CFC di negara yang memiliki tarif pajak rendah atau tidak ada pajak. Hal ini mungkin dianggap sebagai strategi "normal" atau "rasional" dalam lingkungan sosial mereka, tergantung pada bagaimana habitus mereka membentuk pemahaman tentang kewajiban pajak dan penghindaran pajak.
Habitus juga berhubungan dengan normalisasi atau penerimaan terhadap praktik-praktik tertentu dalam masyarakat, termasuk penghindaran pajak. Dalam masyarakat yang memiliki habitus yang menganggap penghindaran pajak sebagai hal yang sah atau bahkan wajar, strategi seperti mendirikan CFC untuk mengalihkan laba ke negara dengan tarif pajak rendah mungkin diterima secara sosial. Individu atau perusahaan yang tumbuh dalam lingkungan ini tidak hanya melihat penghindaran pajak sebagai praktik yang sah secara hukum, tetapi juga sebagai tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam habitus mereka. Sebaliknya, dalam lingkungan sosial atau budaya yang lebih menekankan kewajiban pajak dan rasa tanggung jawab sosial, tindakan seperti menggunakan CFC untuk menghindari pajak bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak etis atau merugikan masyarakat secara umum. Hal ini bisa dipengaruhi oleh habitus yang menilai pentingnya kontribusi pajak terhadap kesejahteraan sosial dan negara.
Terdapat beberapa peluang Controlled Foreign Corporation dalam konteks Hibatus sesuai teori Pierre Bourdieu:
- Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak: dengan regulasi Controlled Foreign Corporation, Pemerintah dapat mendorong Wajib Pajak dalam membentuk hibatus yang berfokus pada kepatuhan perpajakan. Hal ini akan menimbulkan tingkat kesadaran yang tinggi bagi Wajib Pajak untuk dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, transparan dan akuntabel.
- Peningkatan sosialisasi melalui pendidikan dan workshop: dengan adalah sosialisasi melalui pendidikan dan workshop yang diadakan oleh Pemerintah, Wajib Pajak akan lebih memahami pentingnya regulasi mengenai Controlled Foreign Corporation sehingga dapat menimbulkan pemahaman yang baik bagi Wajib Pajak.
- Mendorong peningkatan etika bisnis: dengan hibatus yang mengutamakan kepatuhan perpajakan akan medorong setiap wajib pajak untuk lebih beretika dalam menjalankan usahanya dengan sebisa mungkin menghindari praktik penghindaran pajak.
Tantangan yang dihadapi untuk Controlled Foreign Corporation dalam konteks Hibatus sesuai teori Pierre Bourdieu:
- Kesadaran Wajib Pajak: peningkatan kesadaran wajib pajak menjadi hal yang sulit dibangun untuk menciptakan habitus yang patuh terhadap peraturan perpajakan. Pada saat kebiasaan untuk melakukan tindakan penghindaran pajak sulit untuk dikendalikan, maka akan sulit pula untuk mengubah pola pikir wajib pajak dalam menciptakan habitus yang taat akan peraturan perpajakan.
- Keterbatasan Sumber Daya Manusia: untuk dapat melakukan peningkatan sosialisasi melalui pendidikan dan workshop tentu membutuhkan sumber daya manusia yang memahami konteks Controlled Foreign Corporation dalam perpajakan. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi Pemerintah untuk menyediakan sumber daya yang handal dan memahami konsep Controlled Foreign Corporation tersebut.
- Banyak negara telah mengembangkan peraturan anti-CFC untuk mencegah praktik pengalihan laba yang berlebihan (profit shifting). Regulasi ini mencerminkan habitus pemerintah yang berorientasi pada perlindungan basis pajak domestik.
- Kompleksitas perbedaan aturan perpajakan di berbagai negara menciptakan tantangan operasional bagi perusahaan yang menggunakan CFC. Habitus regulasi yang kaku di beberapa negara dapat menghambat optimalisasi strategi pajak.
Strategi Menghadapi Peluang dan Tantangan:
- Membentuk Habitus Transparansi dan Kepatuhan: Perusahaan harus memanfaatkan peluang dengan mematuhi aturan anti-CFC secara transparan dan menjelaskan strategi pajak mereka kepada pemangku kepentingan. Hal ini dapat membantu membangun reputasi sebagai perusahaan yang bertanggung jawab.
- Optimalisasi dengan Memanfaatkan Habitus Kolaboratif: Dengan bekerja sama dengan otoritas pajak dan yurisdiksi tertentu, perusahaan dapat mengadopsi struktur CFC yang tetap sah namun mengurangi konflik dengan regulasi internasional.
- Adaptasi terhadap Kebijakan Pajak Minimum Global: Perusahaan dapat berinvestasi dalam yurisdiksi yang memberikan manfaat ekonomi nyata selain insentif pajak, sehingga strategi menggunakan CFC tetap relevan meskipun ada pajak minimum global.
Dalam pajak internasional, CFC menawarkan peluang besar bagi perusahaan untuk mengoptimalkan strategi pajak melalui pemanfaatan perbedaan regulasi antarnegara. Namun, dalam perspektif habitus, tantangan utama terletak pada meningkatnya regulasi, transparansi, dan perubahan persepsi masyarakat terhadap keadilan pajak. Perusahaan yang dapat menyesuaikan diri dengan habitus baru yang menuntut kepatuhan, akuntabilitas, dan kontribusi ekonomi yang adil akan mampu memanfaatkan peluang sambil mengatasi tantangan secara efektif.