Mohon tunggu...
Yobin Diniharis
Yobin Diniharis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penikmat kopi yang tak kunjung pandai. Hobby bermeditasi.

Sederhana-sederhanakan saja!

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Nasib Keberadaan Boboko Dusun Ciloagirang Hari Ini

9 Juli 2022   11:57 Diperbarui: 15 September 2022   10:05 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bing.com/blogbambukreatifmuktisari/bobokohinis

Boboko atau sering disebut juga dengan Bakul, sebagaimana fungsinya ia sebagai tempat nasi. Boboko merupakan salah satu kerajinan tangan anyaman yang terbuat dari bambu. Boboko telah menjadi warisan turun temurun dari para leluhur di Dusun Ciloagirang, Desa Muktisari. Hal ini dapat diketahui penulis dari cerita yang disampaikan secara lisan oleh kedua orang tua, diperkuat oleh cerita obrolan tongkrongan warung kopi atau teras rumah dari setiap penduduk asli, hingga dari obrolan pengisi waktu luang dalam acara hajatan-hajatan atau acara lainnya bersama masyarakat Ciloagirang.

Boboko telah menjadi ciri khas Dusun Ciloagirang, Desa Muktisari. Keberadaanya telah bertahan lama, dari dahulu sampai sekarang dan telah menjumpai beberapa generasi. Namun, kondisi saat ini pembuatan boboko dari generasi ke generasi dalam keadaan sangat mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan para pengrajin boboko di Dusun Ciloagorang mengalami penurunan yang signifikan. Sebagaimana biasanya proses pembuatan boboko hampir dilakukan oleh setiap keluarga yang dapat ditemukan dalam setiap rumah masing-masing. Berbeda jauh saat ini hanya dapat ditemukan pada sebagian rumah saja. Warisan peninggalan para pendahulu kini kian hari kian tertinggalkan, baik oleh generasi tua maupun generasi muda.

Fakta yang dapat ditemukan di lapangan hari ini menggambarkan bahwa boboko di Dusun Ciloagirang, Desa Muktisari tidak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan akan hilang keberadaanya. Hal ini bisa terjadi apabila proses pembuatan semakin ditinggalkan oleh generasi berikutnya. Berikut beberapa hasil pengamatan penulis terkait penyebab boboko semakin ditinggalkan baik oleh para pengrajin atau konsumen diantaranya:

  • Kebutuhan hidup para pengrajin semakin tinggi baik mulai dari kebutuhan pangan, sandang, hingga papan. Sedangkan penghasilan untuk menutupi kebutuhan itu tidak tercukupi dari hasil penjualan boboko saja.
  • Para pengrajin boboko ada yang memilih alih profesi dari pengrajin boboko ke profesi lain yang lebih menjanjikan atau memilih pembuatan boboko hanya sebatas sampingan dalam mengisi waktu luang.
  • Persaingan ekonomi, boboko dari anyaman bambu harus bersaing dengan produk lain yang berbahan selain dari bambu.
  • Proses pembuatan boboko memakan waktu yang lama.
  • Kurangnuya pengembangkan produktivitas, baik dari segi kreativitas produk, pemasaran, maupun penggunaan teknologi dalam kegiatan produksi.
  • Kurang adanya perhatian dan kepedulian dari berbagai pihak.
  • Boboko yang terbuat dari anyaman bambu produknya tidak tahan lama atau mudah termakan usia.
  • Pilihan motif anyaman boboko kurang beragam.

Dari berbagai permasalahan di atas, penulis mengajukan beberapa solusi alternatif diantaranya: Sebagai masyarakat Dusun Ciloagirang kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian kerajinan yang sudah menjadi identitas lokal ini, untuk itu kita harus mau mempelajari kerajinan boboko, baik sekedar mengenal atau ikut serta mempraktikan sebagai upaya melestarikan keberadaannya. Kemudian, sebagai generasi tua yang memiliki keahlian dalam proses pembuatan harus berupaya mengajarkannya pada generasi penerus sehingga boboko itu tidak musnah dan tetap bertahan dengan berbagai macam strategi dan pendekatan.

Selanjutnya, harus adanya perhatian dari berbagai pihak dan kepedulian bersama untuk merawat warisan para leluhur tersebut. Hal ini bisa melalui peran pemerintah setempat atau peran kemandirian masyarakat itu sendiri yakni dengan membentuk kelompok peduli kebudayaan yang bertujuan menjaga warisan luhur budaya Dusun Ciloagirang. Contoh kongkrit dari program kelompok ini bisa dengan mngadakan pelatihan dan bimbingan terkait cara merawat kebudayaan, pengembangan kreativitas produk, bimbingan peningkatan kualitas produk, pelatihan penjualan atau pemasaran secara lokal maupun global, mengadakan kegiatan festival atau pameran kebudayaan desa atau mengikutsertakan dan memperkenalkan boboko dalam kegiatan pameran kebudayaan tingkat daerah/nasional/internasional, dan lain-lain.

Terakhir, sebagai masyarakat yang memiliki darah suci para leluhur Dusun Ciloagirang kita harus senantiasa menghidupkan kembali boboko dengan berbagai inovasi dan kreativitas baru. Dalam upaya merawat warisan para leluhur yang kian hari kian tertinggalkan bahkan mungkin terlupakan. Mari kita mencintai budaya sendiri tanpa merendahkan budaya orang lain. Kita tidak perlu merasa menyalahkan keadaan secara berlebihan dengan kondisi yang mengkhawatirkan ini. Karena, tidak ada yang perlu disalahkan dan menyalahkan, kecuali mari membuat perubahan sedikit demi sedikit mulai diri kita sendiri dari hal terkecil yang mampu dilakukan. Sebagaimana nasihat yang disampaikan Kahlil Gibran dalam penggalan puisinya: “Jangan kalian tangisi hilangnya harum mawar di taman. Tangisilah, mengapa kita menghilangkan tradisi menanam bunga mawar itu sendiri!”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun