Meskipun sebagaimana yang kita ketahui bahwa mungkin banyak sekali berbagai macam aspek aspek irasional dan tidak logis diluar kemampuan akal nalar manusia, namun masyarakat Indonesia masih berpegang teguh, patuh dan percaya akan kebenaran ajaran yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Bilamana kita telisik lebih lanjut dalam konteks kehidupan beragama, terkhusus dalam teologi ajaran Agama Islam yang menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia, Islam yang kaffah (menyeluruh) memiliki doktrin yang jelas dalam segi teologis, disamping itu Islam juga memiliki fleksibilitas hukum dalam pengembangan dan pemahaman berbagai macam persoalan serta problematika sosial di ruang lingkup kehidupan sosial masyarakat.Â
Agama Islam dalam hal ini dipahami oleh para penganut ajarannya secara rasional, bukan hanya sekedar dogma maupun paradigma. Hubungan antara agama dan juga tatanan sosial yang ada merupakan hubungan yang saling memiliki keterkaitan, meskipun mungkin tidak sepenuhnya terintegrasi menjadi satu kesatuan.
Agama tidak dapat dihilangkan dalam tatanan sistem sosial masyarakat yang ada sebab agama merupakan salah satu control system masyarakat pada umumnya, karena sejatinya agama tidak hanya diyakini dengan iman namun juga dibuktikan dengan ilmu pengetahuan. Dapat kita ambil contoh dalam perspektif ajaran agama Islam, dalam berbagai macam sumber literatur yang telah didapatkan, agama Islam merupakan agama yang paling fundamental, rasional, serta paling rigid dalam pengaturan kehidupan sosial.Â
Agama Islam mengatur segala tindak perilaku dalam kehidupan, bahkan dalam suatu hal yang mungkin kerap kita anggap sepele namun diatur jelas, konkrit, dan rigid dalam agama Islam. Hal tersebut dapat kita tinjau mulai dari aspek tatacara peribadatan, transaksi perniagaan, hukum dan peraturan, hingga hubungan antara manusia dengan Tuhan serta hubungan manusia dalam lingkup kemasyarakatan.
Sinergitas relasi antara politik, agama, ekonomi, sosial dan budaya merupakan sebuah keniscayaan sekaligus implementasi perwujudan bentuk simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan, saling berikatan, mengisi, mengayomi, serta memandu orientasi masa depan sesuai dengan perkembangan zaman.
Imam al-Ghazali dalam Nashihat al-Muluk (Nasihat untuk Para Raja, Pemimpin Negara) pun pernah menyatakan bahwasanya, "ad-Din wa as-siyasah tauaman" (Agama dan politik itu bagaikan dua saudara kembar). Agama (Islam) memang tidak akan dapat dipisahkan dari (kehidupan) berpolitik. Keduanya berperan, saling mengisi dan berbagi fungsi. Agama hadir guna penjagaan dan juga pengawalan politik dari berbagai macam potensial penyimpangan penyelewengan yang timbul karena syahwat politik dan kekuasaan, sedangkan politik hadir guna memfasilitasi ekspresi manifestasi dan juga aktualisasi kehidupan beragama bagi para penganutnya.
Keduanya dapat memainkan peran dan juga fungsinya secara harmoni, saling mengisi, berkesinambungan dan melengkapi secara proporsional yakni dengan menghindari adanya konfrontasi dan tidak dalam relasi antagonis maupun kontraproduktif. Jika salah satu dipisahkan, maka keberjalanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan pincang, tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.Â
Kiblat arah tujuan dari didirikannya bangsa nilai nilai luhur dari suatu negara bisa hilang arah, kehilangan jati diri, hingga jauh dari keberkahan Ilahi. Sehingga sebagai point pokok kesimpulan, pemikiran agama tidak dapat dipisahkan dalam segala aspek kehidupan, baik itu sosial, politik, ekonomi, budaya maupun lain sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H