Mohon tunggu...
Rap Yobel Nathania
Rap Yobel Nathania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Penikmat Matcha, K-pop, dan Senyummu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Layak Berdiri Secara Hukum, Apakah Peternakan "Layak" bagi Kehidupan Luwak?

5 Januari 2023   21:00 Diperbarui: 5 Januari 2023   21:04 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar tahun 2013, media menggembor-menggemborkan tentang kopi yang diproduksi dari feses musang. Konon katanya, kopi tersebut memiliki cita rasa yang unik. Kopi yang berasa dari  atau Luwak kemudian disebut sebagai “Kopi Luwak”.

Saya pribadi belum berkesempatan untuk mencoba kopi tersebut. Pertimbangan saya dahulu ada dua: mahal dan tidak sanggup mencicipi sesuatu yang berasal dari sisa kotoran. Seiring berjalannya waktu, saya mulai bertanya-tanya. Apakah perawatan Luwak seeksklusif itu hingga harganya bisa mahal?

Kopi Luwak memang membuka peluang usaha bagi banyak orang. Peluang ini terkhusus bagi mereka yang wilayahnya masuk teritori Luwak. Maka dari itu, muncullah berbagai peternakan Luwak seperti di Sumatera, Jawa dan Kalimantan, Lombok, dan juga daerah Bima, Nusa Tenggara Barat.

Hampir rata-rata peternakan Luwak mengklaim adanya izin legal dan mematuhi peraturan yang ada. Seperti yang saya temui pada penelitian Jurnal Online Teknik Nasional tentang Analisis Kelayakan Usaha Kopi Luwak di Bali. Kelayakan tersebut dinilai dari aspek izin resmi dan tidak adanya limbah kopi yang mencemari lingkungan. 

Analisis peternakan Luwak lainnya datang dari peternakan di Lampung. Dikutip dari Journal of Agribisnis Science, analisis kelayakan usaha agroindustri kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat dapat disimpulkan merupakan usaha yang menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

Kesamaan dari analisis kelayakan tersebut didasarkan dari faktor keuntungan bisnis dan juga izin yang resmi. Mengapa  faktor utama analisis kelayakan tidak dilihat dari faktor produksi dan pemeliharaan Luwak? Bukankah produk yang layak (dalam hal ini Kopi Luwak) didapatkan dari faktor produksi yang layak pula? (dalam hal ini Luwak yang sehat, proses yang mumpuni, dan sebagainya).

Luwak atau Asian Palm Civet (Paradoxurus hermaphroditus) adalah hewan liar. Di alam liar, Luwak tinggal di hutan primer (hutan yang sama sekali belum dieksploitasi oleh manusia), hutan sekunder (hutan yang ditinggali oleh vegetasi yang muncul setelah aktivitas manusia seperti peternakan, perkebunan), perkebunan yang dekat dengan hutan, serta terkadang dapat dijumpai di pemukiman manusia akibat dari hilangnya habitat asli mereka.

Luwak adalah hewan liar yang seharusnya memiliki tempat tinggal sesuai dengan habitat seharusnya. Salah seorang dosen peternakan asal Universitas Padjadjaran juga mengonfirmasi bahwa hewan liar yang ingin diternakkan harus mendapat tempat tinggal yang sama persis dengan habitat aslinya. Tujuannya adalah agar hewan merasa nyaman dan tidak stres.

Namun dalam kenyataannya, luwak tidak diperlakukan sedemikian rupa. Alih-alih mendapatkan tempat tinggal yang didesain seperti hutan, luwak peternakan hanya diletakkan dalam kendang kayu yang diberi kawat besi untuk penghalangnya. Lebih mudahnya, kandang Luwak dibuat sama seperti peternak memelihara ayam petelur.

Sekali lagi, saya tekankan, luwak adalah hewan liar. Sejatinya, hewan liar tidak terbiasa berinteraksi dengan manusia. Lalu apa jadinya jika mereka diternakkan oleh manusia? Jika diumpamakan dengan norma kemanusiaan, maka selayaknya manusia harus memberikan segala hal yang dibutuhkan dengan layak dan benar.

Membahas tentang memberikan keperluan yang layak dan benar, terdapat 5 pedoman Animal Welfare (kesehjateraan hewan) atau yang dikenal juga dengan sebutan “Five of Freedom”. Salah satu di antaranya membahas tentang “bebas mengekspresikan perilaku alami”. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun