Mohon tunggu...
Yobel Aristya Hartono
Yobel Aristya Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa/Penulis

Saya adalah mahasiswa semester akhir di kota Solo, hobi saya membaca dan menulis, juga seorang yang sangat tertarik pada isu politik, ekonomi, lingkungan, kesehatan mental dan kehidupan remaja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berjudi di Bursa Calon Legislatif

16 Maret 2024   23:15 Diperbarui: 17 Maret 2024   03:16 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     DPR(Dewan Perwakilan Rakyat) sebagai bagian dalam konsep Trias Politika ternyata mempunyai daya pikat luar biasa di tengah-tengah masyarakat sebagai jabatan idaman yang layak diperebutkan. Tercatat setidaknya 200.000 caleg(calon legislatif) berkompetisi pada pemilu tahun 2014, sementara di tahun pemilu yang sama kursi yang tersedia hanya 19.000 saja, itupun terbagi dari DPR RI, DPR Provinsi dan DPR Daerah. Jumlah caleg di dua kali pemilu berikutnya tergolong mempunyai jumlah calon yang cukup besar dengan ketersediaan kursi yang hampir tidak jauh berbeda dari pemilu sebelumnya. Artinya, minat untuk menjadi anggota legislatif di Indonesia begitu tinggi.

Lalu, mengapa banyak orang rela “berjudi” di bursa calon legislatif meski mempunyai potensi kekalahan jauh lebih besar dari kemenangan?

     Padi Masak, Jagung Mengupih  mungkin menjadi Peribahasa yang tepat untuk menjawab pertanyaan di atas, mendapat keuntungan berlipat dari satu pekerjaan. Bagaimana tidak? Seorang caleg terpilih akan mendapat Kekuasaan, Keuntungan Materil dan kesempatan mengemban jabatan untuk berbakti pada masyarakat melalui tugas pokok dan fungsinya. Hal itu tentu menggiurkan untuk dapat dimiliki, serta menjadi alasan kuat mengapa jumlah caleg selalu tinggi dan bisa saja akan terus meningkat meski pada praktik perjuangannya Bagai Mencari Jarum di Tumpukan Jerami. 

 

Mereka yang gagal “duduk di Kursi”

     Para calon legislator, terkhusus mereka yang baru kali pertama terjun menajajak peruntungan harus rela menelan pahit oleh karena kekalahannya, tentu, seperti yang telas ditulis sebelumnya bahwa caleg yang akan akan kalah jauh lebih banyak ketimbang mereka yang bisa duduk di kursi dewan.

     Selain kekecewaan yang nyata, hampir sudah menjadi rahasia umum jika calon-calon mengeluarkan modal yang tidak sedikit, berbagai tokoh Politik bahkan sering kali  memaparkan dalam berbagai forum terbuka bahwa kisaran modal yang harus dikeluarkan oleh setiap caleg mencapai milyaran rupiah. Biaya yang tidak terpatok pasti tergantung pada dewan apa dan di mana mereka akan bertarung. Itulah yang dimaksud disini sebagai berjudi, mempertaruhkan sejumlah besar uang untuk kemungkinan kemenangan yang sangat kecil.

     Bagi mereka yang mempunyai latar belakang “kuat” seperti pengusaha, atau anak konglomerat jelas bukan masalah besar kehilangan milyaran rupiah. Tapi bagaimana dengan mereka yang mempertaruhkan apapun yang mereka punya bahkan rela berhutang demi mengincar jabatan teresebut?

     Melansir dari banyak media, sebut saja salah satunya yaitu Kompas.com, beberapa waktu lalu membagikan sebuah artikel terkait caleg depresi pasca pemilu. Ironi, tapi begitulah adanya. Hal semacam ini bukan sesuatu yang baru, dari pemilu ke pemilu selalu ada berita seputar caleg gagal yang stres, depresi bahkan bunuh diri.

      Seiring berjalannya waktu, dari kasus ke kasus, tampaknya tidak cukup menjadi sebuah pembelajaran agar lebih jeli menghadapi hawa nafsu berkuasa melalui jalan calon anggota DPR. Gemerlap kekuasaan, serta kesempatan mencari keuntungan pribadi cukup membuat banyak orang silau, hingga akhirnya akan terus ada seseorang yang mempertaruhkan apapun untuk hal itu.

     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun