Old wine in the new bottle, demikian Elly Risman (Psikolog dan Pendiri Yasasan Kita dan Buah Hati) memberikan pandanganya terkait Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Menurut beliau LGBT adalah kasus lama yang sekarang menjadi tersebar luas akibat cepatnya perubahan gaya hidup pada era digital.Â
Pernyataan ini cukup benar karena segala hal menyimpang yang dilakukan oleh banyak orang akan menjadi kebiasaan di masyarakat. LGBT marak diperbincangkan di dunia khusunya Indonesia karena orang-orang yang terlibat dalam perilaku ini sudah berani menampakan dirinya di khalayak ramai.
Perkembangan LGBT di dunia sudah lama terjadi dan banyak negara yang mulai melegalkan pernikahan sesama jenis. Contohnya negara Belgia tahun 2003, Spanyol tahun 2005, Portugal tahun 2009, Perancis tahun 2013, dan masih banyak negara lainnya.Â
Namun, tindakan yang negara-negara itu lakukan belum memiliki dampak yang begitu besar terhadap keberadaan dan pengakuan LGBT di dunia. Kemudian pada tahun 2015 adalah tahun perubahan yang sangat luar biasa terhadap keberadaan kaum ini, karena Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa pernikahan sejenis dilegalkan dan harus diterapkan di semua negara bagian.
Perkembangan LGBT di Indonesia telah berkembang sejak tahun 80-an dengan berdirinya Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN) yang disingkat menjadi GAYa Nusantara (GN) dan diresmikan di Pasuruan, Surabaya (Harahap 2016). Gerakan gerakan yang mereka lakukan belum terlalu membuat kegaduhan dan tidak terlalu dipedulikan oleh masyarakat. Faktor yang menyebabkan perbedaan adalah penyebaran informasi pada tahun 80-an masih terbatas dan berbeda dengan sekarang. Namun, setelah pelegalan pernikahan sejenis oleh Amerika, pelaku LGBT mulai berani menyuarakan hak nya untuk melegalkan LGBT di Indonesia. Public figure di Indonesia pun cukup banyak yang menyatakan bahwa dia menyukai sesama jenis dan ada pula yang mendukung kebebasan akan kelompok ini. Keberadaan public figure tentu memberikan dampak yang besar terhadap keberadaan LGBT di Indoensia mengingat mereka menjadi trendsetter para fansnya.
Guru besar Institut Pertanian Bogor, Euis Sunarti dan tim memberikan permohonan perluasan makna Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 KUHP terkait Asusila. Mereka menginginkan agar aktivitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) serta pencabulan dan pemerkosaan mendapatkan hukum pidana.Â
Prof Euis dan tim menilai bahwa kasus LGBT sangat mengkhawatirkan dan berbahaya untuk masa depan pemuda Indonesia. Menurut beliau banyak korban dari LGBT yang menderita karena dampak dari LGBT ini, terutama dampak kesehatan. Maka dari itu perlu ada perluasan hukum terkait 3 pasal KUHP yang telah mereka ajukan.Â
Namun, MK menolak pengajuan mereka dengan alasan bahwa MK tidak dapat menentukan pengubahan KUHP, yang berwenang adalah DPR. Keputusan yang dilakukan oleh MK semakin membuat para para pendukung dan pelaku LGBT merasa bahwa mereka diterima keberadaanya di negara ini. Pertanyaan yang kemudian muncul dari peristiwa ini adalah apakah LGBT pantas dilegalkan di negara ini? Bagaimana cara terbaik mengatasi perilaku  LGBT di sekitar kita?
Kasus LGBT ini harus dianalisis dari berbagai sudut pandang/ perspektif agar memberikan kesimpulan secara rinci tentang pantas atau tidaknya LGBT dilegalisasi di negara ini, atau penjelasan tentang pantas atau tidaknya LGBT diberikan hukum pidana.Â
Beberapa sudut pandang yang bisa dilakukan adalah sudut pandang agama- agama di Indonesia, sudut pandang hukum dan pancasila, sudut pandang Hak Asasi Manusia (HAM), dan sudut pandang ilmu kesehatan dan kejiwaan.
LGBT dalam sudut pandang agama-agama di Indonesia
Terdapat 5 agama besar yang ada di Indonesia yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. LGBT dalam sudut pandang agama Islam sangat dilarang karena menyerupai perbuatan yang dilakukan kaum Nabi Luth (Harahap 2016 ). Al-Qur'an dan hadits melarang perbuatan ini. Ayat-ayat yang menjelaskan terkait zina dan LGBT yaitu Q.S. Al-Nr: 30-31. Q.S. Al-Mu'minn: 5-6 dan Q.S. Al-Ma'rij: 29-30 yang menjelaskan tentang orientasi seksual umat islam yang seharusnya, dengan harus menjaga pandangan dan kemaluan dari perbuatan keji dan tercela, kemudian Q.S. Al- Syu'ara: 165-166, Q.S. Al-'Ankabut: 28-29, Q.S. Al-A'rf: 80-81, dan Q.S. Al-Naml: 54-55 yang menjelaskan tentang perilaku menyimpang umat nabi Luth. Salah satu contoh firman Allah  yaitu Q.S. Al-Naml: 54-55 yang artinya :
"Dan (ingatlah kisah) Luth ketika ia berkata kepada kaumnya:"Sesungguhnya kamu benar benar mengerjakan perbuatan amat keji yang belum pernah terjadi oleh seorang pun dari umat-umat semesta alam. Apakah sesungguhnya kamu patut menggauli lelaki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu". Maka tidak ada jawaban kaumnya kecuali mereka mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang- orang yang benar".
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi, dan pencabulan. Isi dari fatwa tersebut menetapkan bahwa hubungan seksual hanya boleh dilakukan seorang suami istri yang telah menikah secara syar'i, dan mengecam serta mengharamkan tindakan-tindakan homoseksual (gay dan lesbi), sodomi dan pencabulan. Hukuman yang ditetapkan atas kejadian ini adalah hukuman Ta'zir (tergantung pemerintah) dengan ancaman hukuman hingga hukuman mati.
Kemudian dalam agama Kristen dan Katolik yang mempunyai kitab Injil dijelaskan penolakan terhadap perilaku ini, diantaranya Kejadian 19:4-5 dan Kejadian 19:1-28 yang menjelaskan tentang para lelaki di kaum Sodom dan Gomora ingin menggauli laki laki yang datang ke rumah Lot, Imamat 18:22 dan Imamat 20:13 yang menjelaskan bahwa apabila terjadi perilaku homoseksual maka pantas mereka dihukum mati.
Selanjutnya dalam agama Hindu, dalam kitab kitab Manvadharmasastra di jelaskan tujuan pernikahan yaitu Dharmasampati, Praja, dan Rati. Dharmasampati artinya kedua mempelai bersama-sama melaksanakann Dharma dan melakukan kewajiban agama, Praja berisi tentang kedua mempelai mampu melahirkan keturunan untuk melanjutkan amanat leluhur, dan Rati yang berisikan tentang kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual.Â
Dari ketiga tujuan pernikahan tersebut, pelaku LGBT tentu tidak bisa melaksanakan Praja yaitu untuk mendapatkan keturunan jika melakukan hubungan sesama jenis (Suyasa 2016)
Terakhir adalah pandangan dari agama Budha, Menurut Walshe dan Wijaya (2007) pandangan agama Budha terhadap perilaku homoseksual diatur dalam Pancasila Buddhis sila ke tiga yaitu menghindari perilaku seksual dan perzinahan karena perilaku tersebut melanggar hukum-hukum pernikahan dan perilaku itu tergolong tidak wajar.Â
Kemudian didalam Anggutara Nikaya V:266 disebutkan bahwa hubungan dibawah umur, pasangan orang lain, saudara kandung, dan orang yang hidup selibat(Bhikku) adalah perbuatan yang tidak boleh di lakukan. Sang Budha menjelaskan bahwa harus menghindari perilaku seperti ini karena tidak sesuai dengan norma masyarakat.
LGBT dalam sudut pandang Pancasila, hukum dan Hak Asasi Manusai (HAM)
Permasalahan LGBT di Indonesia perlu dikaji berdasarkan sila yang ada di Pancasila. Sila ke 1 menyebutkan bahwa negara kita percaya dengan Ketuhanan yang Maha Esa dan menempatkan aturan agama (ketuhanan) sebagai hal yang tidak boleh dikesampingkan. Mayoritas agama di Indonesia jelas menentang akan keberadaan LGBT ini.Â
Kemudian dari sila ke2 menjelaskan bahwa sebagai manusia harus berasaskan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Perilaku LGBT jika dikaitkan dengan sila ke 2 maka termasuk dalam kategori perbuatan tidak beradab, menyimpang dan menyalahi kodrat manusia. Konsep tentang penyalahan kodrat ini sesuai dengan undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan BAB 1 pasal 1 yang menjelaskan bahwa perkawinan hanya bisa dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita.Â
Maka dari itu, perkawinan sejenis bertentangan dengan hukum Indonesia. Permasalahanya adalah hukum di Indonesia tidak memberikan hukum pidana terhadap homoseksualitas. Undang-undang hanya mengatur bahwa gender hanya laki-laki dan perempuan dan bila ada orang transgender maka hanya akan kesulitan mengurus dokumen dan identitas terkait (Dacholfany 2016).
Para para pelaku LGBT menyuarakan hak mereka dengan berlandaskan akan Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara itu, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Amirsyah Tambunan, perbuatan LGBT merupakan perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan HAM, karena HAM melindungi hak-hak warga negara  yang tercantum  dalam  konstitusi/undang undang.  Maka dari  itu  dasar  para LGBT yang mengatakan hak asasi setiap manusia untuk bertingkah laku sangatlah salah, karena jelas HAM di Indonesia tidak mendukung akan LGBT ini.Â
LGBT bukan bawaan sejak lahir, menjadi LGBT adalah pikiran secara sadar dan dipengaruhi oleh wawasan yang didapat. Perkembangan HAM secara kontemporer telah dibentuk oleh pemikiran barat dan menyebabkan demokrasi, keadilan, kebebasan, kesetaraan gender dan martabat manusia disamakan dengan HAM di negara barat. HAM di setiap negara pasti akan berbeda-beda, karena ada konstitusi yang menjadi panduan akan penegakan HAM disuatu daerah (Santoso 2016).
LGBT dalam sudut pandang Kesehatan dan Kejiwaan
Orientasi seksual dibagi menjadi tiga tipe yaitu homoseksual, heteroseksual dan biseksual. Homoseksual adalah seks sesama jenis, heteroseksual adalah perilaku seks berlawan jenis, dan biseksual adalah orang yang berperilaku seks dengan sesama jenis dan lawan jenis (Zietsch 2008). Dari tiga jenis orientasi seksual, orieantasi seks yang sehat yaitu heteroseksual terutama heteroseksual yang tidak sering berganti pasangan. Perilaku LGBT termasuk kedalam perilaku seks yang tidak sehat.Â
Perilaku ini selalu dihubungkan dengan melakukan hubungan seks yang tidak wajar dan sangat berpotensi terkena penyakit mematikan Human Immmunodeficiency Virus dan Acquired immune defficiency syndrome (HIV/AIDS). Jumlah penderita HIV/AIDS pada tahun 2016 sebanyak 41.250 meningkat dari tahun 2015 sekitar 37% , dan pada januari-maret 2017 jumlah penderita HIV adalah 10376.Â
Kemudian untuk penderita AIDS pada tahun 2016 adalah 7491 meningkat 4,2 %, dan januari-maret 2017 jumlah penderita AIDS sebanyak 673 orang. Penderita HIV-AIDS disebabkan oleh hubungan sesama jenis dan hubungan heteroseksual yang tidak sehat. Perilaku heteroseksual yang menjurus ke tidak sehat tetap ada sebagai penyumbang HIV/AIDS disebabkan karena kecenderungan berganti-ganti pasangan. (DITJEN P2P 2017)..
Penjelasan dari aspek agama, Pancasila, hukum, HAM dan kesehatan dapat disimpulkan bahwa perilaku LGBT ini sangat tidak baik dan harus diatasi. Cara yang dapat dilakukan untuk menghindari  perilaku ini  dan mengatasi  pelaku LGBT adalah
(1) keluarga sebagai pendidikan pertama anak mempunyai peran yang sangat vital terhadap perilaku anak kedepannya. Semenjak anak memasuki usia balita harus ditanamkan sifat yang sesui dengan gendernya. Seorang anak laki-laki harus ditanamkan sifat maskulin, tegas dan pemberani seperti ayahnya, dan anak perempuan harus ditanamkan sifat feminim dan keibuan seperti ibunya.Â
Setelah menginjak usai remaja, kontrol anak-anak agar mendapatkan edukasi seks yang baik dan mendapatkan ilmu agama yang baik. Orangtua harus selalu mengawasi terhadap pergaulan anaknya, dan mengawasi penggunaan teknologi yang dilakukan oleh anaknya.Â
Pengaruh teknologi mempunyai dampak yang sangat besar karena penyebaran LGBT oleh orang- orang yang mendukung perilaku ini banyak di lakukan melalui media-media. (2) Pemerintah selaku pembuat utama kebijakan harus mempertegas aturan-aturan agar perilaku LGBT jera dan meninggalkan perilaku menyimpangnya.Â
Perluasan pasal yang diajukan oleh beberapa ilmuwan yaitu Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 KUHP harus segera diterapkan,karena permohonan yang ilmuwan lakukan tentu berdasarkan data- data dan fakta. Kemudian untuk mengatasi yang terlanjur terjangkit, pemerintah sebaiknya menyediakan pusat rehabilitasi untuk penderita LGBT agar mereka dapat menghilangkan orientasi seks yang menyimpang itu.Â
Penyebaran informasi terkait rehabilitasi ini harus rutin dilakukan karena kemungkinan orang yang berorientasi seks hanya memiliki ketertarikan "ingin" tetapi menutupi perilakunya.dan tidak mempunyai tempat untuk menghilangkan orientasi seks menyimpangnya. (3) Selanjutnya untuk pemuda, bentengi diri kita dengan pemahaman agama yang kuat, karena apabila kita memahami aturan agama dan diterapkan dengan sungguh-sungguh maka perilaku LGBT akan dapat kita hindari. Permasalahan LGBT di luar negeri karena pemahaman pemuda akan agama dalam dirinya yang sangat disampingkan.
Perilaku LGBT sudah menyebar cukup pesat dan orang-orang yang mendukung LGBT ataupun organisasi-organisasi LGBT di Indonesia mulai menyuarakan hak nya agar diakui di Indonesia. Dari segala aspek, baik itu aspek agama, HAM, hukum, dan kesehatan perilaku ini sangat tidak sesuai dan harus dihindari. Peran segala pihak baik harus ditingkatkan.Â
Pemerintah selaku pembuat peraturan, peran orangtua selaku tempat belajar anak-anak pertama kali, dan terakhir peran pemuda yang harus sadar bahwa  perilaku  ini  akan  merusak  masa  depannya.Â
 Pemuda  masa  depan  harus menyadari akan bahayanya LGBT dan harus menyatukan suara untuk menentang perilaku ini, tetapi pemuda juga harus menjadi garda terdepan untuk membenahi para pelaku yang terlanjur terjerumus perilaku LGBT.Â
Pemuda yang cerdas adalah pemuda yang mempunyai pemikiran yang cemerlang, memiliki pemahaman agama yang kuat, berjiwa sosial tinggi dan berani untuk menjadi pemimpin masa depan bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H