"Dan (ingatlah kisah) Luth ketika ia berkata kepada kaumnya:"Sesungguhnya kamu benar benar mengerjakan perbuatan amat keji yang belum pernah terjadi oleh seorang pun dari umat-umat semesta alam. Apakah sesungguhnya kamu patut menggauli lelaki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu". Maka tidak ada jawaban kaumnya kecuali mereka mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang- orang yang benar".
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi, dan pencabulan. Isi dari fatwa tersebut menetapkan bahwa hubungan seksual hanya boleh dilakukan seorang suami istri yang telah menikah secara syar'i, dan mengecam serta mengharamkan tindakan-tindakan homoseksual (gay dan lesbi), sodomi dan pencabulan. Hukuman yang ditetapkan atas kejadian ini adalah hukuman Ta'zir (tergantung pemerintah) dengan ancaman hukuman hingga hukuman mati.
Kemudian dalam agama Kristen dan Katolik yang mempunyai kitab Injil dijelaskan penolakan terhadap perilaku ini, diantaranya Kejadian 19:4-5 dan Kejadian 19:1-28 yang menjelaskan tentang para lelaki di kaum Sodom dan Gomora ingin menggauli laki laki yang datang ke rumah Lot, Imamat 18:22 dan Imamat 20:13 yang menjelaskan bahwa apabila terjadi perilaku homoseksual maka pantas mereka dihukum mati.
Selanjutnya dalam agama Hindu, dalam kitab kitab Manvadharmasastra di jelaskan tujuan pernikahan yaitu Dharmasampati, Praja, dan Rati. Dharmasampati artinya kedua mempelai bersama-sama melaksanakann Dharma dan melakukan kewajiban agama, Praja berisi tentang kedua mempelai mampu melahirkan keturunan untuk melanjutkan amanat leluhur, dan Rati yang berisikan tentang kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual.
Dari ketiga tujuan pernikahan tersebut, pelaku LGBT tentu tidak bisa melaksanakan Praja yaitu untuk mendapatkan keturunan jika melakukan hubungan sesama jenis (Suyasa 2016)
Terakhir adalah pandangan dari agama Budha, Menurut Walshe dan Wijaya (2007) pandangan agama Budha terhadap perilaku homoseksual diatur dalam Pancasila Buddhis sila ke tiga yaitu menghindari perilaku seksual dan perzinahan karena perilaku tersebut melanggar hukum-hukum pernikahan dan perilaku itu tergolong tidak wajar.
Kemudian didalam Anggutara Nikaya V:266 disebutkan bahwa hubungan dibawah umur, pasangan orang lain, saudara kandung, dan orang yang hidup selibat(Bhikku) adalah perbuatan yang tidak boleh di lakukan. Sang Budha menjelaskan bahwa harus menghindari perilaku seperti ini karena tidak sesuai dengan norma masyarakat.
LGBT dalam sudut pandang Pancasila, hukum dan Hak Asasi Manusai (HAM)
Permasalahan LGBT di Indonesia perlu dikaji berdasarkan sila yang ada di Pancasila. Sila ke 1 menyebutkan bahwa negara kita percaya dengan Ketuhanan yang Maha Esa dan menempatkan aturan agama (ketuhanan) sebagai hal yang tidak boleh dikesampingkan. Mayoritas agama di Indonesia jelas menentang akan keberadaan LGBT ini.
Kemudian dari sila ke2 menjelaskan bahwa sebagai manusia harus berasaskan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Perilaku LGBT jika dikaitkan dengan sila ke 2 maka termasuk dalam kategori perbuatan tidak beradab, menyimpang dan menyalahi kodrat manusia. Konsep tentang penyalahan kodrat ini sesuai dengan undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan BAB 1 pasal 1 yang menjelaskan bahwa perkawinan hanya bisa dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita.
Maka dari itu, perkawinan sejenis bertentangan dengan hukum Indonesia. Permasalahanya adalah hukum di Indonesia tidak memberikan hukum pidana terhadap homoseksualitas. Undang-undang hanya mengatur bahwa gender hanya laki-laki dan perempuan dan bila ada orang transgender maka hanya akan kesulitan mengurus dokumen dan identitas terkait (Dacholfany 2016).
Para para pelaku LGBT menyuarakan hak mereka dengan berlandaskan akan Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara itu, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Amirsyah Tambunan, perbuatan LGBT merupakan perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan HAM, karena HAM melindungi hak-hak warga negara yang tercantum dalam konstitusi/undang undang. Maka dari itu dasar para LGBT yang mengatakan hak asasi setiap manusia untuk bertingkah laku sangatlah salah, karena jelas HAM di Indonesia tidak mendukung akan LGBT ini.