Mohon tunggu...
Yanto Musthofa
Yanto Musthofa Mohon Tunggu... lainnya -

Musafir dalam perjalanan pulang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bangsa Ini Tersandera Perpanjangan Permusuhan

7 Oktober 2014   02:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:08 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah tersinggung dalam masa pemilihan presiden tempo hari kepada seorang sahabat yang memberi saya label Jokowi lovers. Label itu dia sematkan gara-gara komentar-komentar saya memperlihatkan preferensi ke Joko Widodo ketimbang Prabowo Subianto. Saya tersinggung karena buat saya label adalah agresi, sementara yang saya lakukan adalah menyatakan pendapat sebagai pemilih (voter). Sepertinya, sahabat saya memang mengalami kesulitan membedakan aantara pemilih (voter) dan pendukung (supporter).

Sekarang, pemilihan presiden sudah dua bulan lebih berlalu, dan kian hari kian jelas bahwa gejala ketidakmampuan warga terdidik untuk membedakan antara voter dan supporter ternyata memang terstruktur, sistematis dan masif. Secara sukarela, banyak warga terdidik yang menikmati status sebagai supporter dan tak keberatan menukar persahabatan dengan status itu. Buat orang-orang seperti itu, voter yang berbeda pilihan harus diposisikan dengan timbangan "Kami atau Mereka". Orang-orang seperti itu pasti kesulitan membayangkan voter yang berbeda pilihan sejatinya adalah mitra sinergis dalam upaya mencapai sebuah keputusan milik bersama.

Ketika voter yang berbeda pilihan mengritik, misalnya, tokoh yang dipilihnya, maka reaksi otomatis jenis supporter yang digambarkan di atas adalah , "tuh, kan, aku bilang juga apa?" Padahal, bagi seorang voter, menggunakan hak pilih sebagai warga negara tidak sama dengan memberi tokoh pilihannya blank check. Selain itu, tokoh politik yang sudah terpilih pasti akan menghadapi pilihan-pilihan politik saat sampai pada tahap menjalankan mandatnya. Dan dalam hal ini, bagi seorang voter yang peduli, adalah normal belaka untuk melakukan pengawalan agar pilihan-pilihan politik yang diambil sang tokoh tetap pada garis yang benar. Sesederhana itu.

Sepertinya energi bangsa ini masih akan terkuras banyak untuk perpanjangan permusuhan. Ibarat perang sudah lama berlalu, tapi begitu banyak serdadu relawan yang berkeliaran mengenakan baju perangnya, tidak mampu dan tidak tahu bagaimana cara menanggalkan baju perang itu. Dan bagi para politisi lancung yang tidak kapabel, perpanjangan permusuhan ini tak ubahnya logistik gratis yang akan membuat mereka bisa berleha-leha tanpa susah payah menjalankan tanggungjawab riil mereka sebagai politisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun