"Akhir Yang Penuh Harapan"
Waktu terus berjalan, dan meski Laila pernah merasa terjebak dalam kenangan tentang Armand, cinta yang ia rasakan untuk Fajar semakin jelas. Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Setiap langkah mereka penuh dengan ujian, baik dari masa lalu yang sulit dilepaskan maupun dari rintangan hidup yang kadang datang begitu tiba-tiba.
Fajar, dengan segala ketulusan dan cinta yang ia tawarkan, tidak pernah menyerah untuk menunjukkan pada Laila bahwa ia ada di sini, sekarang, dan akan selalu mendampinginya. Tapi, Laila, meskipun sudah lama menginginkan kebahagiaan, selalu merasa ragu---apakah perasaannya cukup besar untuk menggantikan ruang yang dulu dihuni oleh Armand?
Suatu malam, saat mereka duduk di bawah pohon besar di taman yang mereka sering kunjungi, Fajar menggenggam tangan Laila dengan penuh keyakinan. Rembulan yang bersinar di atas mereka seolah menjadi saksi bisu dari percakapan yang telah lama tertunda.
"Laila," kata Fajar pelan, "Aku tahu bahwa tak mudah bagimu untuk melepaskan masa lalu, untuk menerima aku dalam hidupmu. Tapi aku ingin kau tahu, aku tidak ingin menggantikan siapa pun di hatimu. Aku hanya ingin menjadi bagian dari hidupmu, jika kau mau."
Laila terdiam, matanya menatap Fajar dengan pandangan yang penuh kebingungan dan ketakutan. Rasa takut itu bukan karena ia tidak mencintai Fajar, tetapi karena ia merasa takut untuk akhirnya melepaskan kenangan tentang Armand, meskipun itu adalah kenangan yang menyakitkan.
"Fajar," jawab Laila dengan suara yang bergetar, "Aku mencintaimu. Tapi kadang, aku merasa seperti ada bayangan Armand yang selalu menghalangiku untuk melangkah maju sepenuhnya."
Fajar menghela napas, melepaskan genggaman tangannya dan menatap Laila dengan lembut. "Aku mengerti. Tidak ada yang bisa menggantikan tempat yang dia miliki di hatimu. Tapi aku ingin menjadi bagian dari hidupmu, untuk saling berjalan bersama, mengukir kenangan baru. Apakah kita bisa mulai itu, Laila?"
Laila merasa ada sesuatu yang berbeda dalam cara Fajar berbicara, sesuatu yang menenangkan dan menguatkan hatinya. Fajar bukan hanya menawarkan cinta, tetapi juga pengertian yang mendalam---bahwa cinta bukanlah soal menggantikan, tetapi tentang menerima dan memberi ruang bagi perasaan yang baru untuk tumbuh.
Laila menundukkan kepala, matanya berkaca-kaca. "Aku takut, Fajar. Takut bahwa aku akan terluka lagi, atau bahwa aku akan membuatmu merasa seperti aku tidak sepenuhnya ada di sini denganmu."
Fajar menatap Laila dengan penuh ketulusan. "Laila, cinta itu bukan tentang kesempurnaan. Cinta itu tentang saling mendukung, tentang menerima ketidaksempurnaan kita. Aku tidak akan pernah memaksa kamu untuk melupakan Armand, tapi aku ingin berjalan bersamamu di jalan yang baru ini. Dengan kamu, aku merasa ada harapan, ada masa depan yang bisa kita bangun bersama."