Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan hijau, tinggallah seorang pemuda bernama Ali. Ramadan tiba, dan suasana religius memenuhi udara. Namun, Ali merasa sedikit cemas. Meskipun ia bersyukur atas berkah Ramadan, ia tidak memiliki banyak harta seperti tetangga-tetangganya untuk berbagi dengan yang membutuhkan.
Suatu hari, Ali melihat seorang anak kecil yang berjalan dengan wajah lemah di pinggir jalan. Dengan hati yang tergetar, Ali memanggil anak itu dan menawarkan makanan yang ia bawa untuk berbuka puasa. Senyum kecil anak itu menerangi wajahnya yang letih, dan ia menerima dengan penuh terima kasih.
Ali kemudian menyadari bahwa meskipun dia mungkin tidak memiliki kekayaan materi, dia memiliki banyak hal untuk disyukuri. Dia memiliki kesehatan, keluarga yang peduli, dan kesempatan untuk berbuat baik kepada sesama. Dari hari itu, Ali berkomitmen untuk bersyukur atas setiap berkah kecil yang diberikan kepadanya.
Setiap malam, Ali menghabiskan waktu bersama keluarganya untuk berdoa dan berbagi cerita tentang kebaikan yang mereka alami selama hari itu. Mereka belajar untuk menghargai setiap momen bersama, menjadikan Ramadan tahun itu sebagai waktu yang penuh berkat dan syukur.
Pada akhir Ramadan, ketika malam Idul Fitri tiba, Ali merasa hatinya penuh dengan kedamaian dan sukacita. Meskipun mungkin tidak memiliki banyak harta, dia merasa kaya dengan cinta, kebaikan, dan syukur. Itulah yang membuat Ramadan mereka tahun itu begitu istimewa: pengalaman bersyukur dalam setiap detiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H