Aku adalah seorang pribadi
Aku adalah seorang pencari makna
Aku adalah seorang pembelajar
Suatu kali aku melihat sebuah cangkir kosong
Sejenak saya berkontemplasi mengapa cangkir kosong itu berdiri?
Oh ternyata cangkir kosong itu gambaran diriku.
Ternyata aku merasa kosong, namun tetap berdiri.
Aku merasa kesepian, namun aku tetap berdiri.
Aku merasa sedih tapi aku tetap berdiri kokoh.
Lalu dengan apakah aku mengisi kekosongan itu?
Lalu aku melihat gula dan kopi yang ada di sekitar cangkir itu. Dengan sigap aku mengambil satu sendok kopi dan satu sendok gula.Â
Sejenak pikiranku terganggu.Â
Kopi dan gula sudah ku isi, namun masih ku anggap kurang?
Lalu apakah yang kurang?Â
Oh ternyata air mendidih yang masih kurang.
Aku pun menuangkan air mendidih ke dalam cangkir itu. Sejenak saya merenung, kayaknya masih kurang juga.
Oh ternyata aku belum mengaduknya. Setelah aku mengaduknya, aku merasa aneh.Â
Kopi dan gula di aduk bersamaan ternyata warnanya hitam. Rasa penasaranku pun mulai meledak.
Akhirnya dengan sigap saya mengangkat secangkir kopi itu dan meminumnya. Setelah meminumnya baru saya sadar ternyata kopi itu enak.
Terkadang ketika kita dihempas masalah kehidupan, kita merasa kosong. Perasaan kosong itu membuat perasaan kita harus di isi dengan perhatian dan kasih sayang. Namun, setelah di isi dengan kasih sayang dan perhatian, kita masih merasa kurang dan kurang. Â Karena perhatian dan kasih sayang itu ternyata belum cukup bagi kita. Namun, ketika kita ditempa dalam dapur perapian yang menyala, barulah kita sadar bahwa ternyata perhatian dan kasih sayang itu penting bagi kita. Itulah sifat hidup manusia yang tidak puas. Hidupnya harus digoncangkan dengan manis pahitnya kehidupan baru sadar bahwa kopi itu manis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H