Final liga malam Jumat di malam kamis. Wakil Italia, Atalanta keluar sebagai juara setelah memenangkan partai final melawan klub asal Jerman yang tahun ini begitu digdaya, Bayer Leverkusen.
Malam yang amat istimewa buat Atalanta karena ini adalah trofi pertama mereka sejak klub ini jadi juara Coppa Italia tahun 1963. Capaian juara Liga Eropa adalah trofi major kedua dalam sejarah klub Atalanta Bergamo.
Jelas, ini adalah malam istimewa bagi Atalanta.
Dan tim yang mereka kalahkan di final, wadidaw.., Bayer Leverkusen, juara Bundesliga musim ini yang mematahkan dominasi abadi Bayern Munchen. Leverkusen adalah tim yang tak terkalahkan sepanjang musim, yang semua orang termasuk saya mengira bahwa mereka bakal menggenapi kejayaan musim ini di final Liga Eropa.
Nyatanya anak asuhan Gian Piero Gasperini justeru yang mampu melesakkan tiga gol tanpa mampu dibalas sekalipun oleh sang juara Jerman itu. Dan, skor telak 3-0 tercatat dalam sejarah final Piala Liga Eropa 2024.
Ademola Lookman, striker Atalanta mengalami malam terbaik dalam karier sepakbolanya sejauh ini. Dua gol dibuat Lookman di babak pertama dan satu lagi pada babak kedua. Hatrick alias tiga gol ia lesakkan untuk membawa Atalanta menjadi kampiun dalam kompetisi kasta kedua Eropa.
Ya, meskipun "hanya" kasta kedua, namun ini tetap kompetisi Eropa, dan bagi Atalanta ini adalah hal maksimal yang bisa mereka raih.
Pada partai final ini secara keseluruhan bisa dibilang Atalanta memang tampil lebih baik, lebih efektif dan layak menang. Leverkusen meski menguasai pertandingan hanya sedikit sekali memberi ancaman yang masuk dalam kategori berbahaya ke gawang Juan Musso, kiper Atalanta asal Argentina.
Sebaliknya Atalanta menampilkan pressing ketat dan tampil efektif menciptakan lebih banyak peluang dan mengeksekusinya jadi gol.
Jeda turun minum saat Atalanta unggul dua kosong, saya masih berpikir kalau anak-anak Xabi Alonso bakalan bisa comeback di babak kedua karena memang mereka sering melakukannya di musim ini. Musim ini Leverkusen memang sering berada dalam keadaan tertinggal lalu konsisten melakukan serangan, berhasil mencetak gol lalu akhirnya  menang.
Sampai menit 70-an saya menyaksikan Leverkusen yang sabar dalam membangun serangan dan Atalanta yang gigih dalam pertahan. Apapun masih mungkin terjadi, comeback Leverkusen masih memungkinkan.
Lha wong Milan saja pernah unggul 3-0 di final Liga Champions 2005 akhirnya tumbang oleh Liverpool. Dan perlu dicatat, Xabi Alonso si pelatih fenomenal Bayer Leverkusen adalah orang yang mencetak gol penyeimbang Liverpool di Istanbul kala itu.
Ya, sejarah dan track record Bayer Leverkusen sangat memungkinkan untuk terjadi comeback.
Sampai kemudian serangan balik Atalanta menit 75, Gianluca Scamacca menciptakan peluang dan sangat tidak egois memberikan umpan pada Ademola Lookman yang berada di posisi lebih wuenak.
Tidak hanya di posisi lebih enak, Lookman juga sedang wangi kakinya setelah memborong dua gol babak pertama. Dan benar saja, gabungan antara ketidakegoisan Scamacca plus insting dan kaki Lookman yang sedang wangi, tercipta gol ketiga Atalanta dan  sepertinya kill the game.
Atalanta melanjutkan konsistensi permainannya, rapat dalam bertahan dan memberi tekanan saat pemain lawan pegang bola. Sesekali mereka membuat kesalahan tapi dengan sigap dan penuh konsentrasi mereka langsung menutup kesalahan tersebut. Leverkusen benar-benar mati kutu malam ini.
Atalanta pun berpesta, Gasperini setelah delapan tahun akhirnya bisa dapat trofi juga. Sangat layak setelah secara konsisten ia membuat Atalanta yang bukan apa-apa menjadi tim yang selalu konsisten menjadi pesaing di kompetisi Eropa.
Atalanta berpesta dan Bayer Leverkusen harus tertunduk lesu karena capaian fantastis mereka selama semusim terhenti dengan tragis, kena bantai 0-3 dalam final Eropa.
Namun tak ada tangis dari Xabi Alonso, pemain maupun suporter Leverkusen. Karena tahun ini mereka sudah melampaui harapan yang ada di awal musim. Menjadi jawara Bundesliga dengan rekor tidak pernah kalah, mempecundangi Bayern Munchen yang keterlaluan dominasinya di Liga Jerman, juga 50 pertandingan lebih tak terkalahkan.
Suatu saat sebuah tim digdaya juga pasti akan kalah ada kalahnya. Tapi kalau kalah di final ya memang sakit. Tapi buat Leverkusen ya tidak terlalu perlu ditangisi juga.
Dan tepuk tangan Xabi Alonso, pemain dan suporter Leverkusen yang hadir di Dublin menunjukkan kalau mereka masih enjoy the moment...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H