Mohon tunggu...
heru suti
heru suti Mohon Tunggu... Administrasi - Merdeka

Menulis untuk menghasilkan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kesepian, Menjadi Alien, dan Toleransi

23 Desember 2023   14:59 Diperbarui: 31 Desember 2023   17:16 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sendiri, kesepian. (Sumber Gambar: KOMPAS/RIZA FATHONI)

Sebuah survey dari Lembaga nonprofit di bidang kesehatan masyarakat dan kesehatan komunitas, HCC (Health Collaborative Center) sebagaimana diberitakan kompas.id (20/12), menyatakan bahwa banyak orang yang merasakan kesepian. Survey tersebut dilaksanakan di area Jabodetabek.

Jabodetabek adalah tempat yang sangat ramai, penuh sesak dengan populasi manusia. Bagaimana bisa banyak orang merasa kesepian di tempat yang penuh dengan keramaian?

Ya, dunia makin ramai tapi makin banyak orang yang merasa sepi karena memang kesepian itu bukan soal berapa banyak orang di sekeliling anda. Kesepian adalah soal batin, soal rasa...

Dalam survey HCC disebutkan bahwa banyak orang yang merasa tidak nyaman di lingkungannya. Hasil survey menyatakan bahwa munculnya rasa kesepian ini dipicu oleh ketidakcocokan dalam pergaulan dengan orang di sekitarnya.

Ah, iya...

Rasa terasing di sebuah tempat, serasa seperti menjadi alien. Menjadi seorang legal alien kalau kata pentolan The Police, Sting dalam lagunya, Englishman in New York...

Saya tahu rasa itu...

Alkisah, ada seorang bocah bernama Zlatko Marihovic.

Ia adalah remaja bandel yang punya kebiasaan suka melanggar aturan, terutama di sekolah karena statusnya memang anak sekolah. Suka bolos, merokok, datang terlambat dan semua hal yang melanggar aturan lainnya.

Dia punya pertemanan yang memiliki perilaku yang mirip dengannya. Menceritakan tentang kebandelan adalah hal yang menyenangkan di lingkungan pergaulan mereka.

Tiba-tiba momen lebaran datang, sekolah libur dan Zlatko Marihovic tidak bertemu dengan teman-teman badungnya yang satu frekuensi, yang sama-sama berkeyakinan bahwa melanggar aturan itu keren, kita muda dan berbahaya. Yah, semacam itulah, ketololoan remaja naif pada umumnya...

Momen lebaran adalah momen berkumpul dengan keluarga. Ada kakek, nenek, paman, bibi, sepupu dan saudara lainnya.

Zlatko Marihovic benci momen itu, tidak asyik. Orang-orang tua itu berbicara dengan bahasa yang disopan-sopankan, banyak basa-basi, terlalu moralis dan bla..bla..bla..

Intinya, ia seperti berada di tempat yang "nggak gue banget". Badannya di situ tapi enggan untuk sepenuhnya ikut terlibat dalam kegiatan "di situ saat itu". Seharian terasa begitu lama, apalagi mulut juga terasa kecut karena gak boleh merokok.

Rasa itu sangat menyebalkan karena orang-orang di sekitarnya (menurut keyakinannya) tidak ada yang sefrekuensi dengan dia. Ya, itulah rasa kesepian dalam keramaian.

Untungnya, si Zlatko Marihovic tahu betul kalau kesepian itu gak akan berlangsung lama. Besok ia bisa mengumpulkan lagi teman-temannya dan suasana "berada di tempat nyaman" itu bisa kembali ia dapatkan.

Kesepian si Zlatko Marihovic kala itu hanyalah kesepian temporer yang hanya menimbulkan keresahan psikologis sesaat karena esok harinya ia sudah bisa menemukan tempat nyaman lagi, bisa menemukan frekuensi pergaulan yang sesuai dengan yang ia kehendaki.

Kesepian sesaat, tidak terlalu menakutkan...

Masalahnya, saat tiba masa dewasa, orang lalu punya tanggung jawab sosial, juga tanggung jawab ekonomi sehingga ia tidak selalu bisa memilih tempat mana ia harus berlama-lama di sana.

Seringnya, orang lalu terlalu lama terjebak dalam lingkungan yang tidak mereka ingini dan tidak ada batas waktu sampai kapan mereka masih harus terjebak di situ.

Pertimbangan ekonomi sering membuat orang bertahan di sebuah tempat kerja semenjengkelkan apapun tempat tersebut. Risikonya adalah kesejahteraan psikologis jadi terganggu.

Kesepian ini abadi.., itu lagunya Koil.

Kesepian temporer yang dirasakan si remaja bandel saat momen lebaran tadi, hanya sebuah selingan yang mudah saja untuk dilewati. Tapi, kesepian yang berlarut-larut jelas sedikit demi sedikit bisa menggerogoti kewarasan seseorang. Lingkungan yang seharusnya jadi support system untuk kesehatan mental malah menjadi penggerogot kewarasan yang berkelanjutan.

Manusia dewasa setidaknya punya minimal tiga lingkungan pergaulan: tempat kerja, lingkungan masyarakat dan keluarga. 

Ada juga lingkungan pertemanan tertentu, kalau sekarang ditambah dengan lingkungan dunia maya yang juga seringkali bisa jadi penambah stressor.

Menahan rasa tidak nyaman di tempat kerja, merasa terasing di lingkungan, lalu di rumah tak jua merasa nyaman, sungguh tidak nyaman sekali dunia ini

Kesepian secara tidak disadari lalu jadi energi negatif yang destruktif dalam bentuk amarah kalau anda adalah seorang yang tempramen. Atau muncul dalam bentuk depresif kalau anda adalah orang yang sulit mengekspresikan emosi.

Maka dari itu,

Penting bagi setiap orang untuk bisa merasa nyaman di sebuah lingkungan, minimal ada keluarga untuk selalu pulang. Pulang bukan hanya secara fisik tapi juga keseluruhan jiwa raga. Ya, minmal seseorang punya satu tempat nyaman dan selalu merasa diterima

Penting juga bagi setiap manusia untuk dapat mengenali potensi kesepian dari orang-orang di sekelilingnya. 

Banyak sekali sumber ketidaknyamanan dalam bergaul dengan lingkungan: ada perbedaan ideologi, perbedaan selera, perbedaan cara berpikir/ berperilaku antar generasi. 

Maka penting juga bagi setiap manusia untuk selalu dengan mudah memberi toleransi dan membuka diskusi bagi perbedaan apapun. Agar orang mudah untuk merasa nyaman dimanapun...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun