Pada suatu hari yang entah cerah atau tidak saya lupa, di sebuah ruangan berpendingin ruangan nan sejuk, saya diwawancara dalam rangka suatu hal dalam sebuah tahapan pekerjaan.
"Apa yang pernah anda lakukan terkait toleransi?" begitu kurang lebih salah satu pertanyaan yang dilontarkan wanita pewawancara dihadapan saya waktu itu.
"Mmm toleransi ya bu.., begini bu.., saya itu sebenarnya gak suka ndangndut, tapi kalau ada acara di kampung pada nyanyi dan joget dangdut saya ikut..." begitu jawaban spontan saya kala itu.
Lha iya, tidak suka itu bukan lantas membenci kan ya? Beda genre, beda selera adalah fitrah dasar manusia.
Walau gak terlalu suka, tapi begitu banyak limpahan nada dan suara yang masuk ke telinga dan memori saya sehingga ada banyak lagu dangdut yang saya bisa mendendangkannya bahkan hafal satu lagu utuh.
Saya tahu dan bisa nyanyi banyak lagu dangdut tapi untuk secara khusus mendengarkannya dalam playlist lagu di gadget sepertiya tidak pernah.
Ya mungkin sesekali lihat di yutub atau instagram, terutama kalo yang nyanyi semlohai, eh...
Gak suka dangdut tapi nyanyi dangdut, lalu melebur dalam masyarakat yang "pokoke ndangndut" itu adalah toleransi, kalo menurut saya.
Lalu..,
Beberapa waktu lalu saya rasan-rasan ke teman-teman ndangndut tadi.