Mohon tunggu...
heru suti
heru suti Mohon Tunggu... Administrasi - Merdeka

Menulis untuk menghasilkan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Skripsi dan Mejikom

27 Mei 2023   14:19 Diperbarui: 27 Mei 2023   14:26 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: shutterstock.com

Mas Fahrudin Faiz, dosen sekaligus pengarang dan penceramah yang terkenal dengan ngaji filsafatnya, yang intonasi suaranya datar, yang pengetahuan agama dan fillsafatnya luas itu pernah punya penyataan menarik terkait skripsi.

Dalam sebuah podcast entah dimana saya lupa (ingat isinya lupa podcast-nya), blio pernah bercerita bahwa saat kuliah itu dia merasa seperti sedang memasukkan beras ke dalam mejikom tapi belm menyalakan tombol on nya.

Masuk tok tapi gak matang. Maksudnya, berbagai literatur maupun bahan kuliah masuk kedalam kepalanya tapi hanya masuk saja, mengisi memori. Kayak beras didalam mejikom yang belum dinyalakan tombol powernya.

Momen on-nya mas Fahrudin katanya pas blio mengerjakan skripsinya yang kalo gak salah tentang fiksafat cinta Kahlil Gibran, yang dikemudian hari jadi sebuah buku.

Ya, saat mulai bergelut dengan banyak refrensi dalam rangka menggali bahan pengerjaan skripsi, muncul pemahaman yang nyata, yang relate antara ilmu yang selama ini ia pelajari dan bagaimana menjadikannya sebagai referensi dalam analisis terhadap suatu permasalahan, yang dilakukan dengan runtut.

Pada saat momen skripsii, tombol tombol on seperti menyala, beras pun bisa matang jadi nasi dan bisa dimakan dengan sewajarnya.

Saya kurang lebih sama dengan mas Fahrudin ini.

Tentu beras yang saya masukkan ke mejikom di kepala saya tak sebanyak beras Mas Fahrudin Faiz. Pun skripsi saya juga tidak saya usahakan buat jadi buku.

Saya adalah mahasiswa katro yang tidak begitu akrab dengan penelitian dan bagaimana menelaah referensi dari berbagai sumber untuk dijadikan landasan teori maupun analisis.

Namun, saya ingat betul bahwa ke-katro-an saya ini terjadi karena mindset belajar saya sedari SD sampai SMA ya cumak seperti yang dibilang Mas Fahrudin tadi, memasukkan beras didalam mejikom tanpa menyalakan tombol on. Sialnya, masukin beras pun saya ogah-ogahan, kan katro...

Ya, pelajaran sekolah dalam pikiran saya kala itu adalah diperlukan untuk mendapatkan nilai. Biar apa? Biar naik kelas kemudian lulus tepat waktu.

Tidak ada gairah atau hasrat atau dorongan internal untuk secara sadar mencoba memahami ilmu tersebut karena rasa keingintahuan. Mungkin ada, tapi sepertinya samar-samar karena pelajaran sekolah sangat tidak menarik di mata saya kala itu yang tukang mbolos.

Mindset memahami ilmu sebatas sampai di kepala, yang hanya jadi bahan untuk ujian terus berlanjut sampai saat kuliah. Dapet materi, dicatet kalau mau ujian fotokopi catetan punya teman, lalu dibaca lagi, dipahami biar bisa njawab soal ujian. Sudah...

Namun, tombol on mejikom ini kayaknya juga cukup relevan bila dianalogikan saat saya menyelesaikan skripsi, jutaan tahun yang lalu.

Jadi waktu itu,

Saya ganti dosen pembimbing setelah memasuki bab tiga kalau gak salah ingat. Bapak dosen pembimbing mundur karena saya tidak sanggup memenuhi apa yang ia pinta. Eaa...

Dosen pembimbing baru lalu meminta saya untuk lebih spesifik dalam menentukan tema. Tema yang saya garap dianggap terlalu luas, bisa dikerjakan tapi bisa makan waktu yang lama.

Setelah itu saya benar-benar menggunakan waktu saya untuk mempelajari lagi dan menimbang-nimbang tema spesifik macam apa yang mau saya angkat supaya hasil kerja selama beberapa bulan kemarin tidak sia-sia.

Saya galau to the max kala itu. materi sudah ada banyak, tapi eksekusi seperti buntu. Skripsi seperti sedang memainkan teknik catenaccio parkir bis sehingga sulit saya tembus.

Sampai kemudian di suatu siang di sebuah perpustakaan umum, saya sedang membuka beberapa referensi buku terkait tema skripsi.

Seorang ibu muda duduk disamping saya lalu menyapa temannya yang sudah lebih dulu ada di kursi sebelahnya lagi. Mereka ngobrol sebentar, tentang tema tesis.

Pembicaraan tentang tema tersebut nyantol tidak hanya di kuping saya, tapi seperti memencet tombol on di otak saya. Sebuah kata kunci dalam obrolan dua ibu-ibu di samping saya itu seperti memantik insight yang membuat saya lalu lancar menulis blue print skripsi saya kedepannya.

Gak sampe sejam apa yang saya cari berminggu-minggu akhirnya tuntas. Gambaran tentang mau seperti apa desain dan akhir skripsi jadi terlihat sangat jelas.

Sejam yang sangat efektif. Namun sejam itu tak akan sedemikian efektif kalau saya tidak menyiapkan diri sebelumnya.

Ya, sebelum siang itu saya telah banyak mengumpulkan bahan dan referensi. Beras sudah banyak saya masukkan kedalam mejikom. Dan obrolan dua ibu-ibu itu tadi adalah momen yang berhasil memencet tombol on di mejikom tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun