Mohon tunggu...
heru suti
heru suti Mohon Tunggu... Administrasi - Merdeka

Menulis untuk menghasilkan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Keheningan yang Berisik, pada Saat Puasa Mendekati Lebaran

18 April 2023   08:19 Diperbarui: 18 April 2023   08:22 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu adalah suatu siang di bulan puasa saat panas matahari, dan hembus angin membuat daun-daun pepohonan di kanan kiriku bergoyang. Mereka bergoyang sebagaimana Ebiet G Ade yang pernah mengajak kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Itu adalah sebuah siang pada saat orang sudah mulai berpikir tentang lebaran karena THR sudah pada dibayarkan.

Maka tempat perbelanjaan lalu menjadi sedemikian ramai, sehingga tempat parkir pun jadi begitu menyusahkan.

Itu adalah suatu siang saat aku berada dalam mobil setelah semua orang turun dan kupersilahkan mereka berbelanja untuk kebutuhan lebaran. Mereka adalah ibu, isteri dan dua anak perempuanku.

Tadi kubilang ke isteriku bahwa aku males ikut berbelanja.

"Telpon nanti kalau sudah selesai..." begitu kubilang ke isteriku yang membuatnya memonyongkan mulutnya dengan cantik, menurut pandangan subjektifku.

Mobil lalu kubawa kesana kemari sampai aku menemukan tempat yang nyaman supaya tak terasa lama menunggu mereka berbelanja.

Di sebuah tempat yang ada pohon rindang dengan daun-daunnya yang bergoyang saat tertiup angin, di pinggir jalan dan langit siang yang terlihat jelas. Di sanalah kubuat mobil berhenti, untuk menikmati waktu menunggu.

Tinggallah aku sendiri di dalam mobil menikmati keheningan yang berisik oleh suara musik yang memenuhi mobil yang mulai berumur. Ah ya, keheningan yang berisik bersama playlist musik rock 90-an atau masa sebelumnya...

Guns N Roses kubiarkan menyanyikan Estranged. Itu lagu dari album Use Your Illusion 2 yang seolah lalu membawaku jauh ke masa awal 90-an. Kala aku masih remaja naif yang punya begitu banyak waktu. Samar-samar, wajah-wajah lama dan ingatan akan emosi masa lalu seperti hadir mengingatkanku akan banyak hal tolol yang pernah kulakukan. Dan konsisten, ketololan itu masih ada setelah puluhan tahun berlalu.

Lalu Rolling Stones, Soundgarden, dan entah siapa lagi aku lupa, kubiarkan menemaniku mengisi waktu menunggu

Lalu Eddie Vedder dan kawan-kawan Pearl Jam-nya dengan manis melantunkan Yellow Ledbetter. Ah ini lagu istimewa sekali terdengar. Lama tak mendengar lagu ini, mendengarkannya kembali dalam suasana yang tenang dan nyaman berpadu dengan langit siang dan daun yang bergoyang, juga dompet tebal terisi THR...

Aku jadi ingat tulisan Teh Ika Septi, tentang apa yang disebut dengan frisson, orgasme kulit alias merinding saat menikmati sebuah karya seni. Aku tidak terlalu merinding, namun tulisan Teh Ika tentang frisson sepertinya jadi bisa kupahami dengan baik dan benar...

Aku bahkan gak paham dengan lirik lagu ini, bahkan arti kata Ledbetter pun konon gak ada yang benar-benar tahu.

Suara Eddie Vedder, juga langit siang yang cerah dan daun-daun pepohonan yang begoyang, juga THR yang sudah cair adalah keindahan yang entahlah...

Dan ya, kebisingan ini mengantarku ke keheningan yang begitu menyenangkan...

Ya, hening tidak harus terbebas dari suara, karena sunyi yang hakiki tidak akan terganggu oleh suara-suara itu. Bahkan suara-suara bising itu bisa membawamu ke keheningan itu, kalau kau menghendaki dan megijinkan.

Hening adalah kualitas rasa. Dan kau tahu, dimensi rasa itu kadang beda dengan dimensi indera

"Keheningan adalah gerimis.., Menyiram bumi di dalam diriku.., Bersemi rindu.., Dalam diamku.." itu kata Pidi Baiq dalam salah satu lagunya bersama The Panasdalam

Dan ya, sepertinya memang kita perlu keheningan untuk menyirami keringnya diri yang lelah oleh hidup dan rutinitas...

Ah ya, rutinitas yang terlalu banyak menyerap fokus, konsentrasi dan emosi, yang membuat kita lupa dengan diri kita yang sebenarnya

Kupejamkan mataku, merasakan keheningan, dan waktu yang berlalu..,

Telpon lalu bergetar.., foto profil dari orang yang mau kuajak menikah sebelas tahun lalu tampak muncul di layar ponselku.

"Otewe.." begitu ucapku demi menjawab perintah dari wanita itu untuk menjemputnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun