Argentina berhasil menjadi juara dunia untuk kali ketiga. Semua perhatian tertuju pada Lionel Messi dan menganggapnya sebagai aktor utama keberhasilan tersebut. Ya, akhirnya setelah berbagai gelar individu maupun klub, Messi berhasil mempersembahkan gelar tertinggi sepakbola bagi negaranya. Seolah-olah hanya Messi saja yang membuat Argentina bisa juara.
Tentu tidak demikian adanya. Timnas Argentina bukan hanya Messi saja, ada banyak figur lain yang memiliki kontribusi besar. Satu nama yang jelas harus disebutkan adalah sang pelatih, Lionel Scaloni.
Scaloni adalah figur penting kebangkitan timnas Argentina yang sudah sedemikian lama tertidur tak menghasilkan gelar. Puasa gelar puluhan tahun berakhir tahun lalu saat mereka menjuarai Coppa America tiga tahun seteah Scaloni memegang kursi kepelatihan.
Messi sendiri sudah sejak 2005 membela timnas, berganti pelatih tak ada yang bisa membuatnya mendapatkan gelar internasional. Sampai pernah ia memutuskan untuk mundur dari timnas saking putus asanya karena terlalu sering gagal bersama timnas.
Scaloni bisa dibilang sukses membuat Messi kembali nyaman bermain di timnas. Selain membuat Messi nyaman, ia juga sukses membuat pemain lain bisa nyaman juga menerima "keistimewaan" Messi.Â
Intinya ia bisa membuat sebuah tim yang bisa bekerja maksimal bersama Messi. Dalam artian Messi tetap istimewa namun kerja tim tetap terjaga. Keberadaan Messi adalah hal positif sementara seandainya Messi sedang tidak bermain, Argentina tetap bisa bermain baik.
Sebagai pemain, Scaloni pernah bermain bersama Messi di Piala Dunia 2006. Saat itu Scaloni menjadi starter dalam pertandingan babak 16 saat Argentina memenangkan pertandingan 2-1 melawan Meksiko melalui perpanjangan waktu. Messi muda masuk pada menit ke-84 menggantikan Javier Saviola.
Karier Scaloni sebagai pemain tidaklah moncer dan hanya memiliki 7 kali caps bersama timnas Argentina.
Scaloni memulai karier kepelatihannya di klub Spanyol, Sevilla pada 2016. Ia bekerja sebagai asisten Jorge Sampaoli di Sevilla. Selanjutnya ia kembali menjadi asisten Sampaoli di tim nasional Argentina pada 2017.Â
Sampaoli akhirnya dipecat dari timnas Argentina setelah gagal di Piala Dunia 2018. Scaloni lantas diangkat sebagai manajer sementara bersama Pablo Aimar sebelum akhirnya diangkat secara permanen sebagai manajer timnas Argentina sampai sekarang.
Lionel Scaloni adalah manajer ketiga dalam sejarah yang memenangkan Piala Dunia (2022) dan Copa Amrica (2021). Sebelumnya ada Mrio Zagallo (Piala Dunia 1970, Copa Amrica 1997) dan Carlos Alberto Parreira (Piala Dunia 1994, Copa Amrica 2004), keduanya adalah pelatih tim nasional Brasil.
Scaloni juga tercatat mempersembahkan gelar Juara CONMEBOL-UEFA, yaitu kejuaraan yang mempertemukan negara juara Amerika Latin melawan juara Piala Eropa. Dalam Finalissiomo 2022, Argentina menumbangkan sang juara Eropa Italia dengan skor 3-0.
Scaloni bersama timnas Argentina juga sempat mencatatkan catatan fantasis dengan rekor 36 pertandingan tak terkalahkan. Rekor tersebut akhirnya putus oleh tim yang tak terduga, Arab Saudi pada partai pertama meraka di Piala Dunia Qatar 2022.
Sebuah kekalahan yang mengejutkan, membuat rekor gagah jadi ambyar. Namun, kekalahan tersebut adalah juga sebuah kejadian penting yang menjadi salah satu faktor keberhasilan Argentina menjadi juara di Piala Dunia 2022.
Kekalahan yang membuat mereka jadi lebih fokus dan berbenah. Kekalahan yang membuat mereka lebih cepat mengalami masa kritis dan bisa bangkit lalu melangkah jauh. Pertandingan kedua sudah jadi partai hidup mati, mentalitas dan kesiapan terbentuk sejak awal turnamen.
Kemampuan sebuah tim untuk bisa beradaptasi menghadapi kejutan buruk untuk kemudian bangkit, jelas diperlukan seorang atau tim pelatih yang mumpuni. Baik dalam hal motivasional maupun dalam strategi dalam menjalani sebuah kompetisi.
Lionel Scaloni pada Piala Dunia tahun ini membuktikan kemampuannya sebagai pelatih yang adaptif dan kaya strategi. Ia berani mengganti/menggeser pemain yang tidak perform tanpa mempedulikan nama besar.
Hampir di tiap pertandingan Scaloni selalu membuat perubahan, mulai dari susunan pemain, formasi atau juga ganti cara main di tengah pertandingan. Scaloni biasa memakai empat bek dalam formasi defaultnya, namun saat menghadapi Belanda ia memasang lima bek di starting line up-nya.
Di partai final melawan Perancis, ia menurunkan Angel di Maria yang di pertandingan sebelumnya tidak diturunkan sebagai starter. Posisi Di Maria yang biasanya di sayap kiri pun ia pindah jadi sayap kanan. Adaptif menyesuaikan lawan yang dihadapi dan banyak akal menyesuaikan apa yang terjadi di lapangan.
Scaloni memimpin Argentina meraih gelar Piala Dunia untuk yang ketiga kalinya setelah di final menang dramatis melawan Perancis. Untuk seorang pelatih, usia Scaloni masih tergolong muda. Â
Ia juga tercatat sebagai pelatih termuda kedua dalam sejarah yang memenangkan Piala Dunia. Pelatih termuda yang memenangi Piala Dunia juga berasal dari Argentina, Cesar Luis Menotti pada tahun 1978.
Usia Scaloni saat ini baru 44 tahun atau hanya lebih tua 3 tahun dari Zlatan Ibrahimovic yang sekarang masih aktif bermain dan masih lucu-lucunya di AC Milan.
Di Qatar 2022, Scaloni ditemani tiga asisten pelatih : Pablo Aimar (43 tahun), Roberto Ayala (49 tahun) dan Walter Samuel (44 tahun). Mereka adalah rombongan bapak-bapak mantan pemain timnas Argentina yang satu generasi dengan Scaloni. Ketiganya memiliki karier yang lebih baik sebagai pemain di timnas Argentina jika dibandingkan dengan Scaloni.
Rombongan para kakak senior yang paham betul seluk beluk tim nasional dan Piala Dunia ini mungkin membantu mencairkan suasana ruang ganti di tim Argentina. Tim Argentina tahun ini memang terbukti solid dan bukan hanya Messi seorang diri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI