Alkisah pada suatu grup perpesanan sebuah RT di negara berkembang berbunga-bunga nan elok permai, seorang perantau dari nun jauh di sana mengunggah sebuah info penting.
Ya, sebuah info penting tentang suatu hal yang dianggap gawat. Saking gawatnya ia sampai harus berpesan kepada para warga agar berhati-hati.
"Ati-ati lur, sekarang di perempatan nganu ada CCTV-nya. Kalo lewat situ pake helm biar gak kena tilang kayak temenku.." Beliau berkata kata via teks di aplikasi perpesanan tersebut sambil mengunggah sebuah hasil cetak bukti tilang pelanggaran lalu lintas. Bukti tilang itu disertai foto pengendara sepeda motor yang melintas di jalan tanpa mengenakan helm.
"Itu bukan CCTV ges, tapi oknum polisi yg berseragam preman yang ada di lokasi sengaja memfoto pake HP.." Kang Yit menyahut memberikan pengetahuan terkininya terkait teknis operasi polisi dalam hal tilang menilang.
Saya langsung gatal melihat analisis kakang saya satu ini.
"Lho kang, mosok ya oknum? Oknum itu pilihan kata untuk yang biasanya berkesan tidak baik. Lha itu kan polisi memfoto orang gak pake helm kan ya kerja to Kang. Bukan oknum, tapi polisi yang sedang bekerja.."
Kata oknum kalau menurut KBBI sebenarnya punya tiga makna. Pertama, penyebut diri Tuhan dalam agama Katolik; pribadi. Kedua, orang; perseorangan. Ketiga, orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik).
Kata tersebut konon mengalami perubahan makna yang lebih buruk atau peyorasi sehingga lebih banyak digunakan untuk arti ketiga.
"Lha kalau sedang kerja ya bukan oknum dong, Kang? Oknum itu ya kalo korupsi atau menembak bawahannya, eh..." saya memberi kesempatan pada jari-jemari saya yang gatal pengen nanggepi komentar Kang Yit.
"Yang kedua, mosok ya pakai seragam preman. Yang gimana itu seragam preman? Apa ya ada? Mosok preman pake seragam, dipakai polisi pula?" saya meneruskan pertinyiin memancing keributan.
Beberapa saat kemudian,
"Halah riwil.., lha wong harga BBM dinaikkan, orang sudah susah, lha kok tambah naik motor jarak 500 meter kok harus pake helm, kalau gak pake didenda. Ya tetep oknum itu namanya, lha wong bikin susah orang kok..." Kang Yit menjawab ngegas seperti dugaan saya.
Ya begitulah, kenaikan BBM dan ditilang karena gak pake helm adalah dua hal yang berbeda dan tidak saling berhubungan. Tapi dalam suasana kejengkelan akibat harga-harga yang makin membumbung tinggi maka dua hal tersebut ternyata bisa berhubungan secara konkrit.
Inilah yang disebut dengan "kecerdasan mengomel". Bisa dengan cepat menghubungkan dua hal yang tidak saling berhubungan menjadi sebuah argumen omelan yang masuk akal. Dahsyat...
Kecerdasan mengomel dan kecerdasan nyinyir, kita memang banyak talenta di bidang ini. Sat set.., das des.. pokoknya kalo urusan ngomel mah...
"Lha kalo polisi sedang kerja ya namanya pake seragam to ya, mbuh itu seragam dinas atau seragam bebas.." Kang Yit menquote postingan saya yang tentang seragam.
Wis, angel tenan...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI