Dan masih banyak lagi karena masing-masing kepala punya hasrat dan pemikirannya masing-masing.
Dan begitulah, selalu ada banyak pemikiran untuk hal apapun. Dan sialnya, berbagai pemikiran itu bisa sama benarnya, ya minimal ada unsur benarnya, maka pusinglah kita dibuatnya. Tapi harus begitu memang, "aku pusing maka aku ada..."
Dan..,
Partai finalpun dimulai, sorak-sorai penonton ternyata mampu membuat bapak dan anak itu bertanding dengan serius. Pertandingan ayah lawan anak akhirnya dimenangkan oleh bapaknya...
"Woo, dasar bapak durhaka, sama anak sendiri kok gak mau mengalah, bapak macam apa itu..." seseorang berkomentar. Padahal, dia adalah tadi orang yang menyuruh Kang Yit buat sportif, yang nyuruh agar tidak begitu saja mengalah karena mendidik anak itu tidak harus selalu mengalah, bahwa kadang juga anak harus belajar menerima kekalahan, bahwa sportivitas dalam olahraga adalah pendidikan yang baik, bahwa bla..bla..bla...
"Halah, kalau tadi aku kalah paling situ pasti bilang.., main pingpong sama anak kok ngalah, menipu anak sendiri, gak mendidik..." Kang Yit menimpali lalu menenggak sebotol air mineral yang disiapkan oleh panitia yang baik hati.
Semua orang tertawa selayaknya orang merdeka karena ini memang perayaan kemerdekaan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H