Yah, untungnya masih ada sisa euforia Euro dan Copa America kemarin sehingga masih cukup menarik melihat atau membahas tim nasional yang kemarin baru saja bertarung di dua turnamen tersebut.
Bagi klub, ini jelas merugikan. Lha baru mengontrak pemain sudah harus disuruh main di timnas, ada kemungkinan cedera pula, belum lagi jika harus berurusan dengan protokol kesehatan di negara masing-masing terkait pandemi.
Bagi pemain, jelas ini sangat menguras fisik dan juga psikis. Lelah fisik jelas, lelah psikis juga karena harus bermain di dua iklim yang berbeda, timnas dan klub. Dilema juga menyangkut tugas negara dan menjaga profesionalitas di klub.
Namun di sisi lain,
Jadwal padat nan melelahkan juga membawa angin baik bagi para pemain yang tidak terbiasa menjadi pilihan utama. Dua penyerang muda Italia, Kean dan Raspadori adalah contohnya. Padatnya jadwal membuat Mancini harus melakukan rotasi dan kesempatan untuk main dari menit awal pun mereka dapatkan.
Mendapat kesempatan bermain dan mencetak gol tentu baik buat dua pemain muda yang baru berkembang. Klub mereka tentu juga senang melihat pemain mudanya bertambah pengalaman internasional. Kepercayan diri  bisa meningkat, kabar baik tentunya buat klub yang membutuhkan jasa mereka.
Atau memang sebaiknya FIFA atau UEFA atau federasi manapun memang sebaiknya membuat jadwal yang sedemikian padat agar makin banyak pemain yang dapat kesempatan bermain. Padat jadwal yang kemudian bisa menjadi padat karya. Kalau perlu pergantian pemain boleh dilakukan sebelas kali dalam satu pertandingan. Pergantian yang banyak juga bisa meminimalisir kelelahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H